♡Happy Reading♡
^^^
Qen menatap Adel, memperhatikan tingkah gadis di depannya dengan gelengan kepala dan senyum yang tertahan. Melihat Adel yang sekarang membuat Qen merasa kurang yakin jika gadis itu benar-benar tengah sakit.
“Ngapain?”
Adel menghentikan aktivitasnya sejenak. Dia menatap Qen yang kini sudah duduk di atas kasurnya.
“Elo yang ngapain? Bukannya makan malah gambar-gambar gak jelas.”
Qen kira saat dirinya pergi keluar untuk ke apotek Adel sudah selesai menghabiskan makanannya. Namun ternyata, makanan yang sempat ia bawakan masih utuh.
Adel meletakan buku gambarnya di atas kasur, lantas menatap Qen.
“Perut gue mual. Kalo diisi makanan, penginnya huek-huek gitu.” Kedua pipi gadis itu mengembung ke depan, memperlihatkan raut wajah cemberutnya.
“Lo hamil? Kucing mana yang udah berani nyentuh, lo?”
Qen menatap Adel dramatis. Lelaki itu berniat untuk membuat Adel kesal. Namun realitasnya Qen tidak melihat tanda-tanda kesal di wajah Adel. Melainkan, hanya raut wajah serius dengan kening yang saling berkerut.
“Sejauh ini, cuman elo yang berani nyentuh gue. Atau jangan-jangan... kucingnya elo?”
Adel menunjuk Qen dengan kedua mata yang menatap semangat ke arah lawan bicaranya.
Qen menyesal. Benar-benar menyesal. Ini yang dinamakan senjata makan tuan. Niat Qen untuk berdrama seketika gagal total.
“Lo harus tanggung jawab, Qen. Lo harus nikahin gue. Sekarang!”
Adel tertawa terbahak-bahak. Dia sadar jika tadi Qen hanya ingin mencoba membuatnya kesal. Tapi lihatlah sekarang, justru Qen diam dengan wajah dongkolnya.
^^^
“Makan dulu, Del.”
Entah sudah ke berapa kalinya Qen menyuruh Adel untuk makan. Namun, gadis itu tetap kekeh menolak untuk menerima suapan dari Qen. Inilah salah satu yang membuat Qen tidak suka jika Adel sakit. Jika tengah sakit Adel sangat susah untuk diperintahkan makan, dengan dalih, perutnya terasa mual kalau dimasuki makanan.
Memang umumnya orang sakit seperti itu, yang membedakan dari Adel, dia akan menolak jika diperintahkan untuk makan nasi tapi tidak akan menolak jika yang Qen kasih adalah susu cokelat. Padahal, jelas-jelas susu itu manis jika dimakan dalam kondisi perut yang mual pasti akan bertambah tidak enak. Adel memang unik.
“Makan dulu, ya?” Qen menatap Adel memohon.
Adel terdiam sesaat, lantas mengaguk, “Oke. Tapi, nanti.”
“Kok nanti sih, Del. Sekarang, ya?”
Adel menggeleng. Qen menghela napas, mulai kesal.
“Gue pengin ngegambar dulu, mumpung ada pemandangan indah. Habis itu, baru gue mau makan.”
Qen menatap sekelilingnya. Tidak ada yang indah di ruang kamar Adel, ruang kamar bernuansa biru putih itu terlihat sangat berantakan, mungkin karna pemiliknya tengah sakit. Meskipun Adel manja, tetapi jika urusan kamar gadis itu lebih sering turun tangan untuk memberesi kamarnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...