♡Happy Reading♡
^^^
“KALO GUE CEWEK GENIT TERUS LO ITU APA, HAH?!”
Akhirnya. Setelah beberapa menit memilih diam kini Adel buka suara, berusaha membalas perkataan-perkataan pedas yang telah ia dapatkan dari gadis di hadapannya, dia Fanya, gadis berperawakan tinggi ramping dengan rambut yang diikat kuda yang sekarang wajahnya sudah terlihat memerah. Pastinya, karna marah dengan perkataan Adel barusan.
Seharusnya, di sini Adel yang marah dan langsung melayangkan jurus kucing garongnya di wajah bak nenek lampir menyebalkan di depannya. Namun, malah ini kebalikannya.
Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Fanya justru menyerang Adel, menjambak gadis itu sampai membuat jepit rambut Adel terlepas dari tempatnya. Adel tidak mau kalah. Dia juga membuat beberapa cakaran di wajah dan lengan Fanya sampai membuat gadis itu terjengkang ke belakang. Dalam hati Adel mengucap syukur karna hari minggu kemarin dia tidak menuruti perintah Qen untuk memotong kukunya.
“Adel udah ih. Anak orang bisa jadi jelek kalo terus-terus lo cakar.”
Tadi, mungkin Ocha ikut menyemangati Adel ketika gadis itu menyerang Fanya, namun tidak lagi saat melihat Fanya yang sudah kalah telak dalam permainan yang gadis itu mulai dengan sendirinya. Dia menahan lengan Adel yang saat ini hendak menyerang Fanya yang terlihat kesusahan untuk berdiri.
“Emang dia udah jelek,” celutuk Adel, dengan deru napas yang tak beraturan.
“Yaudah, jangan dibuat tambah jelek. Kasihan, anak orang.”
“Gue kira, dia titisan dajal.”
Niat Adel dan Ocha untuk pergi ke perpustakaan gagal karna kedatangan Fanya yang tiba-tiba muncul dan mengejek Adel dengan berbagai macam pernyataan nyelekit. Fanya memang tidak suka dengan Adel, itu sudah berlangsung semenjak satu tahun terakhir. Kata Fanya, Adel itu gadis perusak hubungan orang atau bahasa terkenalnya adalah pelakor.
Gadis menyebalkan!
“ADEL, FANYA, IKUT SAYA KE RUANGAN. SEKARANG!”
Adel menegang, sebelum akhirnya memutuskan membalikkan badan setelah kesadarannya pulih. Di tatapnya, Pak Handoko—guru killer yang tengah membawa tongkat kebangsaannya dengan tatapan nyalang.
Adel menghembuskan napas kasar. Kejadian di UKS pagi tadi saja masih terlintas di benaknya, padahal, Adel berharap pikunnya bisa diandalkan untuk melupakan hal-hal yang menyakitkan. Namun, nyatanya tidak. Dan sekarang, Adel akan kembali di hadapkan masalah—yang bahkan, bukan dirinya yang pertama kali memulainya.
“OCHA, KAMU JUGA IKUT KE RUANGAN SAYA!”
^^^
Di sini, di ruangan bernuansa hijau–putih. Adel, Ocha dan Fanya tengah duduk memanjang, tengah menunggu Pak Handoko yang belum masuk ke ruangan tersebut. Sebenarnya beliau sudah sempat masuk, namun kembali keluar saat tiba-tiba ada urusan mendadak. Katanya sih sebenar, tapi ini sudah hampir setengah jam.
Ocha menoleh ke samping. Menatap Adel yang tengah membenamkan wajahnya di atas meja. Sudah pasti tidur.
Ocha sendiri tidak habis pikir dengan sahabat satu-satunya itu. Dalam situasi seperti sekarang Adel masih saja sempat-sempatnya tidur, berbeda dengannya yang sedikit merasa gelisah. Mungkin, karna ini pertama kalinya ia memasuki ruangan sakral ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...