_Happy Reading_
^^^Sekeliling tampak amat tenang. Di setiap pinggir koridor sekolah hanya ada buku-buku yang dibentang lebar oleh pembacanya. Beberapa dari mereka juga ada yang memilih menuju kantin, dengan dalih mencari suasana belajar yang berbeda padahal nyatanya hanya ingin makan. Perut kosong lebih utama dibanding otak yang tak berisi.
Setiap ruangan sudah terlihat bersih dengan deretan meja serta kursi-kursi yang berjejer rapi. Tidak ada suasana yang lebih damai di banding hari ini. Hari pertama UAS. Karna nantinya, hanya isi otak merekalah yang akan berisik. Memikirkan bagaimana cara memecahkan setiap soal yang ada.
Beberapa dari mereka juga berpendapat, bahwa tidak ada hari yang lebih menegangkan di banding hari pertama UAS. Rasanya seperti berjalan di antara semak-semak belukar. Meskipun kerap menakutkan dan menyulitkan, tetapi kita tetap dituntut untuk terus berjalan hingga akhir.
Terlebih, saat mata menangkap angka-angka dari Matematika di lembar soal ulangan yang seakan memiliki kandungan Karbon Monoksida. Yang mana, semakin lama berbaur dengannya, maka lama kelamaan akan membawa pengaruh pening di kepala. Bukan hanya itu, jam yang telah lama tinggal di dinding juga seakan ikut andil. Meneror dengan jarum panjangnya yang terus berputar tanpa jeda.
"Lima belas menit lagi. AYO, YANG SUDAH SELESAI LANGSUNG KUMPULKAN SAJA LEMBAR JAWABNYA KE DEPAN!"
Adel membasahi kerongkongannya yang terasa kering dengan air ludahnya. Salah satu tangannya bergerak mengusir keringat di kening yang terlihat tidak seberapa. Sementara tangannya yang lain memegang erat lembar jawab yang sudah terisi semuanya.
Gadis itu memasang tampang ragu. Antara ingin maju, tetapi takut mencuri banyak pasang mata—karna menjadi sosok pertama yang mengumpulkan lembar jawab. Sementara sisi lain dari hatinya tersirat rasa ingin menyombongkan diri, jika dia menjadi orang pertama yang sudah menyelesaikan semua soal.
"PAK, ADEL UDAH SELESAI TUH!"
Adel terkesiap. Wajahnya langsung kelimpungan saat sadar kalau seluruh mata di ruangan kini sudah menatap ke arah dirinya. Rakta sialan!
Rakta, lelaki yang mulai hari ini akan menjadi teman semeja Adel —selama satu minggu—itu terkekeh kecil, merasa menang karna telah membuat teman sebangkunya panik.
"Lo tuh nggak bisa ya, nggak usah ember?" Adel menatap Rakta jengkel.
Rumor tentang Rakta—Si Ketua Eskul Basket—yang banyak dibicarakan karna resenya tidak ada obatnya ternyata memang benar adanya. Adel saja baru tahu fakta itu tadi pagi dari cerita Ocha yang dia raup ke dalam otaknya.
Dia tidak terlalu paham ada berapa banyak murid laki-laki famous di sekolahnya, hingga lagi-lagi, dua semester ini—tanpa Adel sadari sebelumnya—dia selalu ditakdirkan satu meja dengan para Most Wanted sekolahnya.
Jadi, dia harus menganggapnya sebuah rezeki atau malah musibah?
"Gue cuman mau bantu sedikit pekerjaan Pak Haga biar cepet kelar." Rakta tersenyum nakal, membuat gigi gingsulnya muncul dari balik bibir. Tangan kanan lelaki itu bergerak, memainkan pulpen yang terapit di antara sela-sela jari jemarinya.
"ADEL, SUDAH SELESAI?"
Mau tidak mau Adel membawa tubuhnya menjauhi meja. Berjalan pelan ke depan, seiring dengan telinganya yang tak luput dari desas-desus beberapa mulut sampah di sekitarnya.
Mereka membicarakan dirinya. Sudah biasa.
Dan itu terasa memuakkan.
^^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...