♡Happy Reading♡
^^^
"Jika mencintaimu sesakit ini. Mungkin, melupakanmu adalah suatu penderitaan yang akan aku lalui di kemudian hari."
^^^
“Berisik!”
Bunyi musik yang berasal dari radio di dalam mobil berhenti mengalun saat telunjuk tangan Qen bergerak untuk menekan tombol Of. Lelaki itu langsung menyalakan mesin mobilnya, lalu membawa mobil putih miliknya meninggalkan pekarangan rumah.
Sementara Adel, gadis yang semula tengah bersenandung seraya memejamkan mata seketika langsung menengok, memandang Qen yang baru saja memasuki mobil lalu mematikan radio begitu saja.
“Padahal itu lagu mellow.”
Meskipun telah mengeluarkan pendapatnya, Adel memilih mengalah. Dia mengeluarkan earphone di dalam tasnya lalu menyambungkannya pada ponsel.
Adel kembali mendengarkan musik. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala pelan seraya kembali bersenandung lirih, mencoba untuk menikmati musik yang berasal dari ponselnya.
“Eh, kok dicopot?” Adel menoleh saat earphone yang terpasang di sebelah telinganya tiba-tiba ditarik oleh Qen.
“Nggak usah dipakai lagi.”
“Kenapa? Tetap berisik, ya? Lo kedengaran?”
CIT!
Qen mendadak menginjak pedal remnya. Lelaki itu menatap tajam Adel, tangannya lantas bergerak untuk melepas salah satu earphone yang masih menggantung di telinga Adel.
Adel terkesiap. Sepasang matanya mengerjap-kerjap karna terkejut dengan yang dilakukan Qen secara mendadak.
“L–lo ke–kenapa?” Suara Adel terdengar terbata-bata.
“Elo yang kenapa! Setelah apa yang lo omongin tadi lo malah bersikap seolah nggak ada apa-apa?”
“Emang gue ngomong apaan?”
“Maksud lo apa ngomong kayak tadi ke Bunda dan Ayah?” Bukannya menjawab, Qen malah balik melemparkan pertanyaan kepada Adel.
“Ouh, itu.” Ucapan Adel yang terdengar tanpa beban membuat Qen menjadi kesal.
Lelaki itu memegang kedua bahu Adel, hingga membuat mereka saling berhadapan. “Ouh, itu? Lo sadar nggak sih apa akibatnya lo ngomong kayak gitu ke mereka?” tanya Qen, dengan nada yang sedikit meninggi.
“Gue cuman ngomong apa yang ada di pikiran gue.” Adel membuang wajah ke arah lain.
Di sisi lain, Qen memejamkan matanya sesaat, mencoba untuk mengontrol diri agar amarahnya tidak meluak. Dia tidak mau sampai membuat Adel ketakutan. Meski terlihat kuat, sebenarnya Adel merupakan gadis yang sangat lemah saat dibentak. Qen tidak mau kejadian saat sepulang dari bandara terulang lagi.
“Tapi seenggaknya, sebelum ngomong pikirin dulu akibatnya Adel.”
“Emang kenapa sama omongan gue yang mau pindah rumah?” Gadis itu menatap Qen dengan ekspresi yang seolah memang tidak tahu apa yang terjadi setelah meninggalkan ruang makan.
“Karna lo ngomong kayak tadi Bunda sama Ayah nyalahin gue. Mereka nggak setuju sama rencana lo itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...