Lama nggak update ya. Pasti kalian kesel banget sama author satu ini. Sama. Aku juga kesel banget sama dia yang sekarang jadi nggak konsisten banget!
Omelin dia aja, yuk.
Kesel banget nih aku :(
♡Happy Reading♡
^^^
Di banding pergi jalan-jalan ke tempat wisata sebenarnya Adel lebih suka berada di rumah. Tepatnya, di dalam kamar yang sudah dicetuskan menjadi surga duniawinya. Adel adalah tipe gadis yang sederhana. Healing versi gadis itu cukup bergelut dengan buku-buku novel, atau memandangi wajah tampan Qen yang amat sangat mubazir jika disia-siakan begitu saja.
Iya, itu kemarin-kemarin sebelum Adel mempunyai tekad untuk tidak terlalu sering berinteraksi dengan Qen lagi.
“Kalo makannya nanti aja nggak bisa ya, Del?” Ocha menatap Adel jengkel, kemudian memandangi beberapa orang di sekitarnya yang tengah menatap ke arahnya berada. Seketika itu Ocha langsung meringis canggung, menahan malu karna sikap orang yang sedari tadi mengikutinya di belakang.
Adel menggeleng. “Enggak bisa. Kuenya terlalu menggoda.” Tangan gadis itu kembali memasukkan satu potongan kue berukuran kecil ke dalam mulutnya, memilih mengabaikan saran Ocha, sekaligus tatapan aneh dari beberapa pengunjung wisata yang tengah memandanginya.
Jadi tontonan umum? Sudah biasa. Adel sudah kebal itu.
“Tapi malu Adel, lo itu udah remaja.”
Tapi ini kan Adel, gadis yang diprediksi sudah kehilangan urat malunya. Ocha bisa apa?
“Enggak baik juga loh, Del, makan sambil jalan, mana berlepotan lagi.” Ocha menghembuskan napas, matanya menatap sedih ke arah Adel. Yang ditatap terlalu masa bodo, masih sibuk dengan satu boks kue cokelat dan minuman di tangannya.
“Anggep aja gue anak kecil. Atau ... adik lo yang manis?” Adel meringis, menampakkan deretan gigi putihnya.
“Adik gue? Manis? Amit-amit punya adik kayak lo.” Ocha memutuskan percakapan mereka, kemudian melangkah mendahului sosok Adel.
Adel dengan kaki pendeknya terlihat melangkah dengan kesulitan, berusaha untuk mengejar Ocha yang lebih dua langkah di depannya.
“Cha, kita lagi jalan-jalan bukan lari pagi!” Adel menghentikan langkahnya. Napasnya terengah-engah.
Sial! Ini sih namanya bukan Healing, tapi lebih tepatnya joging!
Mendengar itu membuat Ocha ikut menghentikan langkahnya, kemudian membalikkan badan menghadap Adel. Seketika itu Ocha langsung berdecak saat melihat raut wajah kelelahan pada wajah Adel.
Ocha berjalan dua langkah untuk menghampiri Adel. “Gue juga masih waras kali, Del. Mana mungkin di tempat kayak gini lari-lari.” Ocha menggelengkan kepala. Padahal, langkah kakinya sama sekali tidak menunjukkan seperti orang yang tengah berlari.
Tidak perlu diragukan lagi jika Adel memang spesies manusia paling fakir energi.
"Cha, lo ngerasa kita kayak lagi diawasin nggak, sih?" Seketika itu Ocha langsung memandang ke sekelilingnya. Terlalu ramai hingga ia sendiri tidak merasakan apa yang Adel utarakan tadi.
Ocha mengangkat kedua bahunya. "Perasaan lo aja kali."
Iya kah? Adel terdiam sesaat.
Tidak mau pikirannya berkelana gadis itu memilih untuk kembali melangkah dengan beriringan bersama Ocha.
Kepala Adel terangkat. Sepasang mata hitamnya menatap wahana permainan yang tengah berjalan. "Naik Hysteria kayaknya enak deh, Cha."
"Tahun lalu lo naik itu, terus pingsan. Gue nggak mau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...