Part 31. The Best Couple

383 42 4
                                    

    Hari kedua 'kebiasaan tumben' diisi dengan kunjungan ke panti asuhan. Kemarin, ide ini muncul dari Garland. Tak sengaja sebenarnya, setelah sebelumnya ia memutar otak untuk mencari cara mencairkan kebekuan Jasmine yang ngambek dan mogok bicara. Dibujuk rayu, gak mempan. Diajak shoping ke mall, ogah. Diajak ke bioskop, apalagi. Maunya pulang ke rumah. Titik! Tak ingin ber-quality time lagi dengannya. Karena apa coba?

    Ya karena hadiah istimewa itulah. Hahaha...

      Mengingat itu, Garland selalu ingin tertawa. Ia sadar kok mencuri kecupan bibir di area publik terbilang langkah nekat. Dia sendiri bingung, kenapa bisa jadi bucin begini. Hatinya melambung tinggi dan tak menyesali segala kenekatannya itu. Ia malah bahagia melihat kekagetan, ketersipuan atau guratan rasa lain yang tersirat di wajah merona Jasmine, walaupun termanipulasi oleh luapan amarah dan ngambeknya sang istri.

      Dan Garland menjadi sangat gemas sekaligus stres saat Jasmine mengunci mulutnya rapat-rapat setelah kejadian itu. Lebih tepatnya setelah membombardirnya dengan cubitan dan omelan. Mukanya ditekuk masam. Setiap ucapannya tak dihiraukan sama sekali. Berasa bicara sama patung. Padahal ia sudah minta maaf berkali-kali.

    "Duh, Dek... jangan ngambek terus dong. Mas jadi stres ini. Maafin Mas, ya." mohon Garland berkali-kali. "Janji, gak bakal lagi-lagi."

      Sia-sia. Jasmine malah melengos, mempercepat langkah meninggalkannya. Tentu saja Garland memutar otak lebih keras. Mengingat-ingat hal apa yang disukai istrinya yang dapat meluluhkan ngambeknya yang berkepanjangan itu.

      Barulah ketika ia mengajaknya berkunjung ke panti asuhan, Jasmine mulai merespon positif. Patung es itu mulai mencair. Hangat binar mata dan celotehannya mulai kembali. Malah langsung semangat mengajaknya belanja ke Pasar Baru membeli bingkisan untuk para penghuni panti.

    "Kenapa gak ke mall atau swalayan aja, Dek, kan lebih lengkap dan nyaman belanjanya?"

    "Iya, itu nanti, sekarang ke sini aja dulu. Bagi-bagi rezeki."

    "Maksudnya?"

    "Yang punya mall sama swalayan mah pedagang besar, Mas. Konglomerat. Boleh dong sawer rezekinya jangan hanya ke mereka terus. Sekali-kali ke pedagang kecillah. Itung-itung bantu mereka supaya usahanya tetap jalan. Syukur alhamdulillah kalau tambah maju," ucap Jasmine yang otomatis membuat Garland takjub. "Tau sendiri di masa pandemi begini banyak usaha gulung tikar. Contohnya para pedagang tas dan seragam sekolah. Karena belajar online mulu, para orang tua gak maksain beli yang beginian. Malah, denger-denger sih UMKM beginian banyak yang gulung tikar. Kasihan kan?"

    "Iya."

    "Kita beli tas, seragam sekolah sama keperluan sekolah lainnya aja ya Mas buat anak panti."

    "Oke."

    "Mumpung belajar tatap muka udah dimulai walaupun masih terbatas."

    "Oke."

    "Aku khawatir mereka belom punya perlengkapan sekolah baru. Apalagi yang baru jadi murid baru."

    "Oke."

    "Belanjanya bakal rada lama."

    "Oke."

    "Soalnya aku bakal muter-muter banyak kios buat nyari barang yang cocok."

    "Oke."

    "Ih, Mas, dari tadi oke, oke mulu." Jasmine menghentakan sebelah kakinya. Mulutnya tampak mengerucut. "Gak ada jawaban lain apa?"

      Garland terkekeh kecil.

    "Lho, kan emang oke semua ide kamu. Makanya Mas okein semuanya. Pokoknya proud of you deh, Dek."

UnDesirable HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang