Chapter 10 | Tamat?

113 31 70
                                    

♡Happy Readding♡

^^^

"QEN!"

Adel memegang kening Qen. Mulut gadis itu sudah komat-kamit tidak jelas, tengah membaca surah-surah pendek yang menurut gadis itu bisa menghilangkan setan di tubuh Qen.

Qen yang tadinya sempat terkejut karna keningnya ditahan oleh Adel kini malah menahan tawanya saat menyadari kegiatan yang tengah Adel lakukan. Melihat Adel seperti itu membuat Qen gemas sendiri. Adel sangatlah bodoh, itu tidak perlu diragukan lagi.

"Hei setan, keluarlah kamu dari tubuh masa depan saya! Jangan rasuki dia setan! Ayo keluarlah! HUS!"

Adel menyentak. Qen terjengkang ke belakang dengan kondisi badan yang sekarang berada di atas kursi di depan Adel. Nahas, kursi yang dijatuhi oleh badan Qen malah ikut terjengkang ke belakang bersama dengan tubuh lelaki itu yang masih berada di atasnya. Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah kata-kata yang pas untuk menggambarkan kondisi Qen yang sekarang.

"Qen, lo gapapa, kan?"

Bodoh! Pertanyaan macam apa itu Adel. Sudah jelas Qen baru saja jatuh pasti lelaki itu tidak akan baik-baik saja.

Apa Qen tamat? Pasalnya, lelaki itu tidak bergerak sedikit pun. Mungkinkah jatuh dari kursi bisa menyebabkan nyawa seseorang melayang? Namun, jika dipikir-pikir kalau Tuhan sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin.

Adel semakin panik. Dia takut Qen kenapa-kenapa, tapi gadis itu juga takut untuk mendekat. Siapa tahu, setan yang merasuki Qen masih ada di tubuh lelaki itu?

"Qen..." cicit Adel.

Gadis itu melangkah perlahan dengan selimut yang bertengger di atas bahunya.

Sebisa mungkin Adel menghalau perasaan takutnya. Bagi Adel, Qen lebih penting dari apapun. Sebab, jika lelaki itu tiada siapa yang akan merawatnya? Huh, dasar Adel...

"Qen, bangun. Gue minta maaf, tadi gue cuman mau berusaha ngeluarin jin di tubuh lo. Gue gak berniat mau bunuh lo. Ayo bangun, lo gak boleh mati secepat ini, lo masih harus ngurus gue lebih lama lagi. Kita harus menua bersama, Qen. Kita juga belum jadian, lo gak boleh pergi..."

Apa kata Qen, Adel memang sangat bodoh bukan? Gadis itu mengira Qen sudah mati padahal dia sendiri belum memastikan denyut jantung Qen masih berdetak atau memang sudah berhenti.

Mendengar perkataan Adel yang sama sekali tidak ada istimewa-istimewanya sama sekali membuat Qen membulatkan niatnya untuk tamat sekarang juga. Namun, apalah daya jika takdir berkata lain? Buktinya, ketika Qen membuka kedua matanya bukan surga yang diperlihatkan, melainkan sosok gadis yang paling menyebalkan di hidupnya.

"Qen?"

Adel membulatkan matanya. Gadis itu segera mengusap sudut matanya yang mengeluarkan air mata.

"Maaf, maafin gue."

Niat Qen untuk marah pupus saat melihat Adel menangis. Bahkan, sekarang gadis itu sudah mulai sesenggukan.

Karna tidak mungkin Qen diam saja di atas kursi dengan badan yang terlentang, mau tidak mau lelaki itu berusaha mengangkat tubuhnya sendiri, meskipun terasa sulit. Menunggu Adel untuk membantunya berdiri malah akan membuat punggungnya benar-benar patah.

"Kenapa lo yang nangis?"

Dia menatap Adel frustrasi.

"G-gue takut."

"Gak ada yang perlu lo takutin, gue gak mati. Lo gak perlu merasa takut gak ada orang yang ngurusin lo lagi, karna gue masih hidup."

Tapi Adel benar-benar takut. Bukan apa yang Qen katakan barusan yang menjadi alasan Adel takut. Pernyataan panjang lebar yang saat itu sempat Adel lontarkan sebenarnya hanya sebuah penenang untuk dirinya sendiri. Sejujurnya, saat itu juga di dalam hati Adel tengah diselimuti rasa takut dan khawatir. Dia benar-benar takut terjadi sesuatu pada Qen, karna itu... terlalu menyakitkan.

"Kalo lo nangis kayak gini, air hujannya nanti minder. Udah, berhenti nangisnya, ya?"

Qen mengelus kepala Adel, dia berusaha membuat gadis itu agar mau menghentikan tangisnya.

Qen baru ingat, jika Adel sangat sensitif jika ada sesuatu hal buruk yang menimpa dirinya. Dulu, saat usia mereka sama-sama menginjak usia 11 tahun Qen pernah jatuh dari pohon mangga dan menyebabkan salah satu kakinya patah. Karna kejadian itu Adel sampai menangisi Qen sepanjang malam hingga membuat gadis itu demam tinggi. Meskipun Adel menyebalkan, Qen akui jika Adel sangat peduli dengannya. Gadis itu tidak bisa jika melihatnya celaka, meski sekecil apapun.

"Gue minta maaf. Gue gak tau dorongan gue kuat juga. Gue bener-bener minta maaf," Adel berujar lirih, dengan kepala yang kini sudah menyender di atas bahu Qen.

Seolah sudah melupakan punggungnya yang sempat mencium kasar sebuah kursi, Qen malah memilih mengelus lembut rambut Adel dibanding mengelus punggungnya sendiri yang terasa nyeri.

Lelaki itu berujar, "Gak usah dipikirin lagi. Udah gue maafin."

Adel memejamkan kelopak matanya seraya tersenyum lega. Sementara Qen, dia masih mengelus rambut Adel.

Keduanya terdiam cukup lama. Hanya ada suara guyuran air hujan yang masih berjatuhan, sebelum akhirnya Qen merasakan jantungnya berhenti sejenak saat mendengar suara menakutkan yang berasal dari ambang jendela.

"Mereka romantis banget ya, Bun?" Adam berbisik.

Kinanti mengangguk setuju. Saking terharunya dengan drama malam ini, wanita paruh baya itu berlagak mengusap sudut matanya yang sama sekali tidak mengeluarkan air.

"Udah pakai selimut masih aja acara pelukan. Kayaknya, bener apa kata Adel, mereka emang saling mencintai."

TIDAK!

Qen ingin tamat. Sekarang juga...

^^^

Sebelumnya, aku mau ngucapin terima kasih untuk kalian yang mau baca cerita aku, huhu... makasehh♡

Dari awal, sebenernya cerita ini mau aku buat dengan genre yang ada bau-bau roman komedi gitu ya...

Gak tau sih, dari part 1-10 ini menurut kalian itu lucu apa enggak. Tapi, aku udah berusaha sebisa mungkin supaya cerita ini ada unsur lucu-lucunya gitu wkwk...

Tapi, bukan berarti selamanya cerita ini lucu terus ya. Nanti juga bakal aku kasih yang sad-sad. Tapi itu nanti, kita lucu-lucuan dulu bareng Adel dan Qen. Setelah itu baru masuk konflik haha...

Makannya pantengin terus ya. Dan, jangan lupa ikuti akun aku dan tinggalkan jejak kalian di sini...

Oke :)

See uu🌻

Night
















Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang