Chapter 48 | Tanda Tanya

59 7 10
                                    

Hii, aku balik lagi!!

Lama ya, nggak update cerita ini huhuu...
Maaf banget karna emang lagi sibuk-sibuknya, dan sering banget lembur di kantor sampe jam 12 malem.

Dan nggak lupa, aku ucapin makasih untuk kalian yang masih setia buat nunggu cerita ini update. Makasih bangettt. Sayang kalian♡

____

"Begitu banyak kebaikan yang kamu tabur dalam hari-hariku, hingga kemudian kamu berhasil membuatku jatuh. Namun nahasnya, sesaat aku menyadari satu hal. Jika ... itu bukan cinta, tetapi kebaikan semata.

Jadi, mana yang pantas aku salahkan? Hati yang tak tahu diri ini? Atau kebaikan kamu itu?

____

"Minggir!"

Tubuh yang baru saja didorong masih tak bergeming, hanya berdiri di depan pintu dengan tatapan yang mengarah kepada wajah milik sosok gadis di hadapannya.

Pagi ini, hanya ada raut wajah cemas dan bersalah yang terpatri di wajah sosok jangkung yang masih berdiri di depan pintu.

"Lo budek? Minggir! Gue mau lewat, Qen!" Bibir tipis yang tampak pucat membuat Qen semakin marah. Tepatnya,
marah kepada dirinya sendiri kala menyadari kondisi Adel yang jauh dari kata baik.

Gadis itu sakit.

"Lo sakit. Nggak perlu ke sekolah."

Lelaki itu menelan ludahnya. Rasa sesal dan salah atas apa yang terjadi semalam semakin memerangi Qen. Adel pingsan, dia tidak tahu. Adel sakit, dia malah memarahi gadis itu.

Kedua kpalan tangannya semakin erat, membuat otot-otot tangannya tampak terukir lebih jelas.

"Gue yang sakit. Apa peduli lo?"

"Untuk kali ini aja, tolong ... nurut ya Del? Nggak usah berangkat sekolah dulu," perintah Qen, dengan nada suara yang terdengar sangat lembut.

Adel terkekeh kecil, tatapannya menatap lurus ke arah sorot mata Qen yang tidak bisa menyembunyikan tatapan khawatir terhadap dirinya. Adel tahu Qen cemas, tapi untuk kali ini dia benar-benar jengah jika harus lebih lama berhadapan dengan lelaki itu. Terlebih, jika ia mengingat kembali kadian sialan malam tadi.

"Kenapa gue harus nurut sama lo?" tanyanya dengan salah satu sudut alis yang terangkat, dan ... tampak sinis di mata Qen.

"Oh iya, gue lupa. Gue kan numpang di rumah lo, jadi gue harus selalu nurut sama tuan ruamahnya. Iya, kan? Itu yang selalu lo mau? Tapi nggak lagi. Hari ini gue mau pindah, jadi gue nggak-"

Ucapan Adel terputus oleh sendirinya ketika tubuh rampingnya ditarik begitu saja ke dalam dekapan Qen. Sangat erat hingga membuat Adel menahan napasnya sesaat.

Kedua mata Adel melebar disertai dengan tubuhnya yang menegang. Adel dapat merasakan bunyi jantungnya yang berdetak kencang.

"Bunda pernah cerita, setiap kali Bunda lagi marah sama Ayah, Ayah langsung kasih pelukan ke Bunda," jelas Qen, yang saat itu terdengar tepat di telinga Adel.

"Katanya ini ampuh," imbuh lelaki itu.

Bolehkah Adel kembali berharap? Pelukan hangat yang tanpa diminta membuat hatinya porak-porandah. Benteng yang dia bangun sedemikian apik selalu saja mudah roboh kala sikap hangat Qen mendatanginya. Padahal ... dia tahu dan sadar jika sikap Qen sebatas rasa peduli, bukan karna rasa cinta yang selalu ia harapkan.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang