"Uuh." Reane berguling kekiri. Lalu kembali berguling kekanan. Terlentang menatap langit-langit kamar lalu merapatkan selimutnya.
"Ada yang salah... aku yakin." Gumamnya sambil menatap lamat-lamat buku yang ada disampingnya. Ia kembali berguling, dan kini menjadi posisi telungkup.
"Bukannya waktu masih sekolah dasar, Adim dan Raska berbeda sekolah?" Reane mulai mencoret-coret halaman yang masih kosong. Lalu berhenti.
"Apa ini karena aku?"
"Jika di dalam komik Reane selalu mengganggu Raska.. sangat masuk akal jika Raska tidak mau dekat-dekat dengannya." Gumamnya lagi. Ia menutup buku kecil tersebut.
'Dan sekarang Reane berbeda.'
Reane meraup wajahnya kasar. Keluar dari selimut tebalnya, lalu turun dari kasur. Berjalan menuju kaca besar dikamarnya.
'Cantik..'
'Seperti yang dikatakan mereka...'
Reane meletakkan tangannya dikaca besar tersebut. Bola matanya bergetar. Lalu sedetik kemudian keluar cairan bening dari sana.
"Loh?" Reane segera menghapusnya. Tetapi cairan itu tetap tidak mau berhenti. Malah semakin deras.
'Kenapa sih anjir?!'
Setelah air mata itu berhenti turun. Reane kembali menatap kaca besar itu. Ia berdiri tegak.
"Ini bukan diriku." Ia terduduk. Entah kenapa hatinya seperti teriris. Ia menempati tubuh Reane. Bukan bereinkarnasi menjadi Reane. Lalu dimana jiwa asli Reane? Walaupun dunia ini awalnya hanya komik. Tetap saja sekarang sudah menjadi dunia nyata. Itu adalah hal yang tak bisa dipungkiri.
"Bukankah berarti aku sedang berbohong sekarang?" Monolognya. Ia merapatkan lututnya kedadanya dan merengkuhnya. Lalu menenggelamkan wajahnya diantara lututnya.
'Aku.. berbohong?'
"Minum.." Reane berdiri dan berjalan kearah nakas. Mengambil gelas dan berniat menuangkan air putih kedalamnya. Tetapi terhenti karena teko airnya kosong. Ia berdecak. Kemana saja Lira sampai lupa mengisi airnya?
Reane keluar dari kamar. Menutup pintu besar itu dengan tangan kecilnya. Ia berjalan sambil memanggil-manggil nama Lira. Pelayan pribadinya itu. Tetapi tak pernah ada sahutan.
Ia melirik jam dinding disampingnya.
"Baru pukul delapan." Ucapnya lesu. Ia melanjutkan langkahnya dan sesampainya ia ditangga ia berhenti sejenak.
'Entah karena alasan apa, aku merasa menjadi lebih sensitif hari ini.' Batin Reane menatap tangga didepannya. Sungguh berbeda dengan tangga dirumahnya. Tentu ini lebih mewah.
Tiba-tiba kilasan memori tentang keluarga lamanya muncul. Ia hampir menangis. Tetapi sebisa mungkin ia menahannya saat melihat satu pelayan rumah berjalan menaiki tangga.
"Kakak~!" Panggil Reane sambil tersenyum. Masih berdiri diambang tangga.
Pelayan itu yang awalnya tidak mengetahui kehadiran Reane menatapnya terkejut. Lalu menyahut.
"Iya nona?" Tanyanya ramah saat sudah sampai di lantai atas. Tepatnya didepan Reane.
"Dibawah ada siapa?" Tanya Reane masih dengan senyumannya. Pelayan itu terpaku terhadap senyuman Reane. Tuannya yang satu ini memang terkenal dikalangan para pengurus rumah. Bukan hanya karena sikapnya yang ramah. Tetapi karena ia yang santun terhadap siapapun tanpa memandang pangkatnya.
"Kakak pelayan~" panggil Reane dengan cemberut dan membuat pelayan itu terkesiap. Ia meringis merutuki kebodohannya.
"Dibawah ada tuan dan nyonya yang sedang berbincang bersama kerabat." Jawabnya dengan sesopan mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk Kedalam Komik BL [END]
FantasyKarena makan makanan beracun. Aku, Arin Alesta mati dan bereinkarnasi menjadi Reane. Si anak keluarga kaya yang dimanja. Kunikmati hidupku dengan penuh kenyamanan hingga, sebuah fakta mengejutkanku. "Yaah, kalau begitu siapa namamu?" "A-Adim.. Adim...