4

197 9 0
                                    

"Mamiii! Aku gak mau tau, pokoknya besok-besok harus mami yang jemput aku kalo aku lagi main, jangan ka Rora yang jemput titik." Ucap Reza cepat.

"Emang kenapa boy, hm?" Tanya Raka, Papi mereka.

"Itu pi, kemarin kan ka Rora jemput aku pas lagi main. Terus ka Rora ngaku-ngaku jadi pacar aku, kan aku jadi diledekin sama temen aku, dikira aku suka sama tante-tante. Terus lagi ka Rora malah marah-marah pas dikatain tante sama temen aku, aku kan jadi malu kalo nanti mau main lagi." Jelas Reza dengan nada ngambek.

"Ara.. besok-besok jangan gitu lagi ya, tapi papi dukung perbuatan kamu sih." Raka tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.

"Papiiiiiiii!" Rengek Reza. Aurora mengulurkan lidahnya, mengejek Reza. Jika Reza mendapat dukungan dari maminya, maka Aurora mendapat dukungan dari papinya.

"Sttt anak laki gak boleh..?" Tanya Raka lembut.

"Cengeng, lemah, manja." Reza menjawab.

"Bagus, anak pintar." Puji Raka sambil tersenyum.

"Iya dong, aku gitu lho. Emang ka Rora, semua mapel remed mulu." Reza memanasi Aurora.

"Iyain aja udah, nanti kalo lu nangis gue yang repot."

"Gak sih! Aku gak bakal nangis ya, ka!" Reza yang terpancing amarah.

"Ye ye. Udah ah pi, mi. Aku mau berangkat sekarang aja." Pamitnya sambil menyalimi Zara juga Raka. Reza memanyunkan bibirnya, ngambek.

"Nanti gue beliin susu kotak kebo," ucapnya pada Reza.

"Maunya susu kotak rasa coklat," ujar Reza.

"Yaudah ye," Aurora memakai tasnya.

"Wih, keren juga kamu. Bisa bertahan naik sepeda ke sekolah." Raka tersenyum bangga. Karena pasalnya, saat SMP Aurora selalu diantar oleh Raka ke sekolah mengenakan mobil dan jika Raka tidak bisa mengantar maka Aurora tidak akan sekolah.

"Iya dong. Papi sekarang bukan seorang direktur dari suatu perusahaan besar lagi, jadi aku sebagai anak yang pengertian harus menyesuaikan diri dengan keekonomian yang kita miliki sekarang, salah satunya menghemat bensin papi." Ujar Arora dengan tenang.

Raka dan Zara tertawa pelan. "Bagus, papi beruntung punya anak pengertian kayak kamu."

"Aku juga!" Sambung Reza.

"Iyaa, Eja juga." Lanjut Raka

"Papi memang beruntung," Aurora mangguk-mangguk. "Yaudah, aku berangkat!"

"Hati-hati sayang!" Ingat Zara.

"Oke mi."

>•~•<

"Ara!"

Setelah memarkirkan sepedanya, ia menoleh, melihat siapa yang memanggilnya.

"Oh, hai!" Sapanya pada Fakhri. "Tumben baru dateng? Biasanya sejam sebelum bel udah ada di sekolah."

"Gak segitu juga Ara," sanggah Fakhri sambil tersenyum. "Tadi alarmnya gak berfungsi jadi ya gitu," lanjutnya.

"Oh begituuuu," Aurora mangguk-mangguk.

Mereka berjalan masuk ke dalam inti sekolah, karena parkiran kendaraan siswa/i berada di depan lapangan sedangkan lapangan berada di depan kelas, dekat gerbang sekolah.

"Bulannya indah ya, Ara." Ucap Fakhri saat mereka berjalan di lapangan. Aurora mendongak menatap langit.

"Hm, tapi masih bagusan sunset sih." Balasnya. Fakhri menoleh, menatap Aurora yang sedang menatap langit. Ia ikut menatap langit juga. Ah, ternyata memang ada bulan.

Padahal bukan bulan seperti itu yang ia maksud.

Saat Aurora dan Fakhri memasuki koridor kelas, mereka- lebih tepatnya Aurora disambut dengan teriakan yang saling bergantian.

"Ara! Gua tau lu cantik, jadi jangan daftar jadi anggota osis ya. Gua jamin lu makin cantik kalo gak daftar jadi anggota osis."

"Ara, lu baik! Tapi lebih baik lagi jangan daftar jadi osis, ya?!"

"Ara! Lu ramah banget, udah gak perlu daftar jadi anggota osis."

"Ara! Gua tau lu pemalas, jadi pasti gak bakal daftar jadi anggota osis kan kan?"

"Ara, kita dukung kamu jadi anggota osis sampai menjadi ketua osis!" Seru kelas X IPA 1 bersamaan, yang langsung mendapat tatapan tajam dari kelas yang rata-rata muridnya di isi oleh siswa/i bandel.

Selama lima bulan ini Aurora langsung terkenal karena sikapnya. Pemarah, cuek, tidak peduli, ramah sekaligus tegas, disiplin, pandai berdebat, tenang dalam kondisi apapun, serta percaya diri yang tinggi tentunya.

Ah, jangan lupakan sikap malasnya.

Tentu saja semua sifat itu ada dalam diri Aurora, tergantung moodnya saja.

Bisa dibayangkan bukan, akan jadi seperti apa jika Aurora menjadi anggota osis terlebih ketua osis.

"Jangan pada teriak, tempat gue sekolah bukan di pasar!" Balasnya sambil memasuki kelas X IPS 1.

•Older Me•

buat yang gak ngerti posisinya gimana, jadi itu tuh gini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

buat yang gak ngerti posisinya gimana, jadi itu tuh gini

gerbang sekolah › tempat parkir kendaraan › lapangan › koridor/lorong kelas

udah ngerti kan frend?

salam jodoh, rangurlazy

𝐎𝐥𝐝𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang