Chapter 15 | Sebuah Panggilan

95 31 89
                                    

♡Happy Reading♡

^^^

Habis gelap terbitlah terang. Itulah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan Adel yang sekarang.
Akhirnya, dia bisa terlepas setelah tiga hari terkurung di dalam kamar bersama dengan buku-buku tebal, jangan lupakan juga dengan baju tebal serta selimut tebal yang melilit tubuhnya. Semuanya serba tebal, hanya imannya saja yang tipis. Eh?

Untuk pertama kalinya Adel membenci sakit. Biasanya gadis itu paling suka jika tubuh ringkihnya terserang demam, karna dengan begitu dia tidak perlu pergi ke sekolah. Namun, tidak lagi setelah kejadian tiga hari yang lalu. Di mana, yang seharusnya dilakukan orang sakit adalah istirahat tetapi malah diperintahkan untuk belajar? Ya, Qen mendoktrin gadis itu untuk tetap belajar mengingat Senin depan ternyata PAS akan dilaksanakan.

Setelah kejadian sakral itu Adel sudah bertekad untuk menjaga kesehatannya dengan baik, karna takut-takut dirinya jatuh sakit tetapi Qen malah tetap memerintahnya untuk belajar.

Gadis dengan rambut diikat satu itu menatap sengit lelaki di depannya. Napasnya sudah terengah-engah dengan badan membungkuk dan dua telapak tangan yang menempel pada lutut. Adel menegakkan badannya lalu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

"RAFLI, BALIKIN!"

Setelah berteriak Adel kembali berlari, mengejar Rafli yang terus saja berusaha menghindar dari gadis itu.

Kelas yang semula sepi tiba-tiba menjadi berisik ketika Rafli dengan isengnya mengambil Tupperware berisikan kue cokelat milik Adel. Alhasil, Adel yang sedari awal tengah duduk dan bersenandung riang tiba-tiba mengamuk saat wadah berisikan makanan istimewanya dirampas oleh Rafli. Sekarang, dua remaja itu tengah kejar-kejaran kurang lebih selama lima menit terakhir.

"Rafli, balikin..." rengek Adel.

Adel mengusap pelipisnya yang sudah basah karna keringat. Gadis itu menatap pasrah ke arah Rafli yang tengah cekikikan di atas meja. Ya, posisi Rafli sekarang memang sudah berada di atas meja. Sementara Adel? Gadis itu berdiri di bawah seraya memandang Rafli dengan deru napas yang sudah memburu.

Adel tidak suka berlari-lari, apalagi lari dari kenyataan. Dia tidak biasa berolahraga karna itu sangat melelahkan untuk ukuran gadis lemah sepertinya. Terbukti, baru saja berlari mengitari ruang kelas—yang terbilang tidak luas saja tubuh Adel sudah dibanjiri keringat. Baru lima menit! Itu pun hanya lari-lari kecil...

"Pas Adel nggak masuk, kelasnya kayak kuburan," Dino bersuara. Qen yang mendengar itu terkekeh kecil. Lelaki itu juga tidak menyangkalnya.

Di kelas XI IPA 1 memang terkenal dengan para siswanya yang terbilang ambis. Kelas tersebut juga sangat sering dipuji-puji oleh para guru karna para siswanya yang rajin dan disiplin. Rata-rata siswa di kelas itu mempunyai potensi yang tinggi dalam pencapaian nilai. Hanya ada beberapa siswa saja yang memperoleh nilai di bawah rata-rata, Adel salah satunya. Jadi, saat jam kosong datang kebanyakan dari mereka akan menggunakan waktu tersebut untuk bergelut dengan buku-buku pelajaran.

Namun, beda cerita lagi jika sosok Adel masuk. Jam kosong yang seharusnya bisa digunakan untuk belajar dengan tenang dan tenteram, tetapi malah menjadi berisik kalau Adel sudah mulai bertingkah.

Mereka tidak marah atau bahkan membenci sikap Adel. Justru, mereka merasa senang, karna dengan keberadaan Adel di dalam kelas bisa membuat para siswa lainnya merasa terhibur. Mereka seperti mendapatkan hiburan gratis, terlebih-lebih yang mereka tontoni adalah sosok gadis cantik dengan tingkahnya yang menggemaskan seperti Adel.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang