Chapter 33 | Distance

132 34 120
                                    

Lama nggak up ya, dan sekalinya up cuman satu bab, malem banget lagi up-nya ;(

Maaf banget ...

♡Happy reading♡

^^^

"Andai kamu tahu, jarak yang sekarang aku bentang ini, adalah sesuatu yang pada akhirnya menciptakan penyiksaan untuk hatiku sendiri."

-Adelia Qoinne-

^^^

Terakhir kali Adel pergi dari rumah seorang diri gadis itu pulang dengan kondisi mengenaskan, lengan yang berbalut perban serta celana jeans yang sudah robek di bagian lutut. Kejadian itu sudah berlalu sekitar empat tahun silam.

Saat itu beberapa warga setempat membawa Adel pulang ke rumahnya. Menurut penuturan warga setempat, mereka melihat Adel yang berlari dengan susah payah untuk menghindar dari kejaran anjing, namun nahasnya gadis itu malah terserempet oleh sebuah mobil yang tengah melintas.

Bukan hanya sifat ceroboh dan pikun Adel yang suka membuat Qen khawatir, tetapi ciri fisik yang melekat di wajah gadis itu juga terkadang membuat Qen merasa was-was. Ya, Qen akui, Adel itu cantik. Jika dilihat dari luar lelaki normal mana yang tidak akan tertarik dengan gadis semacam Adel?

Bodoh! Lagi dan lagi, Qen mengusap wajahnya frustrasi. Lelaki itu terlihat berantakan. Bahkan, Qen keluar dari rumahnya hanya berbalut celana pendek dan kaus abu-abu dengan lengan di atas siku.

"Gue harus cari Adel kemana lagi?" Qen menggumam.

Sudah terhitung setengah hari Qen mencari-cari keberadaan Adel, tetapi hingga detik ini lelaki itu tidak kunjung bertemu dengan sosok yang ia cari.

Hingga pada akhirnya, di sinilah seorang Qen terdampar, di sebuah ruangan minimalis yang diisi oleh beberapa alat musik, kursi, serta sofa panjang yang menghadap sebuah meja yang turut menghuni ruangan tersebut.

Ruangan itu mulanya adalah sebuah ruangan kosong tak terpakai yang berada di Cafe milik Dino, yang pada akhirnya disulap menjadi ruang pribadi milik Dino serta kedua sahabatnya.

Sebenarnya, apa yang dilakukan Qen sekarang adalah percuma. Bukannya lanjut mencari keberadaan Adel, lelaki itu malah sibuk mondar-mandir tidak jelas hingga membuat sebuah bantal melayang tepat di permukaan wajah lelaki itu.

Sekarang apa?

Qen menatap kesal ke arah lelaki yang baru saja melempar wajahnya dengan bantal.

"Baju di lemari Adel masih lengkap, kan?" Qen mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilemparkan kepadanya.

Lelaki itu terdengar menggumam. "Berarti dia cuman pergi keluar aja. Nanti juga bakal balik lagi."

"Tapi kenapa dia pergi sendirian? Dan kenapa nggak izin ke gue atau Bunda?" Pertanyaan Qen yang terlihat seperti orang yang tengah marah membuat lawan bicaranya terkekeh.

Yang ditanya lalu mengedikkan bahu, sebelum akhirnya menjawab, "Menurut gue sih Adel nggak akan pergi jauh. Dia pasti bakal balik."

"Apa omongan lo itu bisa gue pegang?"

Bahkan, ucapan Dino yang berusaha ingin membuat Qen tenang sepertinya sama sekali tidak memberikan efek apapun kepada lelaki itu. Terbukti, wajah kusut yang dibalut cemas itu masih bisa tertangkap dengan jelas oleh penglihatan Dino.

Di saat kondisi cemas Qen persis seperti perempuan, yang kebanyakan lebih sering memikirkan hal-hal buruk, atau hal-hal yang belum pasti terjadi dibanding bertindak dan mulai berpikir dengan baik.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang