Part 39 : Garland's PoV : Jealous & Insecure

357 35 3
                                    


      Brakkkk!!!!!
      Pintu apartemen ditutup dengan cepat dan kasar. Suaranya kencang membuatku terkejut dan langsung berdiri dari duduk.

    "Dek!" Percuma saja aku berteriak. Sosok Jasmine sudah menghilang di balik pintu apartemenku. Mungkin sudah berada di lift untuk turun.

      Sumpah, aku terkejut sekali melihat sikap dan suara Jasmine yang melebihi tingginya suaraku. Apa mentang-mentang dia masih muda bisa seenaknya saja mengeluarkan gejolak emosi mudanya? Beuh! Benar-benar ngelunjak ya tuh anak. Padahal kurang baik apa coba aku padanya?

      Aku menarik nafas, kemudian menghembuskannya cukup panjang sebelum duduk kembali di sofa. Entah aku sedang kehilangan stok kesabaran, entah lelah, entah bodoh... Yang jelas aku malas mengejar Jasmine. Padahal aku tahu hari sudah malam. Seharusnya kan aku mengantarkannya pulang ke rumah.

    "Bodo amatlah. Kemarin juga dia pulang lebih malam dari ini. Udah nge-date sama Adam lagi. Gila!"

      Aku meremas rambut di puncak kepalaku dengan kesal. Kepalaku tambah berat. Cenat-cenut. Terlebih saat kalimat terakhir Jasmine tadi melintas kembali di benakku.

    "Cemburu itu bagus. Itu tanda cinta. Tapi kalau cemburu buta itu GILA! MALESIN!!!" Begitu kan katanya? Gak sopan! "Ingat, Adam bukan mantanku. Kami tak pernah pacaran meskipun pernah saling suka. Dan aku akan benar-benar mundur jika Mas terus menuduhku berbuat yang enggak-enggak. Bye!"

    "Apa itu tandanya dia bakal minta cerai?" Dengan mata menerawang ke langit-langit, aku berbicara sendiri. Entah mengapa hatiku ngilu membayangkan jika hal itu sampai terjadi. "Tapi aku kan gak asal nuduh. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau dia berduaan dengan Adam di restoran itu. Sial!"

      Bantal sofa pun aku lempar sembarang. Dadaku terasa sesak mengingat senyum lebar Jasmine saat berbicara dengan Adam. Saat itu aku ada di lantai dua restoran itu. Baru selesai makan-makan dengan Mister Tanaka dan timnya, setelah sebelumnya main golf dan menandatangi perjanjian kerja sama dengan perusahaan IT-ku.

      Kalian tahu, saat itu aku semangat sekali untuk pulang. Ingin cepat sampai di rumah untuk bertemu Jasmine. Boleh dong leyeh-leyeh dikit sebelum dapat door prize malam akbar, yang seharusnya kami lakukan delapan bulan lebih yang lalu. Bahkan mataku sempat berbinar saat menemukan istriku di lantai satu restoran itu sedang menyantap steak. Tapi langsung drop saat seorang pemuda tampan menghampiri istriku, duduk semeja dengannya, bahkan kemudian asik mengobrol. Terlihat santai, akrab dan happy. Niatku untuk menghampiri dan mengenalkannya pada Mister Tanaka pun pupus. Aku berlalu meninggalkan restoran itu dengan hati panas membara

      Wajar dong emosi dan cemburuku sampai ke ubun-ubun. Tapi tadi Jasmine malah menyebutku kekanakan. Dasar bocah sok tahu!

    "Hahhhhh!" Aku berteriak kesal. "Belum tahu dia gimana tersiksanya hati saat dibakar cemburu."

      Sekali lagi aku meremas rambutku. Lalu melempar sembarang bantal sofa lagi. Terdengar suara prang setelahnya. Sepertinya wadah menyimpan payung yang terbuat dari stainlees steel jatuh. Bodo amatlah!

      Mataku pun langsung menembus jauh ke luar kaca apartemen yang belum kututup gordennya. Temaran cahaya lampu dari gedung-gendung pencakar langit terlihat kontras dengan pekatnya langit. Yah, hari sudah malam. Isya sudah lewat dari tadi sepertinya.

    "Apa Jasmine sudah sampai rumah?" Sial! Ternyata aku tak bisa semasa bodoh itu terhadap makmumku. Terus terang, tiba-tiba aku khawatir begitu saja. Masalahnya Jasmine pergi dari apartemen ini dalam keadaan emosi. Gimana coba kalau dia gila-gilaan nyetir mobilnya? Mending kalau selamat. Kalau celaka....???

UnDesirable HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang