Chapter 30 | Rencana

101 14 12
                                    

Hai kalian?

Maaf banget baru sempet up. Akhir-akhir ini sibuk, dan migrain sering kambuh, jadi nulis juga sedikit terkendala.

Makasih juga untuk kalian yang masih setia untuk menunggu cerita ini up part baru.

Btw, gimana cover baru cerita ini? Kira-kira kalian lebih suka yang pertama atau yang baru? Komen ya, harus jujur lho :)

Aku butuh krisan dari kalian❤

Oke deh, itu aja....


♡Happy Reading♡

Lelaki itu keluar dari balik pintu kamarnya dengan pakaian yang sudah rapi serta dengan rambut yang sudah tertata dengan benar pula. Dia kemudian melangkahkan kakinya ke arah kamar yang terletak di sebelah kamarnya.

Suara knop pintu diputar terdengar, bersamaan dengan itu pintu perlahan terbuka dan menampakkan keadaan di dalam ruang kamar tersebut.

Untuk sesaat Qen tertegun. Kamar yang rapi dan korden yang sudah disibakkan.

Tidak ada tubuh Adel yang terlilit selimut, maupun kamar pecah yang hampir setiap paginya menjadi pemandangan yang menyakitkan penglihatan.

Apa dia salah masuk kamar? Tidak juga. Ini kamar Adel, terbukti ada beberapa pasang lukisan yang tertempel di dalamnya. Lantas, mengapa kamar ini terlihat bersih? Apa ini sebuah pertanda akhir zaman?

Larut dengan apa yang ia tatap di depan matanya, lelaki itu sampai tidak sadar jika pemilik kamar sudah berdiri di belakang tubuhnya.

“Qen?”

Tidak ada sahutan. Adel berniat untuk menepuk bahu Qen, kakinya sedikit berjinjit agar tangannya bisa menggapai bahu lelaki di depannya. Namun, hampir saja tangannya menyentuh bahu tegap itu, tetapi gagal saat tiba-tiba Qen malah membalikkan badan dan menabrak tubuh Adel.

Adel memekik. Tangan Qen secepat kilat bergerak maju.

Sesaat, gadis itu menahan napasnya kala tangan kekar Qen dengan sigap menopang tubuhnya yang hampir terjengkang ke belakang.  Kedua mata Adel melebar, jantungnya berdetak dengan kencang. Rasa panas perlahan menjalar di wajah pucatnya.

Keduanya masih bersitatap. Sepasang mata hitam Adel yang melebar menjadi pemandangan yang sulit membuat Qen beralih.

Jantung keduanya sama-sama berdetak dengan kencang. Mungkin, bagi Qen itu hanya efek akibat dari rasa keterkejutannya. Tidak lebih. Namun, beda jauh dengan apa yang Adel rasakan.

Setelah sama-sama tersadar dengan posisi mereka, Qen cepat-cepat melepaskan salah satu tangan yang melingkar pada pinggang milik Adel.

Qen berdehem. Wajahnya segera ia hadapkan ke arah lain.  “Lo kenapa bisa ada di belakang gue?”

Keduanya sama-sama canggung. Namun, yang lebih merasakan hal itu adalah Qen. Perasaan tidak nyaman masih menggeranyami dirinya sejak perkataan yang Adel utarakan kemarin, ditambah lagi dengan adanya kejadian hari ini. Entah ada apa dengan dirinya, yang terpasti, Qen tidak nyaman dengan perasaan yang tengah dia rasakan sekarang.

“Tadi gue habis ke dapur. Gue ke atas mau manggil lo untuk sarapan di bawah. Tadi gue udah coba ke kamar lo tapi lo-nya nggak ada, dan ternyata ada di sini,” jelas Adel, seadanya. Dia mencoba membuang rasa gugupnya.

“Lo semaleman nggak tidur sampai pagi, ya?” tanya Qen tiba-tiba.

“Tidur, kok."

“Terus kenapa lo bisa bangun sepagi ini?”

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang