8

132 8 0
                                    

"Baik, jika tidak ada yang ingin ditanyakan, ibu akhiri sampai sini. Kurang lebihnya ibu mohon maaf." Bu Dina —guru mata pelajaran Sosiologi, mengakhiri pembelajarannya.

"Terima kasih, bu Dina." Ucap seluruh siswa dan siswi kelas X IPS 1 bersamaan.

"Abis ini pelajaran apa dah?" Tanya Aurora.

"Mtk, kayaknya." Jawab Carla.

"Otw otak ngebul," Aurora mengeluarkan buku matematika.

Tok Tok Tok

"Sejak kapan guru biasa ngetuk pintu sebelum masuk kelas?" Tanya Lion.

"Kayaknya bukan guru," jawab Fakhri.

"Masuk! Belom ada guru!" Teriak Aurora.

"Set, suara toa." Cerca Lion.

"Ye."

"Permisi, di kelas ini pasti ada yang daftar jadi anggota osis kan? Kita tesnya sekarang bisa? Soalnya ketua osis mau ada olimpiade kalo abis istirahat." Katanya, kakak kelas. Kelas XII, ada tag kelas di sebelah kiri setiap murid sekolah ini.

"Bisa ka, bisa banget malah." Aurora langsung berdiri dan menghampiri kakak kelas tersebut, begitu juga dengan yang lain.

"Kamu Ara ya? Nama lengkapnya siapa?" Tanya kakak kelas tersebut.

"Kakak bisa liat sendiri di absensi kelas aku," jawabnya sambil tersenyum. Aurora tidak terlalu suka dengan orang yang penasaran.

"Hehe, gak usah, gak jadi."

"Oke ka."

"Bye bye murid nolep, selamat menikmati belajar mtk, sampaikan salamku pada otak kalian agar semangat berpikir." Pamit Lion beserta ejekannya.

"Mtk mana bisa dinikmatin, setan dasar!" Sahut Jesy, seksi Olahraga.

"Anjir, lu santai banget! Udah bikin visi misinya emang?" Tanya Nopal setelah mereka keluar kelas.

"Belom, nanti di jalan gua pikirin." Jawab Lion

"Bisa-bisanya," Nopal menggelengkan kepalanya.

"Araaaa, takut. Deg-degan, takut gak bisa." Kata Lista sambil merangkul sebelah tangan Aurora.

"Dicoba aja belom, masa udah takut." Balasnya.

"Ih tetep aja takut," ucapnya lagi.

"Santai, Klaris sama Hani aja gak takut, masa lu takut." Cerca Aurora, agar Lista tidak takut.

"Lu yakin mereka gak takut? Liat tuh," mereka menoleh melihat Klaris dan Hani yang sedang berpegangan tangan serta bergumam, menghafalkan visi misi.

"Bibir pucet sama tangan gemeter gitu lu bilang mereka gak takut, ha?"

"Ya.. gak sih, noh liat Carla, tenang-tenang aja." Unjuknya pada Carla yang sedang tersenyum senang.

"Lu gak tau aja, dia mah udah persiapan dari sebulan yang lalu."

"Gila, serius?" Lista mengangguk. "Keren juga lu, Car." Pujinya.

"Hehe, makasih Araaaa."

"Kalian tenang aja, gak bakal digigit kok, paling cuman ditanya ini itu doang." Kata kakak kelas tersebut.

"Iya ka," jawab semuanya.

>•~•<

"Semuanya jadi berapa, yang daftar jadi anggota osis?" Tanya Harry —ketua osis saat ini.

"Dua puluh tujuh kak," jawab Nira, anggota osis kelas sebelas.

"Oke." Ia melihat sekumpulan siswa dan siswi yang sedang duduk di hadapannya, mereka berada di aula sekolah dan posisi duduknya seperti meja sidang.

"Jadi, siapa yang mau maju duluan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, siapa yang mau maju duluan?"

Hening, bahkan setelah lima menit masih saja tidak ada yang bersuara.

"Cepat, waktu saya bukan hanya untuk kalian. Jika tidak ada yang ingin maju, lebih baik saya bubarka—"

Brak

Carla langsung berdiri dari bangkunya, Aurora yang duduk di sebelahnya sampai menoleh, kaget karena Carla tiba-tiba berdiri. "Maaf memotong waktu bicaranya kak, tapi saya ingin maju duluan."

Harry tersenyum. "Bagus. Silahkan," ujarnya dengan tangan mempersilakan Carla berdiri di depan.

Carla sudah beridiri di depan, namun sayangnya ia baru sadar. Dia menjadi pusat perhatian saat ini, tentu saja. Carla sangat gugup. Anggota osis yang berjenis kelamin perempuan menatapnya tajam seperti ingin menerkamnya.

"Se-se—"

"Kamu gagap? Tapi tadi di tempat duduk ngomong lancar ah, kayak pahlawan yang gak pengen organisasinya bubar." Ejek Nia, anggota osis kelas XII. Carla jadi semakin gugup.

Lista menoleh ke belakang. "Kan Ara, gua jadi makin takut." Ucapnya pelan dengan mata berlinang pada Aurora. Begitu juga dengan Klaris, Nopal, dan Hani yang ikut menatapnya dengan mata berlinang.

Aurora menghela nafasnya. "Astaga, santai and tenang aja, okey?" Pinta Aurora. Mereka masih tetap menatap Aurora, membuat dirinya seperti memikul beban yang begitu berat.

Ia menatap Carla beberapa detik— kemudian berucap dengan nada sedikit berteriak. "Carla semangat! Gue tau lu bisa, jangan gugup, jangan dengerin kata kakak kelas yang mukanya kayak mau kondangan itu, dia iri sama lu karena lu cantik alami dan pemberani. So, jangan takut dan lu harus percaya diri kayak tadi!"

Dan ya, sekarang ia yang menjadi pusat perhatian. Nia menganga tidak percaya, baru kali ini ada yang berani padanya bahkan mengatai make up naturalnya —meskipun tidak senatural itu.

"See? Gue bakal bantuin kalian juga kayak gue bantuin Carla sekarang. Jadi jangan takut, okay?" Mereka mengangguk semangat dengan senyuman dan kembali menghadap depan.

"Memang ketua kelas idaman meskipun sedikit nyebelin," ucap Lion.

"Hm. Cantik, pemberani, percaya diri, baik, dan tegas. Gimana gua gak jatuh cinta sama dia coba?" Sahut Fakhri.

"Anzay pwit pwit, kasmaran aku kepadamu~" Goda Lion sambil menyenggol Fakhri.

"Berisik, diam lu kalo gak mau jadi yang selanjutnya maju ke depan." Peringat Fakhri. Dan Lion tentu saja langsung diam. Ia belum kepikiran visi dan misi apa yang akan ia sampaikan.

"Oh iya," ingat Lion. Ia lalu berteriak. "Semangat sayang, aku dukung kamu. Jangan dengerin bisikan para setan ya."

"Bagus singa." Aurora mengacungkan jempolnya. Lion yang sekarang menjadi pusat perhatian.

•Older Me•

salam jodoh, rangurlazy

𝐎𝐥𝐝𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang