Hay kalian?
♡Happy Reading♡
^^^
Sepasang mata lelaki itu menatap jengah sosok gadis yang hingga sampai saat ini masih tertidur dengan berbalut selimut tebal. Entah sudah berapa kali dia berteriak guna membangunkan gadis itu. Rasanya, kerongkongannya akan semakin mengering jika ia gunakan untuk berteriak sekali lagi.
Melangkah. Dengan terpaksa lelaki itu berjalan mendekati sisi ranjang. Memang sudah menjadi rutinitasnya, tetapi dia tetap merasa lelah jika setiap hari membangunkan manusia tidak tahu diri seperti gadis di hadapannya sekarang.
“Del...”
Tidak ada sahutan. Qen menatap lamat-lamat gadis di hadapannya, hingga lelaki itu menemukan sesuatu yang mengganjal.
“Demam?” Qen membeo. Lelaki itu segera menarik tangannya kembali dari atas dahi Adel.
Qen terdiam cukup lama. Pikirannya langsung merujuk kepada kejadian semalam, yang kemungkinan besar menjadi penyebab Adel sakit.
Pada malam itu. Setelah drama tangis-tangisan hingga acara berpelukan, Adel ketiduran di atas bahu Qen cukup lama. Qen yang menyadari itu merasa tidak tega jika harus membangunkan Adel. Pada akhirnya lelaki itu menggendong Adel dan membawanya masuk ke dalam kamar sebelum keduanya membeku karna terlalu lama di luar.
“Adel belum bangun juga, Qen?”
Itu suara Kinanti. Qen berbalik dan langsung disuguhi sosok Bundanya yang kini tengah berjalan mendekat ke arahnya.
Qen menatap Kinanti takut, sebelum akhirnya lelaki itu bersuara lirih, “Adel sakit, Bun.”
“APA? SAKIT? KOK BISA?”
Qen berdesis. Suara Kinanti nyaris membuat gendang telinga Qen seperti akan pecah.
“Mungkin, karna semalam duduk di luar, Bun. Jadi masuk angin.” Qen beralibi, lantas mengulum bibirnya ke dalam.
“Lagian kamu Qen, udah tau semalam hujan terus dingin, kenapa kamu engga suruh Adel masuk. Kenapa juga malah peluk-pelukan di luar. Emangnya gak bisa gitu pelukan di dalam aja?” Kinanti menatap Qen garang.
Lelaki itu sudah menduga ini akan terjadi. Tapi, kenapa Bundanya harus membahas masalah pelukan? Qen sudah tidak tahu lagi jalan pikiran orang-orang di rumahnya. Jika boleh membanggakan diri, Qen pikir mungkin hanya ia satu-satunya orang yang masih waras di rumah ini.
“Tante, udah, jangan marahin Qen terus.”
Kedua manik layu milik Adel menatap sepasang anak dan Ibu di hadapannya. Dia merasa tidak tega melihat raut wajah tertekan milik Qen.
Qen menatap Adel terharu karna telah membelanya. Untung Adel terbangun, jika tidak entah omelan macam apalagi yang akan dia terima dari Bundanya.
“Kasihan Qen, Tan. Dia kelihatan stres banget. Kalo Qen bunuh diri karna stres nanti siapa yang bakal jagain Adel?” lanjutnya, yang sontak membuat Qen segera membuang rasa harunya secepat mungkin.
“Benar juga.” Kinanti membenarkan. Qen semakin melongo.
Dia juga tidak mau merawat Adel, bisa-bisa darah tingginya naik kalau disuruh untuk merawat Adel setiap hari. Kinanti masih ingin hidup lebih lama lagi. Hanya Qen yang bisa merawat Adel, karna di rumah ini hanya lelaki itu yang mempunyai kesabaran super ekstra.
“Yaudah, maafin Bunda ya, Qen?”
Qen hanya mengaguk. Perasaannya mulai tidak enak saat Bundanya berbicara lembut seperti barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...