Chapter 43 | Rasa Rindu

53 8 5
                                    

♡Happy Reading♡

^^^

"Seperti mengisi air ke dalam wadah yang bocor, sebanyak apapun yang kamu isi pada akhirnya hanya akan berbuah sia-sia. Sama seperti cinta, sedalam apapun cinta yang kamu rasakan akan percuma jika kamu hanya berani memendam, tanpa mau mengutarakan."

^^^


Terkadang, rasa sakit yang meradang bisa membuat manusia hanya mengutamakan dirinya sendiri tanpa memikirkan apapun. Yang hanya ada di dalam pikiran mereka hanya satu, mencari sesuatu kesenenangan sebagai pelampiasannya. Sekalipun, yang dijadikan pelampiasan itu adalah sesuatu yang mencoreng dari kata baik. Bagi mereka kesenangan yang utama.

"Deal!" 

Dua mata Azkan langsung melotot tatkala melihat teman lelakinya yang tanpa beban menerima begitu saja kesepakatan gila yang baru dibuat oleh Bhakti, lelaki yang beberapa menit lalu kalah balapan dengan Ardhan.

Setelah jabatan tangan kedua lelaki itu terlepas, Azkan segera menarik jaket Ardhan kasar membuat lelaki itu otomatis langsung menghadap ke arah Azkan.

"Gila, lo, ya!" Umpatan Azkan menciptakan senyum miring di sudut bibir Ardhan.

"Kenapa harus lo terima taruhan dari Bhakti? Gue tahu setiap balapan lo emang selalu menang, tapi kalo 
kali ini lo kalah gimana? Lo mau  bayar taruhan itu pake apa, hah?" Ardhan yang hanya mengedikkan bahu membuat Azkan membuat muka kasar.

Azkan marah? Jelas. Ardhan temannya itu memang gila karna telah menerima kesepakatan tadi tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.

Memang, ini bukan taruhan yang pertama kali Ardhan lakukan. Deretan motor yang tersimpan rapi di markas semuanya adalah hasil dari taruhan saat Ardhan memenangkan balapan motor, tetapi yang kali ini membuat Azkan tidak setuju yaitu karna dia mendengar kesepakatan Ardhan yang berbeda dari sebelumnya.

"Kalo lo kalah gimana? Kenapa nggak lo tolak aja sih, Ar?!" Azkan terlihat frustrasi. Dia menatap Ardhan kesal.

"Kalo lo kalah, kasih gue one girl for my toys. Gimana?"

"Kalo gue menang?"

"Gue beliin motor pengeluaran terbaru."

"Deal!"

Azkan masih ingat betul percakapan Ardhan bersama Bhakti beberapa menit lalu. Bodohnya, Ardhan malah mengiyakan?

"Selagi Bhakti masih ada di sini gue saranin batalin taruhan itu, Ar. Gue tahu lo sesat, tapi jadiin manusia sebagai bahan taruhan itu nggak baik."

"Dan, kalo kali ini lo kalah siapa yang bakal dijadiin bahan taruhan, Ar? Jangan jadi gila cuman karna lo pengin ketemu dia!"

Azkan menatap jengkel lelaki di depannya. Sebaliknya, Ardhan juga menatap Azkan dengan sorot mata tidak terbaca. Sesaat keduanya bersitatap, hingga tidak lama kemudian Ardhan yang lebih dulu memutus kontak matanya dari Azkan dengan memilih beralih ke arah lain. Seketika itu, mata Azkan melebar diiringi dengan mulutnya yang juga terbuka saat menyadari arah tatapan Ardhan tertuju.

Perlahan, Azkan menoleh kembali ke arah Ardhan dengan tatapan takut. "Apa yang ada di dalem otak gue sekarang nggak betul, kan, Ar?" Lelaki itu meneguk ludahnya susah payah, raut wajahnya sudah menegang.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang