♡Happy Reading♡^^^
“Matahariku tengah redup. Dia tertutup kabut hitam yang menyembunyikan sebuah kesedihan.”
Hampir setengah jam. Gadis yang sedari tadi mengganggu pikirannya sudah menghilang dari jangkauan Qen selama itu. Ruang kelas sudah bersih, semua siswa sudah kembali duduk ke kursi masing-masing. Kini, yang mereka lakukan adalah menunggu guru datang untuk membagikan kartu PAS.Untuk ketujuh kalinya, Qen kembali mengecek ponsel berwarna hitamnya. Masih sama, tidak ada notifikasi apapun di layar ponselnya. Terkecuali, notifikasi pesan yang dia dapatkan dari operator—satu jam lalu—yang sama sekali enggan untuk dibuka. Qen menghela napas.
Helaan napas Qen yang lagi-lagi terdengar mengusik telinga Dino. Lelaki itu menggelengkan kepala.
“Coba lo samperin aja, siapa tahu Adel ketiduran di kantin,” ujar Dino, seolah tahu apa yang sedari tadi mengusik pikiran Qen.
Tanpa berpikir lagi Qen mengaguk pelan. “Gue keluar dulu.”
Lelaki jangkung itu berdiri dari atas kursinya lalu beranjak pergi dari ruang kelas.
“Qen?”
Langkah kaki Qen terhenti. Lelaki itu menatap orang yang hendak berpapasan dengannya di depan pintu.
“Kenapa?” Qen bertanya, nadanya terdengar dingin di telinga gadis itu.
Gadis itu masih diam. Qen menatap orang di depannya yang terlihat tengah mengatur napasnya. Mungkin, akibat berlari, pikir Qen. Namun, kenapa?
“I–itu, cuman mau ngasih tau kalo Adel tadi pingsan di kantin.”
Satu detik setelah kalimat itu masuk ke dalam telinga Qen, lelaki itu langsung berlari begitu saja tanpa terlebih dahulu bertanya apa akibat Adel bisa pingsan.
^^^
Qen sudah sampai di depan ruang UKS. Dia segera membuka pintu UKS sedikit kasar, menimbulkan suara benturan yang terdengar oleh sendirinya saat pintu tersebut menyentuh tembok.
Qen melangkah cepat hingga membuat lelaki itu sampai pada tujuannya, brankar tempat Adel terbaring. Lelaki itu sudah berdiri di depan Adel, menatap gadis yang berhasil membuatnya panik dengan sorot mata heran.
“Qen?”
Adel terkejut. Kedatangan Qen yang sangat tiba-tiba membuat gadis itu segera menghentikan tawanya.
“Katanya, lo pingsan.” Qen masih menatap Adel, napasnya terengah-engah.
Lelaki yang tengah duduk di kursi samping brankar Adel, berdiri. Dia terkekeh kecil, menimbulkan kebingungan yang tercetak jelas di raut wajah Qen.
“Adel emang tadi pingsan, tapi cuman pura-pura.” Lelaki itu menggelengkan kepala, tidak habis pikir. “Gue udah capek-capek gendong dia ternyata cuman akting doang,” lanjutnya.
Tangan lelaki itu bergerak, lantas mendarat di puncak kepala Adel, menepuk-nepuknya pelan. “Gue cabut dulu. Tatapan sepupu lo nyeremin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...