♡Happy Readding♡
^^^
"Satu hal yang tidak bisa diketahui oleh orang lain selain manusia itu sendiri yaitu, perasaan."
^^^
Brak!Di bawah, sosok Kinanti hanya bisa tercengang beberapa saat kala mendengar suara pintu yang ditutup dengan keras dari arah lantai atas.
Keningnya semakin mengerut, mengingat jika pulang sekolah tadi Qen tidak bersama dengan Adel, ditambah dengan sikap Qen yang terlihat tidak bersahabat. Lagi, dengan apa yang baru saja dia lihat sukses membuat pikiran-pikiran negatif langsung bermunculan di dalam benak Kinanti. Dari sini sudah dapat Kinanti simpulkan, jika anak dan keponakannya tengah bertengkar.
Kinanti menghembuskan napas, sebelum akhirnya memutuskan berjalan menaiki tangga rumahnya.
Di dalam kamar, telapak tangan Qen sudah melekat kuat pada pinggiran kasur. Kedua rahangnya mengeras dengan pandangan lurus.
Qen menggeleng kuat. "Enggak, Qen. Enggak. Lo harus bisa kontrol perasaan lo sendiri." Seusainya lelaki itu mengangguk yakin, kemudian menjatuhkan badannya ke kasur.
^^^
Di atas nakas, sebuah ponsel berulang kali berdering serta menunjukkan sebaris nama yang terpampang jelas di layar ponsel. Si pemilik masih menyelami alam mimpinya, mengabaikan matahari yang sudah terbit dari arah timur.
Hingga bunyi panggilan telepon kembali masuk ke tujuh kalinya, akhirnya sebuah tangan kurus terlihat bergerak untuk mencari-cari letak bunyi benda tersebut, hingga tak lama kemudian benda yang menjadi pengacau tidurnya terjangkau oleh tangannya.
"Hm?" Suara serak terdengar, kemudian langsung disambut oleh helaan napas dari orang di seberang sana.
"Lo baru bangun tidur?" Yang ditanya masih mengerjap-kerjap, mencoba menstabilkan pencahayaan yang menerobos masuk melalu korden. Matanya menyipit karna silau.
"Siapa?"
"Elo lah!"
"Maksudnya ini siapa?"
Hening beberapa saat.
"Punya mata itu makanya dibuka lebar-lebar! Ini gue Ocha, Adel..." Adel menatap layar ponselnya, lantas mengangguk-angguk.
"Oh, kenapa?"
"Astaga, Adel... masih tanya kenapa? Mandi oy, sekolah!"
Tidak ada sahutan. Adel merasakan dunianya berhenti seperkian detik.
Masih mencerna kalimat yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya. Hingga detik ketiga gadis itu akhirnya kembali ke dunia nyata.
Sekolah!
Ponsel di tangan sudah terlempar ke sembarang tempat. Loncat, sosok Adel beranjak dari atas kasur dan buru-buru masuk ke kamar mandi tanpa menghiraukan panggilan telepon Ocha yang belum terputus.
"Kenapa nggak ada yang bangunin gue, coba?"
Mandi? Tidak ada waktu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...