♡Happy Readding♡
^^^
"Seni dari menyiksa diri sendiri ... berusaha terlihat tidak peduli, padahal hati menjerit tanpa henti."
^^^
Di atas kasur tubuh mungil Adel meringkuk saat merasakan hembusan angin yang mulai menyapu bagian tubuhnya yang tidak tertutup kain. Sepasang kelopak matanya masih terpejam. Tidak lama kemudian tangannya terlihat bergerak untuk membenarkan selimut agar bisa menutupi tubuhnya kembali. Dingin.
Dalam keadaan mata yang masih terpejam, indra pendengaran Adel mulai menyadari sesuatu yang berjatuhan. Hujan.
Adel paling tidak bisa tidur dalam keadaan kedinginan. Adel suka hujan dan angin, tetapi terkadang gadis itu tidak suka kedinginan.
Selimut yang semula menutupi sampai bagian dada kini sudah tersingkap. Mata sayu Adel menatap ke arah jendela yang sejak pagi memang belum dia tutup. Pantas tubuhnya kedinginan.
Setelah berjalan satu langkah ke arah jendela dan menutupnya, Adel beralih menatap jam beker yang tergeletak di atas nakas.
Pukul 18:09?
Adel mendesah. Sudah menjelang malam, dan Adel baru menyadari jika dirinya belum mandi!
“Kenapa nggak ada yang bangunin gue, sih?”
Adel mencebikkan bibir tipisnya. Gadis itu lalu berjalan ke arah cermin dan memperhatikan penampilannya yang sekarang.
Rambut kusut, dan wajah pucat khasnya. Penampilannya setelah bangun tidur tidak terlalu buruk dan masih enak untuk dipandang.
“Tidur sore ternyata nggak enak. Bikin kepala puyeng.”
Setelah menggerutu gadis itu memijit pelipisnya pelan, kemudian menyeret kedua kakinya ke arah kamar mandi untuk segera membersihkan diri.
Gosok gigi, dan cuci muka. Itu sudah cukup bagi Adel.
^^^
Di depan cermin kedua tangan Adel menangkup sepasang pipinya sendiri. “Ternyata gue cantik banget, ya? Untung muka gue lebih mirip Ibu, coba aja kalo mirip...”
Adel menggelengkan kepala. Dia memutuskan tidak melanjutkan ucapannya sendiri.
Jika dirasa-rasa, Adel itu merasa terlalu kaku saat mulutnya hendak menyebutkan nama Ayah. Mungkin, karna memang sebutan Ayah sudah lama tidak keluar dari mulut gadis itu. Adel sendiri pun sudah lupa kapan terakhir kalinya dia menyebut kalimat itu.
Setelah selesai menyisir rambutnya, Adel terdiam cukup lama. Ingatannya tiba-tiba kembali memikirkan sosok Qen. Jika Adel tidak lupa seharian ini ia hanya bertemu dengan Qen satu kali saat mereka sarapan bersama di ruang makan, setelah itu Qen berpamitan kepada Kinanti untuk pergi ke Cafe milik Dino. Dan itu memang sudah berulang kali terjadi pada beberapa hari ini.
Ting!
Suara pesan masuk yang terdengar dari ponsel Adel membuat dia berjalan ke arah nakas, kemudian mengambil ponsel tersebut untuk melihat siapa, dan apa isi dari pesan tersebut.
|Tante nggak pulang malem ini. Tadi Tante udah hubungin Qen juga kok.
|Niatnya mau pulang, tapi kehabisan tiket kereta.
|Jangan lupa makan ya Del.
Seketika itu Adel teringat jika tadi pagi setelah kepergian Qen, Kinanti juga mendadak harus pergi untuk menjenguk teman satu kuliahnya dulu yang kabarnya baru saja mengalami kecelakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...