Chapter 4 | Bolos

157 55 109
                                    

♡Happy Reading♡

^^^

"Adel, marah, ya?"

Qen tidak menjawab. Dia hanya menatap sekilas Alika dengan senyum kecil.

Alika dapat mengerti. Gadis itu bisa melihat ada gurat cemas di kedua sorot mata Qen yang tertutup dengan wajah yang dibuat setenang mungkin.

"Kamu, takut banget kalo Adel marah, ya?" tebak Alika.

"Banget."

Qen menghembuskan napas berat. Bisa-bisanya ia melupakan keberadaan Adel di dalam UKS. Seharusnya Qen senang Adel mendengar semua percakapannya dengan Alika, karna dengan begitu Adel bisa segera berhenti menyukainya. Namun, Qen khawatir jika hal itu membuat Adel malah bersikap kekanak-kanakan.

"Kenapa bisa gitu?"

"Ada tiga hal yang gue takutin di dunia ini. Tuhan, orang tua dan terakhir... Adel," terang Qen, mengabaikan pertanyaan Alika.

Alika memilih diam. Dia semakin penasaran dengan penjelasan Qen yang selanjutnya. Alika bukan gadis yang mudah cemburuan. Terkecuali, jika sudah melewati batas. Itulah salah satu hal yang membuat Qen takjub dengan sifat Alika.

"Marahnya Adel itu bagi gue, tanda bahaya..." Qen menjeda kalimatnya sesaat sebelum kembali bersuara, "Dia, kalo lagi marah sama gue pasti bakal bolos sekolah, gak mau belajar dan gak mau makan. Dan itu malah buat gue takut. Takut Adel kena masalah sama guru, takut Adel jadi tambah males, dan takut Adel jadi sakit. Karna, gue juga yang bakal kena marah sama nyokap," jelas Qen panjang lebar.

Kemudian, ingatan lelaki itu kembali kepada kejadian dua tahun lalu, yaitu saat Adel bolos sekolah sampai hampir lima kali dalam seminggu, mogok belajar dan mogok makan selama dua hari. Penyebabnya sepele, hanya gara-gara Qen memilih pergi malam minggu dengan pacarnya dan Adel marah akan hal itu.

Adel mendapatkan surat panggilan dari sekolahnya untuk wali murid. Dan parahnya lagi, Adel jatuh sakit hampir dua minggu lamanya akibat magnya kambuh. Karna kejadian itu uang bulanan Qen dipotong separuhnya oleh Bundanya. Dan ya, Qen juga memutuskan pacarnya yang baru satu bulan lebih menjalin hubungan dengannya.

Alika sekarang mengerti mengapa Qen begitu memperhatikan Adel. Ternyata, karna memang yang dilakukan Qen hanya semata-mata atas dasar perintah orang tuanya. Namun, kenapa orang tua Qen sebegitu perhatiannya kepada Adel? Lantas, dimana orang tua Adel?

"Nyokap, dulu pengin banget punya anak perempuan. Katanya, supaya punya anak sepasang."

Alika menutup mulut rapat, dia merasa Qen seolah bisa tahu isi kepalanya sekarang.

"Jadi, gak heran kalo nyokap selalu nyuruh gue supaya terus jagain Adel. Walaupun kayak gitu, sebenernya gue juga sayang sama dia. Gue udah anggap dia kayak adik gue sendiri."

Untuk pertama kalinya Alika mendengar Qen berbicara dengannya panjang lebar seperti sekarang. Biasanya, lelaki itu hanya mengeluarkan suara seperlunya saja. Namun, kali ini beda. Dalam hati Alik mengucap syukur. Ternyata menjadi pacar seorang Adlar Qennan tidak seburuk yang ia tahu dari beberapa orang di sekitarnya.

"Tapi Qen," Alika membuka suara. Qen menoleh ke arah pemilik suara itu. "bukannya, sayang Adel ke kamu bukan rasa sayang seorang adik ke kakaknya?"

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang