Chapter 14 | Nasib

104 28 103
                                    

♡Happy Reading♡

^^^

Qen menatap ketiga orang di depannya secara bergantian, lantas berdecak saat menyadari orang-orang di hadapannya itu tengah memandangnya dengan sorot mata mengidentifikasi.

Entah kenapa Qen merasa malu karna kejadian di kamar tadi. Berbeda dengan Adel yang kini tengah duduk anteng dengan mulut yang tidak henti-hentinya menyeruput susu kotak yang sempat dibawakan oleh Ocha. Gadis itu seolah telah melupakan kejadian beberapa menit yang lalu. 

Qen berdehem, mencoba menetralkan mimik wajahnya yang semula canggung menjadi seperti biasa lagi. 

“Kalian, mau ngapain ke sini?” tanyanya, basa-basi.

Qen bingung. Dia tidak tau harus memulai topik pembicaraan seperti apa? Dan pada akhirnya pertanyaan itulah yang keluar begitu saja dari mulutnya.

“Apalagi kalau bukan jenguk Adel,” Dino menyahut.

“Tapi, Adel kayaknya udah sembuh deh.” Ocha melirik sekilas Adel yang tengah sibuk mengocok-ngocok susu kotaknya yang terlihat sudah hampir habis.

“Malah, gue nggak yakin kalo Adel sakit,” Rafli ikut menimpali.

“Hm, gue emang nggak sakit. Yang sakit kan, cuman elo.”

Setelah mengatakan itu dengan santainya tangan Adel bergerak kembali untuk mengamit susu kotak di atas meja, dan mengabaikan suara dengusan Rafli yang sangat kentara.

“Jangan minum susu kebanyakan, Del! Nanti perutnya mual,” Qen memperingati.

“Gue haus.”

“Air putih banyak.”

“Nggak ada rasanya. Hambar, kayak hidup.”

Qen tidak menanggapi lagi, dia hanya menggelengkan kepala.

Btw, gue nggak sakit, ya, Del!”

“Emang, tadi gue ngomong apa?” tanya Adel, dengan raut wajah tenang. Gadis itu benar-benar lupa dengan percakapan terakhirnya bersama Rafli tadi.

Selain Adel dan Rafli, orang-orang di ruangan itu tengah menahan tawa saat melihat Rafli yang tampak kesal karna Adel. Namun, lucunya lagi gadis yang telah membuat Rafli kesal bersikap seolah tidak menyadari jika telah membuat orang naik pitam.

“Niat gue ke sini baik lho, Del. Gue pengin jenguk lo.”

“Hm, gue tau. Tapi, jenguk doang, nih? Nggak ada buah tangannya sekalian, gitu?” tanya Adel, seraya menghentikan sesaat aktivitasnya menyeruput susu.

“Lo kalo dibaikin malah tambah ngelunjak ya, Del!”

Rafli menghela napas. Sampai sekarang dia masih merasa bingung mengapa Qen masih bisa tahan hidup bersama gadis seperti Adel.

Rafli melirik Qen, “Gue panas nih, Qen. Pengin yang seger-seger.”

“Di luar banyak angin.”

“Minum Qen, minum! Astaga, nggak peka banget ada tamu boro-boro dibuatin minum!"

“Ambil sendiri. Biasanya juga suka nggak tahu diri di rumah orang.” Suara Dino yang tiba-tiba menyahut membuat Rafli semakin mendengus kesal.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang