Part 30. Hadiah Istimewa

387 37 1
                                    

    "Apa, Dek... kamu mau menikah sama Mas hanya karena alasan itu?"

    "Yo'i!"

       Garland mengeryit. Menatap tajam istrinya agak lama. Seketika hatinya tak nyaman. Entah kecewa atau apa. Yang jelas ia merasa istrinya seperti tak mempertimbangkan beberapa kelebihan yang dimilikinya, yang biasanya terlihat berkilau di mata orang lain, terutama para pengemarnya.

    "Habis, alasan apalagi coba yang menarik selain itu, Mas?"

    "Ya banyak..." Garland berpikir sejenak. Pede aja gitu... "Misalnya karena Mas tampan, mapan, dan....

    "Tua. Hahaha...." sambar Jasmine diakhiri tawa renyah.

    "DEK!"

      Bukannya kaget mendengar suara Garland yang meninggi, Jasmine malah santai saja melanjutkan tawanya. Tentu saja Garland kesal, hingga ia langsung melemparkan pandangan ke arah lain dengan wajah masam

    "Sorry, sorry..." Jasmine terlihat berusaha keras menghentikan tawanya. Entah mengapa, ia merasa geli melihat ekspresi marah di wajah sang suami. Ngambekan deh. "Itu kan yang ada di pikiran aku dulu, Mas. Wajar dong aku gak langsung mood sama perjodohan itu. Selisih usia kita sepuluh tahun lho. Waktu Mas wisuda S1, aku masih bocah SD. Wajar dong aku males bersuamikan Om-Om."

    "Om-Om, Om-Om," gerutu Garland kesal. "Kalo mikirnya di masa itu, emang kamu masih bocah, Dek. Tapi kan saat orang tua kita menyuruh kita nikah, kita udah sama-sama dewasa. Bukan si tua bangka yang nikahin bocah bau kencur. Ngerti?"

    "Iya, Mas, iya."

    "Awas aja kalo sempet mikir Mas pedofil."

    "Emang sempet mikir begitu kok." Jasmine nyengir.

    "DEK!"

      Lagi-lagi Garland meninggikan suaranya. Dan kembali, alih-alih takut, Jasmine malah tergelak kembali. Tentu saja Garland semakin kesal. Ia memandang istrinya penuh permusuhan.

    "Dasar bocah nakal... Seneng banget sih bikin suami sendiri kesel, " dumel Garland di hati. "Tunggu aja pembalasan dari Mas. Masih bisa bawel gak kalo..."

    "Lho, aku kan jawab jujur, Mas," Jasmine bicara lagi dengan santainya. "Katanya kita harus saling jujur."

    "Hhmm," sahut Garland malas.

    "Lagipula saat itu aku kan lagi suka sama orang lain."

    "Adam?" Garland menatap serius Jasmine.

    "Hhmm-emh."

      Jleb!
      Garland langsung terdiam. Lalu menarik nafas dan menghembuskannya. Jawaban Jasmine kali ini lebih menohok hatinya. Cemburu? Ya, ia harus mengakui memiliki perasaan itu. Adam itu pemuda alim dan baik hati. Pekerja keras, tampan, masih muda pula. Namun menjadikannya sebagai ancaman hubungannya dengan Jasmine, ia rasa terlalu berlebihan. Adam tak pernah mengusik kehidupan mereka sama sekali. Pemuda itu legowo melepas perempuan yang dicintainya untuknya. Begitu juga Jasmine, tampak berusaha melepaskan hatinya dari lelaki yang bukan jodohnya itu. Bahkan Adam terlihat semakin akrab saja dengan Nadine. Entah karena mereka satu kantor, entah karena alasan lain yang lebih bersifat pribadi. Jasmine pun tahu itu, tapi terlihat biasa-biasa saja. Setidaknya itu yang diketahui Garland dari pengamatan diam-diamnya.

    "Cieeee, ngambek nih Mas suami." Sebuah kalimat penuh seringai godaan, lengkap dengan toelan di dagunya, seketika membuat Garland membeku. Siapa lagi yang melakukan hal itu jika bukan istrinya sendiri, Jasmine. "Tambah ganteng deh."

UnDesirable HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang