Tadinya mau aku up besok, tapi tangan udah gatel pengin up malem ini. Yaudahlah, jadinya, besok nggak perlu up lagi kan ya, xixi...
♡Happy Reading♡
^^^
“Ibu, Ibu, lihat deh, gambaran Adel dinilai seratus sama Bu guru. Katanya, gambaran Adel paling bagus di kelas, Bu.” Tangan Adel mengulurkan sebuah buku gambar ke arah Ibunya.
Asma—Ibu Adel—yang tengah menyetir mobil hanya menatap sekilas gambaran yang disodorkan ke arahnya. Dia pikir, akan melihat gambaran itu lebih lama lagi jika nanti sudah sampai ke rumahnya saja agar tidak mengganggu fokus menyetirnya.
“Anak Ibu emang pintar.” Tangan Asma terulur, membelai rambut Adel.
Adel mendekatkan tangannya ke arah perut yang terlihat besar milik Ibunya. Gadis itu tersenyum manis. “Halo calon adik. Lihat nih gambaran kakak, bagus banget lho. Kamu pasti pengin lihat juga, kan? Kamu kapan keluar dari dalam perut Ibu? Jangan kelamaan keluarnya, ya. Kasihan Ibu, dia pasti keberatan bawa kamu kemana-mana.” Mendengar itu membuat tangan Asma kembali membelai puncak kepala Adel, merasa gemas dengan apa yang dikatakan putrinya barusan.
“Kamu tahu, kamu itu adalah adik yang paling beruntung di dunia ini karna punya kakak kayak aku. Udah cantik, pinter, baik hati, dan gemar berbagi. Terus, pintar menggambar lagi! Beruntung banget kan, tuh?” Adel kecil terkikih geli setelah berhasil menyombongkan diri kepada calon adiknya yang belum lahir. Gadis kecil itu kemudian kembali memasukkan bukunya ke dalam tas sekolah.
Asma tersenyum. Dia beralih melirik Adel sesaat. Putrinya sudah sibuk menggeledahi beberapa paperbag yang tergeletak di dalam mobil. Dia mengerti apa yang tengah Peri Kecilnya itu cari.
“Yang warna putih baru isinya kue, Del.”
“Ibu nggak ngomong. Jadinya, Adel berantakin semuanya kan, tuh.”
“Salah siapa nggak tanya Ibu dulu?”
“Iya, iya, Adel salah.”
Adel sudah sibuk memakan kue cokelat yang dibeli Ibunya sebelum pergi menjemput gadis kecil itu di sekolah.
Perjalanan mereka menuju rumah semula lancar. Namun, tiba-tiba saja berubah saat Adel merasakan jika mobil yang dinaikinya berjalan semakin cepat.
“Bu, Adel rasa kok mobil ini jalannya cepet banget, ya, Bu.”
Bukan hanya Adel, Asma juga merasakan hal itu sedari tadi. Sejujurnya, sedari tadi hatinya sudah merasa cemas saat beberapa kali menginjak rem tetapi sama sekali tidak mengurangi laju mobil yang semakin berjalan cepat.
Apa rem mobilnya blong?
“Bu, Adel takut. Jangan cepet-cepet bawa mobilnya.” Gadis itu mengeratkan pegangannya pada sabuk pengaman. Kue di tangannya sudah beralih di atas pangkuannya.
“Iya, sayang. Maafin Ibu ya. Adel merem aja, ya? Supaya nggak terlalu takut.”
Adel menurut. Tetapi gadis itu masih tidak bisa untuk tidak bersuara. “Tapi kenapa Ibu bawa mobilnya cepet banget?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...