Komen yuk buat cover terbaru dari WOLF ini. Setiap ganti cover pasti ada makna yang tersirat.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
APA-APAAN INI?!
Dafina terkejut bukan main ketika melihat sosok tersebut adalah laki-laki yang ia hindari selama ini.
Rifqi Pratama Bramasta. Kenapa pria itu ada disini?
Dafina memandang semua orang di sana dengan was-was. Dia masih bingung kenapa pria itu ada disini. Tujuannya apa? Bukankah ruangan cafe ini sudah di pesan sama seseorang yang berarti tidak bisa sembarangan orang masuk ke ruangan yang sudah dipesan.
"Maaf telah membuat kalian berdua menunggu lama."
Dafina menoleh ke arah suara lembut tersebut. Ibunya berbicara kepada dua lelaki di hadapan mereka saat ini. Kenapa ibunya minta maaf ke mereka? Memangnya mereka ada urusan dengan dua laki itu?
"Does not matter. Do you remember me?"
(Tidak masalah. Apa kamu mengingatku?)Dafina menoleh ke arah suara berat tersebut. Seorang pria dewasa yang duduk di samping Rifqi kini tengah menatapnya.
"Uncle asked me?" tanya Dafina memastikan. Pria itu mengangguk sebagai bentuk jawaban bahwa pertanyaan tersebut diajukan buat Dafina.
"Maaf, apa sebelumnya kita berdua pernah bertemu?" Dafina bertanya pasalnya ia tidak familiar dengan pria tersebut.
Pria dewasa itu tertawa. "Do you remember when your birthday was celebrated at Prince Charming De Luca Mackenzie's mansion a few months ago?" pria itu bertanya balik.
(Apa kamu ingat saat ulang tahun mu yang dirayakan di mansion Prince Charming De Luca Mackenzie beberapa bulan yang lalu?)Tentu saja Dafina mengingatnya. Tapi apakah ia dan pria itu sempat mengobrol? Dia tidak ingat apakah mereka pernah mengobrol atau tidak. "Saya mengingatnya tetapi saya tidak mengingat dirimu, Paman. Apa disana kita pernah mengobrol?"
"Ah, saya merasa sedih karena idola dunia melupakan saya. Tapi tak masalah, pasti banyak orang yang berbincang dengan dirimu saat itu," ucapnya.
Dafina hanya tersenyum kikuk saat di situasi seperti ini. Jujur saja dia bingung harus ber-ekspresi apa jika di situasi seperti ini.
"I'm Algarve, uncle of Rifqi." Pria dewasa itu mengulurkan tangan perkenalan kepada Dafina. "Eh? Yes, introduce me to Dafina." Dafina membalas uluran pria yang bernama dewasa itu. Tapi sebentar, dirinya tidak asing dengan nama Algarve, tapi dimana ia mendengar nama itu? Apa benar dirinya pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya?
"Jadi bagaimana, Miss? Apa anak anda sudah menerima dengan apa yang terjadi?"
Dafina yang mendengar pertanyaan itu langsung menatap ke arah Algarve dan ibunya secara bergantian. Apa yang terjadi disini sehingga dirinya tidak mengetahuinya? Apa maksud dari apakah dirinya sudah menerima apa yang sudah terjadi? Dafina tidak tahu pasti apa yang terjadi antara ketiga orang di hadapannya, tapi ia mengetahui hal pasti bahwa mereka menyembunyikan sebuah rahasia tanpa sepengetahuannya.
"Sorry to interrupt your conversation. Saya tid—"
"Awalnya putriku tidak menerima tetapi akhirnya Dafina menerima apa yang sudah terjadi selama ini, Pak Algarve."
Dafina menoleh ke arah ibunya dengan cepat, melemparkan tatapan tidak percaya kepada wanita paruh baya itu. Kenapa ibunya menjawab seperti itu? Dirinya aja tidak tahu apa yang terjadi kenapa tiba-tiba me jawab menerima apa yang sudah terjadi selama ini. Sebenarnya apa yang sudah terjadi selama ini?
"Jadi kapan berita ini diberitahukan ke publik?" tanya Algarve menyesap minumannya.
"Saya bukan bermaksud untuk supaya publik tidak mengetahui apa yang terjadi, tetapi juga tidak mau karir putri saya hancur ketika publik mengetahui hal itu. Apa kita bisa merahasiakannya dari publik sampai waktu yang sangat tepat?"
"Waktu yang tepat? Kapan waktu yang tepat yang anda bilang, Miss?" Bukan Algarve yang mengeluarkan pertanyaan seperti itu tetapi pria yang sedari tadi hanya menyimak perbincangan saja, siapa lagi kalau bukan Rifqi.
Di sisi lain, Dafina yang tidak diberi kesempatan berbicara, akhirnya kesabaran yang ia miliki sudah sangat habis. Ia mendorong kursi ke belakang kemudian berdiri sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Sudah cukup! Hentikan ini semua! Maaf, tapi saya benar-benar tidam mengetahui apa yang kalian bicarakan. Rahasia apa yang kalian sembunyikan dari diriku?" Dafina menatap ibunya dengan tatapan tidak percaya bercampur dengan kesal. "Kakak bukan bermaksud untuk tidak mempercayai kamu, Ma. Tapi ini hidup kakak, jadi kakak berhak keputusan apa yang harus diambil. Mama tidak bisa memutuskan semuanya tanpa melibatkan saya." Lalu detik berikutnya, Dafina berbalik dan meninggalkan cafe itu.
Suasana menjadi hening setelah Dafina keluar dari ruangan. Fani merasa sangat khawatir dan takut kalau putrinya itu akan membenci dirinya, tapi memang ini kenyataannya. Dia belum siap untuk memberitahukan kepadanya, tapi ia ja.ji akan memberitahukannya.
"Saya akan mengejarnya jadi kalian tetap disini saja."
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Dafina menarik nafas panjang kemudian sedikit merapihkan penampilannya. Ia melihat ke keranjang buah dan sebuah buket bunga yang tadi dirinya beli di jalan, kemudian ia beralih menatap sebuah rumah sederhana dihadapannya.
Setelah kejadian di cafe tadi, Dafina memilih pergi ke rumah Claura sembari menjenguk keluarga dari teman dekatnya itu. Sekalian untuk menenangkan dirinya yang masih kesal setengah mati. Dia pergi ke rumah Claura menggunakan taksi online yang ia pesan melalui handphone. Sesampai di depan gerbang, seorang satpam membuka pintu kecil untuk jalan masuk Dafina.
Dafina menatap sebuah pintu berwarna putih yang memiliki kesan glamor tetapi masih memiliki kesan sederhana dihadapannya. Ia memencet bel yang berada di samping jendela sebelah kanan.
"Kemana dah tuh orang, kenapa lama bat bukanya," gerutu Dafina. Kenapa hari ini banyak sekali yang membuatnya kesal.
"Siapa ya?" Setelah menunggu beberapa saat akhirnya pintu tersebut terbuka. Munculnya seorang perempuan berumur 30 tahunan yang hanya memakai baju tidur.
"Eh Dafina? Kenapa lu ke sini? Sorry banget gue baru buka soalnya tadi habis boker hehe." Claura nyengir lima jari saat melihat tatapan tidak bersahabat dari kedua mata gadis itu. Dengan cepat ia langsung menyuruh Dafina masuk ke dalam biar lebih leluasa berbicara.
"Huh...akhirnya gue bisa duduk juga."
"Emangnya lo habis darimana?"
"Ceritanya panjang lebih baik ambilin gue minum dong, Clau. Haus banget gue karna dari tadi nahan sisi iblis gue," pinta Dafina.
"Ck ribet banget lu. Untung aja lu gaji gue gede kalau gak usah angkat tangan dah." Claura berdiri dari duduknya dan menghentakkan kakinya sebelum pergi menuju dapur.
"MAU MINUM APAAN WOY?" Suara teriakan terdengar dari arah dapur.
"ADANYA APA?"
"MAU SIRUP MANGGA, TEH, ATAU SODA WOY?" teriak Claura kembali.
"SODA AJA YANG LEBIH INSTANS," jawab Dafina dari arah ruang tamu.
Tidak ada balasan lagi, mungkin saja perempuan itu sedang mengambil soda dan beberapa cemilan.
"TAPI SODANYA GAK ADA, JADI GIMANA DONG? MAU TEH ATAU SIRUP MANGGA?"
Dafina mengelus dada mendengar teriakan Claura. Untung saja ia tidak punya riwayat penyakit jantung. "YASUDAH TEH AJA."
"RIBET! AIR PUTIH DINGIN AJA DAH. TITIK!"
Dafina langsung melirik sinis ke arah dapur. Ihh! Nyebelin banget sumpah tuh orang. Buat apa nanya anjir kalau akhirnya-akhirnya air putih. Ck menyusahkan!
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
KAMU SEDANG MEMBACA
WAY OF LIFE (ON GOING)
Romance"We have to be someone else even though we don't want to do it ourselves." #262 world - Sabtu, 3 April 2021 #5 Hollywood - Jum'at, 3 September 2021 #386 Petualangan - Rabu, 6 Oktober 2021 #307 Petualangan - 5 Maret 2022