Chapter 46 | Gampangan

56 9 14
                                    

Yang kemarin-kemarin minta double up, maaf ya, baru bisa up lagi hari ini.

♡Happy Reading♡

^^^

Semilir angin berembus dengan tenang, menerpa beberapa helai rambut hitam legam sebahunya yang mampu membuat rambut itu beterbangan hingga menghalau pandangan mata. Meski demikian, tatapan matanya tetap kosong, berlawan dengan otak yang sudah dipenuhi berbagai pemikiran negatif.

Mengabaikan hembusan angin yang menyapanya. Pun, suara gemuruh di sekitar yang mencoba mengusiknya.

Alika bukan gadis bodoh yang tidak sadar akan kondisi yang baru saja terjadi semalam. Di mana, saat sepasang matanya menangkap gelagat aneh dari Qen yang disertai sorot mata yang mengartikan sesuatu yang lain.

Mungkinkah begitu cara Qen memendam perasaannya selama ini? Menggunakan kata 'keluarga' sebagai tipu daya.

Atau, memang lelaki itu yang sebelumnya tidak sadar akan perasaannya?

Dan, kenapa dirinya masih bertahan?

Alika sadar Qen tidak pernah memiliki perasaan padanya. Ungkapan 'ingin menjadi pacar yang lebih baik' yang dulu pernah Qen ucapkan sebenarnya memang telah lelaki itu buktikan. Sejauh ini Qen memang baik dan perhatian, tetapi ... apa itu sudah bisa disebut cinta?

Alika tidak yakin.

"Are you okay?"  Tepukkan dibahu menyadarkan Alika dari lamunannya. Entah sejak kapan sosok Fanya sudah berdiri di sebelah Alika dengan pandangan  cemas.

Saking terkejutnya dengan kedatangan Fanya yang baru disadarinya, membuat Alika sampai lupa memberikan jawaban kepada Fanya hingga membuat gadis itu kembali menepuk pelan bahu Alika.

"Al?"

"Hah? Nggak. Aku baik-baik aja." Alika tersenyum.

"Dari tadi gue panggilin, tapi lo diem aja. Serius nggak apa-apa?"

"Hm, serius." Alika menyengir.

Namun, tidak dengan Fanya yang masih merasa ada sesuatu yang aneh dengan Alika, mengingat  sedari pagi gadis itu juga lebih banyak diam. Padahal, setahu Fanya semalam Alika baru saja pergi berkencan dengan Qen. Bukankah seharusnya Alika lebih terlihat bahagia sekarang?

Atau jangan-jangan mereka...

"Ada masalah sama Qen?" Tatapan Alika berubah terkejut. Dan hal itu membuat Fanya langsung berasumsi jika dugaannya benar.

"Eng–enggak. Lagi pusing mikirin Olimpiade aja."

Fanya mengelus-elus bahu Alika. "Nggak usah terlalu dipikirin gitu. Kalo susah, tinggal minta diajarin Qen lagi. Sekalian pacaran." Fanya terkekeh, sebelum akhirnya memasang tampang serius. "Tapi kenapa Qen nggak ikut Olimpiade juga, ya?" Pertanyaan yang sama yang sudah beberapa kali muncul di dalam benak Alika.

"Qen pemegang rangking dua di kelasnya. Masih ada Ocha, jadi mungkin karna itu dia nggak kepilih."

"Tapi aneh. Qen nggak kepilih tapi kenapa guru nyuruh dia ngajarin lo?"

Atau mungkin, Qen sendiri yang memang tidak mau mengikuti Olimpiade? Alasannya?

Masih menjadi tanda tanya yang mengantre di benak Alika.

^^^

Saat suara bel pulang sekolah berbunyi, satu menit setelahnya para siswa mulai langsung berhamburan keluar dari dalam kelas seperti para tawanan yang baru saja dilepaskan dari tahanan.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang