Chapter 53 | Terlambat

73 6 9
                                    

Aku lagi rajin update karna emang lagi free time banget, soalnya masih di rumah dan belum mulai kerja lagi.

Siap-siap emosi di part ini🔥

_Happy Reading_

^^^

"Aku terlalu terlambat untuk mengakui perasaan ini. Hingga saat aku tersadar, hanya ada kenyataan yang menyisahkan penyesalan."

^^^

Sebuah album foto berukuran kecil dengan sampul biru muda dan corak awan putih itu masih terlihat bagus. Qen menyimpannya dengan baik. Entah kapan terakhir kalinya dia membuka album foto itu, yang lelaki itu ingat, dia selalu membukanya ketika merasa rindu dengan masa-masa kecilnya hingga beranjak remaja seperti sekarang. Di sana, semua moment ulang tahunnya selalu terabadikan di dalamnya.

Sepuluh tahun sudah album foto itu menjadi satu-satunya barang yang masih menjaga kenangan masa kecilnya. Qen ingat, album itu dia dapatkan ketika ulang tahunnya ke-7 tahun. Qen mendapatkannya langsung dari Adel yang meminta tolong kepada Kinanti untuk membelikannya dengan uang tabungan gadis itu. Dan, semenjak itu Qen selalu menyimpan setiap moment indah kebersamaannya dengan Adel.

"Albumnya cuman boleh diisi foto kita berdua aja," kata Adel kecil sepuluh tahun silam, yang kemudian langsung diangguki oleh Qen.

Foto pertama yang terselip di sana adalah foto kecil mereka berdua, foto yang terlihat manis karna dipotret candid saat Qen dan Adel hendak meniup lilin ulang tahun mereka dengan bersamaan.

Qen rindu kebersamaan itu. Dia rindu saat-saat menghadapi sikap manja Adel, sikap kekanak-kanakan Adel, serta sikap keras kepala gadis itu. Jika waktu bisa diputar, dia ingin kembali pada usia 7 tahun. Di mana, hanya ada Qen kecil yang berusaha menjaga adik sepupunya dengan baik, tanpa mengenal akan perasaan cinta seperti yang dirasakan oleh orang dewasa kepada lawan jenis.

Bukan maksud Qen menyesali tentang perasaannya kepada Adel. Sama sekali tidak. Hanya saja, seharusnya dia lebih pintar mencegahnya untuk tidak merasakan perasaan itu hadir. Karna dia tahu, semua itu pasti akan mustahil untuk bersatu.

Namun, bukankah rasa cinta akan selalu datang tanpa diminta? Lantas, kita bisa apa?

Menerima, dan mengejarnya?

Akan tetapi, Qen rasa dia terlambat. Langkah kaki yang dia kira bisa menjangkau Adel ternyata tidak sampai. Ada langkah kaki lain yang kini sudah membersamai gadis itu. Dia mau apa? Mengejar dan merebutnya secara paksa? Apa dengan begitu Adel akan bersedia untuk melangkah bersamanya?

"Jadi, lo mutusin Alika karna Adel?"

Saat pertanyaan itu terlempar ke arahnya, Qen yang saat itu tengah duduk di kursi belajar langsung mendongak, menatap Rafli yang tengah tengkurap di atas kasurnya, dan beralih menatap Dino yang tengah memainkan gitar di atas sofa.

"Lo mutusin Alika dan berniat berpaling ke Adel, tapi malah lo gagal. Secara nggak langsung lo kehilangan dua orang dalam waktu yang bersamaan nggak, sih?" Rafli menggeleng miris.

Qen sudah menceritakan semuanya kepada Rafli dan Dino saat dua orang itu datang ke rumahnya. Dimulai dari Qen yang kemarin memutuskan hubungannya dengan Alika, dan berniat untuk menemui Adel untuk menjelaskan tentang perasaannya selama ini kepada gadis. Namun, niat itu malah berantakan saat tahu jika Adel telah menjalin hubungan dengan Ardhan. Nahasnya, tepat di hari Qen ingin mengungkapkan perasaannya juga kepada Adel.

"Enggak juga sih. Seperti yang gue omongin tadi, gue nggak ada rasa sama Alika. Dan, emang lebih baiknya kita udahan aja. Gue nggak mau buat dia berekspetasi lebih tentang hubungannya sama gue. Jadi, ya gitu..."

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang