*Part ini mengandung emosi yang akan melahirkan amarah untuk kalian. Jadi, harap siapkan hujatan paling istimewah untuk dimasukkan kolom komentar. Haha...
♡Happy Reading♡
^^^
“Masa lalu pahit yang masih menyapa, membuatku tak berdaya. Dia telah berlalu. Namun, mengapa sering memberi sapaan dalam lelapku?”
–Adelia Qoinne–
Masa lalu. Jika sudah bicara tentang masa lalu apa yang ada dalam pikiranmu? Jika disuruh untuk kembali mengenang, mana yang akan lebih dulu kamu kenang? Kenangan pahitnya? Atau, kenangan manisnya terlebih dahulu? Apapun pilihan itu, di antara dua pilihan tersebut pasti mempunyai sisi kebaikannya masing-masing. Tinggal kamu sendiri yang mau bagaimana menanggapi itu semua sebagai suatu pelajaran. Sekalipun, yang pernah melintas adalah suatu keburukan.
“Mereka udah meninggal, kamu yang sabar ya.”
“Si–siapa?”
“Ibu dan calon adik kamu.”
“Eng–gak!”
“Ibu kamu tewas di tempat.”
“IBU!”
^^^
“IBU!”
Gadis dengan piama biru tua itu terbangun dari mimpi buruknya. Napasnya terengah-engah, seluruh badanya sudah basah dibanjiri oleh keringat dingin. Badannya bergetar, dadanya naik turun karna deru napas yang semakin tidak beraturan.
“Mereka udah meninggal, kamu yang sabar ya.”
Adel mencengkeram seprei kasurnya dengan kuat saat mendengar sebuah suara menggema di telinganya. Gadis itu memejamkan kedua matanya sesaat, hanya dua detik setelah bayangan kelam menyelinap masuk ke dalam benaknya.
Bayangan separuh jiwanya. Tubuh yang terjulur kaku di pembaringan rumah sakit dengan kain putih yang menjadi penutupnya.
Bayangan itu ... berhasil menciptakan sayatan yang menganga di renung hatinya yang terdalam.Adel membenci mimpi itu. Dia pelupa, tetapi mengapa kenangan pahit selalu berhasil menyelusup ke dalam pikirannya. Mengapa mimpi itu seolah tidak mau membiarkan dirinya untuk bisa melupakan kenangan pahit itu? Mimpi itu...
Bukan sekali.
Namun, berkali-kali.
“Ibu kamu tewas di tempat.”
Bukan. Bukan maksud Adel ingin melupakan Ibunya, tetapi dia hanya ingin melupakan bahwa dirinya adalah penyebab dari kenangan pahit itu terjadi...
^^^
Adel tidak pernah membayangkan jika dirinya sekarang berada di titik ini. Di titik di mana dia kembali merasakan sendirian. Satu persatu orang yang dicintainya perlahan menghilang. Ibu, Ayah, dan calon adiknya. Sekarang, Qen...
Percakapan Qen dan Alika satu hari yang lalu masih melintas dengan jelas dalam benaknya. Semakin keras untuk Adel menghapusnya, semakin sulit untuk semua itu mengelupas dan segera lepas dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...