Part 10. Melamar Mimin

413 42 1
                                    

    "Udah minggu depan kita amprokin mereka, Bun. Biar sebulan lagi mereka bisa nikah."

    "Lho, Yah?"

       Garland terbelalak. Lho, lho, lho... sejak kapan Ayah jadi otoriter begini? Mengambil keputusan tanpa didiskusikan dahulu dengannya. Bukan Ayah banget ini.

    "Anaknya cantik dan baik, Mas." Ayah menjelaskan seolah mengerti keterkejutan anaknya. "Masih muda pula. Perfect wife deh. Dijamin hidup Mas bakal penuh warna. Bakal kebawa awet muda."

    "Masa Mas punya istri anak kecil sih, Yah. Entar dikira pedofil lagi."

    "Kecil apaan?" Bunda membantah. "Anaknya tinggi langsing kok."

    "Umurnya, Bun."

    "Hehehe... Iya, iya, iya, Bunda tau kok maksudnya." Bunda Inggrid terkekeh senang. Ia senang sekali menggoda anak bujangnya ini. "Umurnya 24 tahun, Mas. Bukan anak kecil lagi dong. Lulus S1-nya aja dua tahun lalu. Sekarang terjun ke bisnis keluarganya. Selegram dan Youtuber juga lho. Keren deh pokoknya."

    "Masa sih? Bukannya masih kuliah?"

    "Itu lima atau enam tahun yang lalu, Mas...." Bunda memutar bola matanya. "Waktu Mas menolak perjodohan itu dan lebih memilih perempuan yang salah."

    "Tetep aja anak kecil. Umurnya jauh di bawah Alan."

   "Batu ya nih anak!" Bunda mencubit pinggang pelan Garland.

    "Aww! Sakit, Bun." Garlan meringis kesakitan. Dan itu berhasil mengalihkan tangan Bunda dari pinggangnya. Sumpah, pedes banget cubitan Bunda. Kenapa sih perempuan suka mencubit kalau lagi kesal atau gemas?

    "Makanya nurut kalo sama orang tua."

      Garland meringis kembali. Kali ini Bunda malah menjewer kupingnya. Dianggapnya gue masih bocah kali.

    "Alan udah dewasa, Bun. Masa masih dijewer sih." protes Garland disambut kekehan tawa dari Ayah Gilang.

      Bunda tersenyum miring. Seberapa dewasanya usia sang anak, di mata orang tua tetap aja sang anak seperti anak kecil yang masih perlu pengawasan dan curahan kasih sayang. Apalagi ini sang anak bujang belum juga menemukan pelabuhan hidupnya. Mana bisa tenang coba hati sang Bunda.

    "Makanya terima aja perjodohan ini, Mas," desak Ayah. "Ayah Bunda gak sembarangan kok pilih jodoh buat Mas. Dijamin happy dunia akhirat."

    "Ah masyaaaa?" goda Garland.

   "Mas, kami serius!" Suara Bunda naik beberapa oktaf. "Percayalah, Mas bakal nyesel kalo menolak perjodohan ini lagi."

      Garland hanya tersenyum. Bunda kembali melanjutkan kalimatnya.

    "Musti gerecep kita. Telat dikit... Matilah kau! Aura bakal pilih teman kuliahnya. Dan Mas bakal jadi bujang lapuk abadi."

    "Hahahaha... Bunda-Bunda."

    "Bunda serius, Mas! Pokoknya Bunda gak bakalan kasih restu kalo Mas berhubungan dengan perempuan manapun selain Aura."

   "Katanya gak papa sama Mimin."

    "Mimin?" Bunda dan Ayah kompak melongo. Lalu saling pandang sebelum berganti menatap tajam pada putranya. Garland tau mereka menuntut penjelasan.

    "Itu tuh... Cewek yang tadi kenalan sama Alan."

    Ayah menoleh pada Bunda. Menaikan satu alisnya. Bunda langsung membisikan sesuatu pada Ayah. Entah apa. Yang jelas setelah itu kedua orang tuanya kompak tergelak bersamaan. Tentu saja Garland jadi bingung melihatnya.

UnDesirable HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang