♡Happy Reading♡
^^^
Percayalah, hal yang paling tidak disukai oleh kebanyakan orang adalah terjebak dalam keheningan bersama dengan seseorang dalam satu tempat yang sama.
Canggung. Satu kata itu mungkin sangat jarang dirasakan oleh Qen jika tengah bersama dengan Adel, karna biasanya gadis itu yang paling banyak berceloteh panjang lebar—mencairkan suasana—membicarakan hal-hal yang sama sekali tidak penting hingga terkadang sampai membuat Qen terpaksa memasang earphone–nya. Namun, saat hal-hal yang demikian tengah Qen harapkan, tetapi malah tidak ditunjukkan oleh Adel.
Selama perjalanan menuju pulang hanya hening yang mendominasi di dalam mobil. Sejak perkataan terakhir yang Adel ucapkan, gadis itu tidak lagi membuka suara secuil pun. Adel hanya diam dengan wajah menghadap ke luar jendela bersama dengan pandangannya yang fokus menatap jalanan yang sudah dipadati oleh kendaraan. Sesekali Adel mengangkat pandangannya, menatap langit-langit jingga yang perlahan-lahan lenyap digantikan oleh petangnya malam.
"Lo marah sama gue?"
Qen tidak langsung mendapatkan sahutan dari Adel. Dalam situasi seperti sekarang lelaki itu juga sekali dua kali menggerutu tidak jelas karna kesal akan kondisi jalan yang sangat macet.
"Enggak." Adel memejamkan kedua matanya, mencoba untuk tertidur meski pada akhirnya gagal karna suara Qen kembali terdengar.
"Ke–kenapa dari tadi diam aja?"
"Gapapa. Gue cuman sedikit capek," balas Adel dengan jujur. Ya, dia memang merasa sedikit lelah karna kemungkinan terlalu lama berada di bandara dan di dalam mobil akibat terkena macet.
"Soal tadi, gue bener-bener minta maaf. Gue–"
"Gue juga."
"A–apa?" Qen menatap Adel.
"Maaf. Maaf karna gue, Om Adam marah sama lo."
^^^
Mobil yang dikendarai Qen kembali berjalan dengan lancar ketika mobilnya sudah berhasil memasuki kompleks perumahan.
Saat mendekati rumahnya, Qen memicingkan kedua matanya saat melihat dua sosok orang yang tengah berdiri di depan gerbang rumahnya. Terlihat salah satu dari dua orang tersebut bertingkah seperti orang yang tengah kesal dan berkali-kali menendang gerbang rumahnya.
"Tukang rusuh," gerutu Qen, lalu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang.
Qen menjilat bibir bawahnya yang terasa kering, kemudian menoleh ke arah Adel. Gadis itu terlihat masih tak bergeming padahal mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti. Entah tengah melamun atau tertidur, Qen sendiri tidak dapat melihatnya karna wajah Adel masih menghadap ke jendela.
Salah satu tangan bebas lelaki itu bergerak. Qen memberanikan diri untuk menyentuh bahu Adel. "Udah sampai, Del."
Badan Adel bergerak, lalu mengaguk. "Iya."
Adel beranjak dari tempatnya dan keluar dari dalam mobil dengan sebuah kunci gerbang di tangannya.
Baru saja menepakkan kakinya di atas tanah Adel langsung disambut oleh suara nyaring dari Rafli yang saat itu langsung mendekati Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...