♡Happy Reading♡
^^^
Dan, kesan pertama yang Adel rasakan saat matanya menelisik setiap inci ruangan berukuran 4×5 M adalah, takjub. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Adel jika dia akan menginjakkan kakinya ke tempat yang biasa digunakan untuk anak geng motor berkumpul, markas. Mungkin mereka lebih akrab menamai tempat keberadaan Adel sekarang ini dengan sebutan markas.
Deretan motor sport yang tampak kinclong dan mewah meraup seluruh atensi Adel. Kedua matanya masih berbinar, mengabsen satu persatu motor yang menghuni ruangan tersebut.
"Semua motor ini dijual, ya?" Mata polos Adel menatap Ardhan yang sudah duduk seraya melepas jaket kulitnya.
"Emang tadi di depan ada palang jualan motor, ya?" Ardhan malah bertanya balik, Adel meringis diiringi gelengan kepalanya.
"Gue kira dijual, abisnya tempat ini persis kayak deler motor." Lalu, Adel kembali melemparkan pandangannya ke sekitar.
Sebuah motor klasik tahun 70-an yang diletakan di pojok berhasil mencuri perhatian Adel. Gadis itu melangkahkan kakinya untuk mendekati benda tersebut.
"Ar, kapan-kapan boncengin gue pake motor ini, ya?" Gerakan Ardhan yang tengah meminum air di dalam cangkir seketika terhenti. Lelaki itu langsung melempar pandang ke arah Adel, lalu beralih lagi ke arah motor Honda CB100 yang ditunjuk oleh Adel.
"Lo kira gue supir lo?" Adel mencebikkan bibir mungilnya, sebelum akhirnya memilih berjalan ke arah Ardhan dengan wajah yang siap menghasut.
"Ar, ayolah. Ya, ya?" Adel memasang wajah seimut mungkin. Sedangkan Ardhan, lelaki itu hanya diam dengan tatapan mengarah kepada wajah Adel, tepatnya ke arah bibir mungil Adel yang mengerucut ke depan. Seketika itu Ardhan merasakan ada aliran panas yang menjalar di bagian wajahnya.
Membuang muka, setelahnya Ardhan memejamkan matanya sesaat seraya mengumpati dirinya yang langsung berhasrat hanya karna melihat wajah cantik Adel.
"Kenapa lo pilih motor tua kayak gitu?"
"Karna ... pengin. Jujur ya, gue nggak terlalu suka naik motor lo yang gede itu. Punggung bayi gue jadi pegel-pegel, rasanya kayak mau patah." Wajah Adel merengut.
Jawaban jujur dari gadis itu sukses membuat Ardhan terkekeh kecil. Kebanyakan gadis yang pernah lelaki itu ajak ke tempat ini pasti akan menyuruhnya berganti motor dengan motor sport, alasannya karna itu terlihat keren.
"Lo ketawa?" Adel mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan jika yang dilihat adalah kenyataan, tetapi sayangnya, saat pertanyaan tadi terlontar dalam sekejap wajah Ardhan kembali datar. Senyum kecil lelaki itu lenyap seusai dua kata lolos dari mulut Adel.
"Motor itu udah lama nggak dipakai, mungkin aja ada bagian yang rusak."
"Justru karna jarang dipakai malah awet, kan? Nggak mungkin rusak dong."
"Enggak ngejamin."
"Kok bisa?"
"Karna sesuatu yang jarang digunakan bisa perlahan rusak dengan sendirinya." Adel mengangguk setuju. Masuk akal juga.
"Yaudah, kalo gitu sering-sering dipakai dong, nanti jadi nggak rusak, kan?"
Pertanyaan Adel diabaikan, Ardhan malah menyenderkan punggungnya pada kepala sofa lalu menutupi wajahnya menggunakan jaket kulitnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...