CHAPTER 52

5 1 0
                                    

Rasanya Dafina baru memejamkan mata selama dua puluh menit, tapi begitu mendengar suara meong~ dari kucing peliharaannya yaitu Kitty di sampingnya sambil mencakar-cakar pipinya, ia tidak bisa tidur lagi. Jadi yang bisa Dafina lakukan adalah bangun dari tempat tidur dengan badan pegal-pegal.

"Oh, kakak udah bangun?" suara Fani muncul setelah pintu kamar Dafina terbuka. Sudah seperti kebiasaan dari dulu ketika pagi mamanya itu selalu pergi ke kamarnya untuk membangunkan dirinya.

Dafina menatap mamanya lalu mengangguk pelan.

"Jam berapa semalam kamu tidur?"

"Kakak gak yakin jam berapa, tapi sepertinya dini hari sekitar pukul dua pagi. Semalaman kakak tidak bisa tidur, Ma, jadi kakak putusin untuk nonton film hingga tertidur dengan sendirinya."

Fani menghela nafas, sudah kebiasaan putrinya begadang dari kecil. "Ya! Dafina! Kenapa kebiasaan burukmu tidak pernah hilang dari dulu?!"

Dafina tertawa dengan tampang tidak bersalah. "Mungkin udah takdir. Kalau gitu kakak mau mandi dulu, Ma." Dafina melengos pergi ke kamar mandi tanpa menunggu balasan dari mamanya.






ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Dafina pergi bersama mamanya ke salah satu mal yang berada di Jakarta Utara. Katanya Fani mau quality time sama anak pertamanya jadi Dafina tidak bisa menolak ajakan mamanya. Dafina membiarkan mamanya merangkul pundaknya. Mereka mengelilingi mal, melihat-lihat pakaian, furniture, tas, hidangan, sepatu, dan masih banyak lagi yang menarik di mata. Hasil dari pencarian keliling, mereka berdua menenteng masing-masing tiga paper bag.

"Mama mau beli semua barang yang ada di toko apa? Capek tau kakak dari tadi keliling terus," keluh Dafina.

"Kalau bisa kenapa gak dibeli?" Fani menyengir dengan tampang tidak berdosa.

"Yang ada uangku habis lagi," cibir Dafina.

"Habis darimananya sih, uang kakak itu banyak. Setiap kali dipanggil dibayar 3 Trilliun dollar. Sekali-kali lah beliin mamanya."

"Iya iya deh, serah mama." Dafina menghembuskan nafasnya.

Suasan hening beberapa saat. Mereka berdua tidak mulai perbincangan lagi. Dafina yang mengecek handphone sedangkan Fani menatap sekelilingnya.

"Eh iya kak, ngomong-ngomong mama mau kenalin kamu sama seseorang. Dia itu anak dari teman mama. Profesinya dia pengusaha tambang di Arab, Amerika, Abu Dhabi. Kalau soal fisik sih beuh perfect. Mau, ya?" ucap Fani.

"Nggak mau, lagian buat apa sih dikenalin kaya gitu?" tolak Dafina mentah-mentah. Enak aja mamanya mau kenalin anak orang. Kalau orang itu cowok gimana? Nanti kaya cerita-cerita yang dia baca lagi. Setelah dikenalin seperti itu langsung dijodohkan. Aniya! Dia belum punya pikiran untuk menikah diumur 23 tahun ini.

Fani memukul lengan Dafina. "Biar kamu sama teman mama itu saling kenal juga. Masa cuma orang tuanya aja yang temenan."

"Kakak tuh ada alasan kenapa gak mau dikenalin sama anak dari teman mama apalagi kalau anaknya cowok," ujar Dafina.

"Emang apa alasannya?" tanya Fani menatap putrinya.

"Biasanya kalau udah dikenalin kaya gitu nanti berakhir berjodohan dan saat ini serta beberapa tahun ke depan kakak belum ada rencana untuk menikah, Ma."

"Yeee sok tau kamu. Seenggaknya kalau kamu belum mau menikah, minimal pacaran deh, tapi pacarannya harus normal ya jangan pacaran yang aneh-aneh kaya kaya anak muda zaman sekarang."

Dafina memutar bola matanya malas. "Mama, please....deh. Kakak tuh masih suka sama cowok bukan sesama jenis. Lagian juga kakak tuh gak bisa pacaran karena kalau pacaran takut kena publik yang berujung dengan karir."

"Bukan itu maksud mama, Kak. Pacaran yang normal maksudnya itu masih tahap wajar, jangan melakukan making love, minimal pegangan sama peluk aja."

"Apaan sih Ma...gak jelas banget," cibir Dafina.

Fani menyeret lengan Dafina memasuki salah satu tempat pakaian. Fani menatap satu persatu seluruh pakaian yang dipajang di tempat tersebut. Fani memberikan dress berwarna putih dan heels putih kepada Dafina. "Sekarang kamu ganti tampilan kamu ini dengan dress dan heels yang mama berikan, karena setelah pulang dari mall, mama mau bertemu sama teman mama sekalian mama mau ngajak kamu. Sekali-kali mama ngajak putri sulung mama."

"Lalu pakaian kakak yang ini dikemanakan?"

"Sebentar." Fani berjalan ke kasir untuk membayar dress dan heels yang tadi ia beli untuk putrinya. "Berapa mbak totalnya?" tanya Fani kepada kasir.

"100 juta, Bu. Bayarnya mau kredit, tunai, atau pakai kartu?" tanya kasirnya.

"Pakai kartu ini ya, Mbak. Sekalian saya minta paper bag satu." Fani memberikan silver card kepada mbak kasirnya.

"Ini ya Bu kartunya. Terimakasih sudah berbelanja disini. Untuk paper bag sebentar ya, biar saya ambilkan," ucap kasir itu. Fani hanya mengangguk. Tidak lama kemudian Mbak kasirnya kembali dengan paper bag berwarna hitam. "Ini ya bu paper bag kami."

"Oke mbak terimakasih." Fani berjalan kembali ke arah Dafina. Dia menyerahkan paper bag kepada putrinya itu. "Tidak ada alasan lagi untuk berdebat. Cepat sana ganti pakaianmu!"

Dafina memutar bola matanya malas. Dia malas berdebat dengan mamanya. Dia berjalan ke arah ruang ganti untuk mengganti pakaian yang ia gunakan dengan dress yang diberikan oleh mamanya. Setelah selesai, Dafina langsung keluar dan melihat mamanya sedang menunggu. Mamanya sedang mengamati tampilannya dari bawah hingga atas.

"Coba muter," suruh Fani.

Dafina berputar supaya mamanya dapat menilai tampilannya.

"Tidak buruk malahan sangat cantik. Dress mini -nya tidak buruk. Bagian punggung, pundak, dada tidak terbuka."

"Lalu setelah ini mau ngapain?"

"Mama akan membawa kamu ke salon untuk di make over. Setelah itu kita berangkat ke tempat tujuan. Ayo!"





ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

"Kapan sampainya? Kenapa jauh sekali tempatnya? Memangnya mama mau ketemuan dimana sih?"

Dafina berdumal sejak lima belas menit yang lalu, bertanya-tanya kemana mamanya mengajak ia pergi. Karena sudah dua jam mobil melaju namun tak kunjung sampai. Dafina bahkan berpikir bahwa mamanya sedang mengerjai dirinya dengan mengajak dirinya berputar-putar selama dua jam ini.

Dafina sudah bertanya berulangkali kepada mamanya, tapi jawaban yang ia dapat tetap sama yaitu "Sebentar lagi juga sampai." Merasa tidak ada gunanya bertanya lagi, Dafina memutuskan untuk tidur sambil menunggu kemana mobil ini akan berhenti.

Sekitar setengah jam kemudian, mobil yang membawa mereka akhirnya berhenti di salah satu cafe yang sangat asing bagi Dafina. Bagaimana tidak asing, karena selama ini Dafina jarang sekali balik ke Jakarta.

"Ini dimana?"

Sebelum sempat Fani menjawab, ada seorang pria berseragam mengetuk pintu mobil mereka. Dafina langsung panik saat melihat ada lima pria berseragam di depan mobil mereka yang sedang menunggu mereka turun dari mobil.

"Ma, jangan turun dari mobil lebih baik kita pergi aja dari sini!"

"Gak turun gimana sih, Kak. Orang kita udah sampai di tujuan. Cepat turun dari mobil kita udah ditunggu sama teman mama. Jangan lupa pakai masker biar gak ada yang mengenali kakak."

Fani keluar terlebih dahulu dari mobil setelah itu disusul oleh Dafina yang keluar dari mobil. Mereka berdua diantar oleh lima pria berseragam memasuki cafe tersebut.

"Sebenarnya ini ada apa, Ma? Sebenarnya mereka siapa? Buat apa ada bodyguard begini?" Dafina berbisik kepada mamanya sambil berjalan mengikuti bodyguard yang berada di depan.

"Nanti kamu akan tahu setelah masuk ke dalam."




ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

WAY OF LIFE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang