Part 33. Kejutan Senja

558 43 5
                                    

Nah kan, dibagi dua part juga tetep aja panjang. Lebih dari 2200 kata lho ini. Siap baca gak nih? Janji ya gak bosen atau ngantuk bacanya. Hehehe
***

    "Kok sepi, Mas?" Sesampainya di rooftop restoran mewah itu, Jasmine dibuat celingukan karena tak menemukan seorang pun di sana. Hanya mereka berdua yang ada. "Mana investornya? Katanya udah nungguin."

      Garland mengangkat bahu. Matanya menyapu sekeliling area rooftop yang beratapkan langit itu. Desain rooftop restoran ini elegan, kekinian sekaligus romantis, sesuai dengan seleranya. Dan menjadi sangat romantis karena diterpa sinar matahari senja, alunan instrumen musik romantis dan perempuan cantik di sampingnya ini, tentunya. Sungguh, salah satu senja terbaik yang bisa ia nikmati dalam hidupnya.

    "Pelayan yang mengantar kita barusan minta kita nunggu di sini kan?" Garland menjawab dalam bentuk kalimat tanya, yang dibalas anggukan oleh Jasmine. "Kita tunggu aja di sana aja, yuk?" lanjut Garland sambil menunjuk satu meja bundar yang ditata rapi dan elegan.

      Jasmine mengangguk. Lalu mengekori langkah Garland. Ia pun duduk di kursi yang telah ditarik sang suami.

    "Suasananya romantis banget sih, Mas." Komentar Jasmine selesai matanya menjelajah area rooftop ini, Jasmine pun menoleh Garland yang tengah menatapnya.

      Di hadapannya ada lilin yang menyala dalam wadah kaca yang diletakan di tengah-tengah meja bertaplak kain berenda warna putih. Nyala apinya sedikit meliuk-liuk diterpa angin sore. Begitu pula beberapa tangkai bunga mawar di vas kristal bening di sebelahnya yang ikut bergerak-gerak. Hembusan angin di rooftop emang lebih terasa dibanding saat di parkiran bawah tadi. Beda dangan banyak lampu bohlam yang mengantung sebagai dekor dan penerang, yang cahayanya konsisten bersinar, tak terperaruh oleh hembusan angin.

    "Ini beneran dia mau investasi atau melamar Mas sih?"

    "Hush, sembarangan!"

      Jasmine tertawa sumbang. Entah mengapa feeling-nya menangkap hal tak biasa yang akan terjadi. Tiba-tiba ia cemas. Membayangkan jika investor cantik itu meminta sang suami untuk menceraikannya sebagai syarat gol-nya investasi.

    "Duh, alamat gue otewe jadi jande mude ini," cemas Jasmine dalam hati. "Ngenes banget sih nasib lo, Min."

      Tak berapa lama bergelut dengan pikirannya sendiri, seorang pelayan restoran yang tadi mengarahkan mereka ke rooftop ini, membawa sebuah gitar pada Garland.

    "Ini pesanan gitarnya, Pak Garland." kata pelayan laki-laki itu sopan.

    "Terima kasih." Garland mengucapkan terima kasih sebelum pelayan itu undur diri. Dipetiknya senar demi senar untuk mengecek kelayakan gitar itu.

      Dan semua itu tak lepas dari perhatian Jasmine.

    "Gitar buat apa, Mas?"

    "Buat mengiringi lagu yang bakal Mas nyanyikan."

    "Wow!" Jasmine berdecak. Rasa takjub, kaget dan sebal berbaur jadi satu. "Hebat bener tuh calon investor, sampai berhasil memaksa seorang Garland Ganesha nyanyi dan ngegitar."

    "Bukan dia yang minta kok," jawab Garland santai, tanpa mengalihkan perhatiannya pada gitar. "Mas aja yang inisiatif sendiri. Siapa tahu dengan mempersembahkan sebuah lagu dia akan ...."

      Belum selesai Garland melengkapi kalimatnya, Jasmine sudah bertepuk tangan. Bukan jenis tepuk tangan kagum, tapi lebih ke ejekan dan kekesalan.

    "No! Gue musti cepet cabut ini," putus Jasmine di hati. "Enak aja mereka mau jadiin gue obat nyamuk!"

    "Ya, udah, aku turun aja deh, Mas. Nunggu di mobil." Jasmine bangkit dari duduknya, merealisasikan apa yang ada di pikirannya. Entah mengapa ia jadi jengkel sendiri. Kesal aja membayangkan usaha lebih suaminya untuk menarik perhatian investor cantik itu. Kesannya mencampurkan urusan pribadi dan pekerjaan. "Gak ada fungsinya di sini juga."

UnDesirable HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang