Part 60: Revalina's PoV: Aku Ingin Bahagia

168 17 0
                                    

Hollaaaa...
JaGa datang lagi nih. Mumpung lagi rajin, yuk kita tuntaskan PoV Revalina di bab ini. Selamat membaca.
***

    "Janji ya, Chef kalau pulang ke Indonesia bakal ngabarin kami?" Jasmine menatapku lekat setelah melepaskan pelukan perpisahan kami di depan iglonya. Perempuan kuning langsat itu melarang kami - aku dan Roland - mengantarkan ke bandara. "Mari kita jelajah alam Bandung dan kulinernya. Gak kangen apa?"

      Aku tersenyum. Tentu saja tanah parahiyangan itu selalu aku rindukan. Di sanalah aku dilahirkan dan dibesarkan. Sejauh-jauhnya aku merantau, ibu pertiwi tak bisa tergantikan oleh negeri mana pun.

    "Walaupun aku gak sejago Chef Reva dan Chef Roland masak, setidaknya masak nasi liwet, kerecek oncom, pais asin peda atau pais tahu sih aku masih bisa lho, chef. Ulah hilap bala-bala sareng cirengna disambel kacangan. Hahaha...."
(Jangan lupa bakwan sama cirengnya dengan sambel kacangnya)

      Senyumku semakin lebar. Semua makanan yang disebutkan Jasmine itu langsung membuatku menelan air liur. Sumpah, kangen banget dengan masakan sunda itu, mengingat sulit sekali menikmatinya di benua biru ini, terutama di kota perantauanku saat ini, Paris. Namun jika di Belanda, beberapa bahan dan bumbu masakan khas Indonesia tidak sulit ditemukan. Hingga kami pun memaksakan diri terbang ke Negeri Kincir Angin itu jika sudah kangen berat dengan masakan nusantara.

    "Whoaahhh... Kita harus mengatur jadwal ke Indonesia sesegera mungkin, sayang." Roland menanggapi antusias undangan Jasmine. "Selain membuatku penasaran dengan masakan itu, juga pedekate kita ke calon besan. Hahaha..."

      Aku menepuk gemas tangan Roland. Pak suami ini niat dan ngarep banget dengan perjodohan antara anak-anak kami.

    "Keukeuh nya eta ngajodohkeun," dumelku dalam bahasa Sunda. "Budakna ge can aya. Siga nu bakal disatujuan wae ku kolot jeng budakna nya?"
(Ngotot ya menjodohkan. Anaknya aja belum ada. Kayak yang bakal disetujui sama orang tua sama anaknya ya?)

      Jasmine dan Mas Alan yang mengerti bahasa Sunda, langsung tergelak mendengar ucapanku. sementara Roland terbengong-bengong mendengarnya karena tak mengerti. Dan dia mengancam akan 'memakanku' nanti malam karena aku tidak mau menerjemahan kalimat yang tadi kuucapkan ke dalam bahasa yang dimengertinya. Dasar sableng! Mesum!
***

    "Mas, maafkan kesalahanku yang dulu ya. Aku sungguh-sungguh menyesal dan selalu dihantui rasa bersalah," ucapku pelan tak jauh dari telinga Mas Alan, sesaat setelah Mas Alan menutup pintu mobil yang dinaiki Jasmine dan sebelum ia berjalan memutar menuju pintu di sisi lainnya.

    "Itu hanya masa lalu. Mas udah memaafkannya dari lama kok." Mas Alan tersenyum. Terlihat tulus dan jujur. Aku tenang melihatnya. "Berjanjilah gak akan mengulangi hal yang sama. Jaga pernikahanmu sampai akhir hayat. Bahagia selalu bersama suamimu. Dia pria yang baik."

    "Iya, Mas, makasih," Aku mengangguk. Juga tersenyum. Tiga tepukan pelan didaratkan Mas Alan di bahuku, sebelum ia bergerak mendekati Roland.

    "Kami pamit ya..." Mas Alan menyambut pelukan perpisahan yang direntangkan Roland. "Terima kasih atas jamuannya. Kami hutang jamuan pada kalian. Kami tunggu di Bandung."

    "Siap, Pak Besan," jawab Roland tak kalah hangatnya. "Aku akan tagih masakan buatan Bu Besan."

    "Hahaha... Siap, siap."

      Kami pun berpisah. Kendaraan beroda empat itu membawa pasangan romantis itu ke bandara. Berikutnya burung besi pun akan membawa mereka pulang ke Indonesia. Sementara kami - aku dan Roland- masih tetap di bumi Artic ini untuk dua hari ke depan. Setidaknya itu yang diinginkan suamiku. Katanya, ia masih ingin menikmati keajaiban hangatnya salju.

UnDesirable HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang