Chapter 23 | Memberikan Harapan?

136 32 140
                                    

Hay kalian?

Sebelumnya, aku mau minta maaf karna aku update nggak sesuai jadwal, karna seharusnya aku up lagi itu hari Jum'at besok. Kenapa sekarang up? Karna pengin, haha...

Nanti kalo Jum'at aku udah punya tulisan lagi, insya Alloh up lagi ya, xixi... tapi jangan terlalu berharap sih, takut sakit, hiks ^_

So, aku udah semangat banget kan, tuh? Ayo dong kasih vote&coment kalian biar aku tambah semangat gitu ^.^

Udah deh gitu aja...

♡Happy Reading♡

^^^

"Sekali pun dia tidak berkata, cinta akan selalu berbicara lewat sorot mata. Pandanglah dia, dan temukan sesuatu di dalamnya. Rasa cinta, atau peduli semata..."


X IPA 2, itulah tujuan awalnya ketika pertama kali kakinya menepak di area gedung sekolah. Langkah kaki panjang itu melangkah santai dengan salah satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Sesampainya ke tempat tujuan, lelaki ber-earphone putih itu menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan berukuran luas dengan meja dan kursi yang sudah tertata rapi. Masing-masing meja berisikan dua kursi dengan sebuah kertas kecil berwarna putih bertuliskan beberapa deret angka yang ditempelkan di atas meja.

Ruangan itu terasa begitu lenggang. Tidak banyak berubah pula. Ruangan yang satu tahun silam pernah menjadi tempatnya belajar masih sama seperti dulu. Hanya saja, cat putih yang selalu mendominasi kini terlihat lebih terang dari sebelumnya karna telah dilapisi dengan cat yang baru.

"Kita satu ruangan lagi, dan sekarang lo duduk di belakang gue."

Qen menengok, dia segera menatap meja di depannya, lebih tepatnya tatapan lelaki itu tertuju ke arah kertas tipis yang tertempel di atas meja milik gadis yang tadi sempat membuntutinya.

"Kayaknya kita beneran jodoh deh, Qen."

"Nggak usah ngarep, Del." Adel mendesah kecewa. Gadis itu memilih mengambil tempat duduk di atas kursinya dengan posisi badan menghadap Qen.

Qen duduk di kursinya. Dia sudah beralih merogoh tasnya dan mengambil sebuah buku persegi panjang, Qen berniat untuk kembali mengulas materi yang semalam sudah ia pelajari.

"Qen, kira-kira yang duduk di samping gue siapa ya?" Adel menopang dagu dengan dua telapak tangannya.

Qen hanya mengedikkan bahu. Lelaki itu sendiri juga tidak tahu siapa teman satu mejanya kali ini, bagaimana bisa dia akan tahu orang yang nantinya duduk di samping Adel?

"Qen, kalo yang duduk di samping gue cowok, lo bakal cemburu nggak?"

"Kenapa gue harus cemburu?"

Adel menggumam panjang. Kenapa? Entahlah, dia juga tidak mempunyai alasan untuk hal itu. Lagi pun, mana mungkin Qen akan cemburu. Memang apa istimewanya jika yang nanti duduk di sampingnya adalah siswa laki-laki?

Adel yang dikenal Friendly dan sering berbaur dengan laki-laki—terutama dengan kakak kelasnya—saja sepertinya tidak membuat Qen menunjukkan tanda-tanda cemburunya, apalagi dengan ini yang hanya duduk satu Minggu bersama dengan siswa laki-laki. Sangat-sangat tidak mungkin untuk Qen cemburu.

"Qen, malem kemarin gue nembak Rafli," kata Adel dengan semangat.

"Terus?"

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang