Chap 17

5.1K 582 15
                                    

"Padahal kukira kalian berteman baik..." Lirih Reane sambil menatap Adim dan Raska bergantian.

Adim dan Raska gelagapan ketika mendapatkan tatapan sedih milik Reane. Mereka saling bertatapan lalu masing-masing menghela nafas pasrah.

"Baiklah."

#Flashback

15 menit yang lalu.》

Raska, Adim dan Reane sedang berjalan menuju kantin karena paksaan Reane. Dua anak laki-laki itu tidak di izinkan berbicara sama sekali oleh Reane. Dan mereka berdua hanya bisa pasrah menjalani nasib mereka hari ini.

"Oh ya Raska! Tadi sebenarnya kau mau ngapain?" Tanya Reane disela-sela perjalanan mereka.

"Aku? Ngapain?" Tanya Raska balik dengan raut bingung.

"Ish, yang itu loh. Waktu Raska gak mau aku ajak ke taman belakang." Gerutu Reane sambil menatap Raska sebal.

"Oh yang itu! Aku seharusnya bertemu dengan siswi kelas 3 di kelasnya." Jawab Raska enteng. Reane berdehem lalu terbelalak kaget kemudian. Raska bilang seharusnya dia bertemu seseorang kan? Berarti mereka sudah janjian untuk ketemu kan? Dan juga berarti siswi itu sekarang sedang menunggu kan?

Reane menoleh dengan cepat menatap wajah Raska dari samping. Dia bahkan tidak menemukan raut khawatir atau rasa bersalah dari wajah manis itu.

"Mungkin gadis itu masih menunggumu sekarang." Sahut Adim kemudian. Reane menoleh kearahnya lalu mengangguk setuju.

"Lalu?"

Reane kembali melongo, menghentikan langkahnya yang membuat dua anak disampingnya juga berhenti. Dia tidak mengerti sama sekali, yang dia ingat sifat Raska tidak seperti ini. Anak itu sangat lembut dan menghargai seseorang. Selalu merasa bersalah atas hal tidak benar yang dilakukannya walau kadang bukan dia yang salah.

Reane tidak paham, apakah ini karena faktor usia atau karena kehadiran dia yang seharusnya tidak ada. Bahkan sekarang dia baru sadar, bahwa seharusnya Raska dan Adim berbeda sekolah. Dia tidak tahu alasannya tapi dia sudah merasa ada yang salah sejak awal.

"Reane?" Suara Adim menginterupsi lamunan Reane. Reane menggelengkan kepalanya mengusir pikiran memusingkan itu. Dia akan melanjutkan nya dirumah saja, pikirnya.

"Raska! Temui gadis itu!" Pinta Reane dengan sedikit keras. Adim yang ada disampingnya mendukung ucapan Reane. Raska menggeleng, mana mungkin dia akan membiarkan Reane berduaan saja dengan Adim.

"Raska!" Tegas Reane  sekali lagi. Raska sedikit terkejut, tetapi dia tetap menolak.

"Itu tidak perlu Reane, sepertinya dia juga sudah tidak menungguku lagi."

Reane mengernyit.

"Dari mana Raska tahu?" Tanyanya.

"Aku tadi melihatnya sedang berkumpul dengan temannya." Jelas Raska. Tetapi sebenarnya itu hanya bohong belaka. Reane sedikit lega tapi tetap saja kesal. Bukankah Raska terlalu menyepelekan sebuah janji?

"Kalau begitu bagaimana kalau kita lanjut kekantin?" Ajak Raska dan menggandeng tangan Reane, menghentikannya yang sudah membuka mulut bersiap berbicara lagi.

Sesampainya dikantin, mereka mencari tempat yang kosong. Area kantin sedang ramai saat ini, mereka berharap ada bangku yang kosong.

Sesudah menemukan tempat duduk, Reane memesankan makanan. Tidak memakan waktu yang lama sampai makanan mereka sampai. Baso tiga porsi, dan jus buah.

Mereka makan dengan santai dan harmonis sebelum sebuah otak pembawa masalah Reane berfungsi.

'Mweheheh.'

"Emm, Adim bisakah aku minta sesuatu?" Tanya Reane dengan nada merengek. Adim yang tidak tahu  pikiran buruk Reane mengangguk.

"Apa?" Adim menghentikan kegiatannya lalu memandang wajah Reane. Bahkan Raska pun memberhentikan tangannya.

"Kau yakin? Adim tidak boleh menolak loh!" Adim mengernyit bingung, tetapi pada akhirnya dia mengangguk.

"Janji?" Adim kembali mengangguk. Dia tidak tahu saja, bahwa dia sedang terjebak sekarang. Reane tersenyum mengerikan. Sedangkan Raska menatap tidak suka dengan obrolan dua anak didepannya. Ia merasa diacuhkan, padahal tidak.

"Hehe, kalau begitu suapi Raska!"

"Huh?!" Adim berjengit kaget. Menatap Reane tidak percaya

"Eh?" Raska tak kalah kaget, kenapa namanya dibawa-bawa? Apalagi Reane meminta Adim menyuapinya? Dia tidak bisa berkata-kata.

"Tidak mau!!" Tolak Adim menatap Reane kesal. Lalu ganti menoleh kearah Raska. Dengan alis bertaut.

"Aku juga tidak mau!" Ucap Raska kemudian.

Reane sudah menduganya, karena itu dia sudah menyiapkan senjata. Dia mengambil nafas dalam-dalam lalu memasang wajah memelas.

"Padahal kukira kalian berteman baik..." Lirih Reane sambil menatap Adim dan Raska bergantian. Inilah yang ia maksud dengan senjata. Ia membuat situasi dimana dua anak didepannya mengira dirinya salah paham dan berekspektasi lebih pada mereka.

Dan dengan memanfaatkan itu ia akan membuat Raska dan Adim dekat walaupun dengan sedikit paksaan. Karena ambisinya mengubah alur cerita begitu kuat. Ia tak ingin melihat kematian Adim, apalagi ia sudah merasa dekat dengannya. Sebagai teman.

Tanpa sadar reane memasang muka sedih, mengingat scene akhir dari komik kesayangannya itu. Dia ingat saat Raska memeluk tubuh Adim dengan erat seakan tidak mau melepaskannya. Begitu memilukan, mengingatnya membuat ia ingin menangis sekarang.

Adim dan Raska gelagapan ketika mendapatkan tatapan sedih milik Reane.

Reane menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan ingatan menyedihkan tersebut. Jujur dia tidak sanggup membayangkannya jika itu benar-benar terjadi dan dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia menatap Adim.

"Padahal kau sering menyuapiku, tapi kenapa tidak untuk Raska?!" Seru Reane tidak sabaran, tiba-tiba moodnya sedikit turun. Tetapi ia tetap bersikeras memaksa kedua mangsanya itu. Cepatlah dan tunjukkan padaku. Itulah yang ada  dipikiran Reane saat ini.

"Itu berbeda.." ucap Adim lembut mencoba menenangkan Reane.

"Tidak ada yang berbeda. Dan kau sudah berjanji tadi, tidak boleh ingkar." Ujar Reane ketus, dan menunjukan makna tersirat disana. Yap, dia menyindir Raska. Tetapi sayangnya yang disindir tidak peka sedikitpun. Malah Adim yang melirik Raska karena menangkap maksud perkataan Reane.

"A-apa?" Tanya Raska gugup. Pasalnya dua anak didepannya malah menatapnya terang-terangan.

"Reane..." lirih Adim kembali fokus pada Reane.

"Hmph!" Reane mengembungkan pipinya lalu memalingkan mukanya kesal. Sesekali melirik Adim dan Raska.

Saat ini Reane sedang dalam mode marah, benar-benar marah. Mereka berdua tidak mengerti jalan pikiran gadis itu. Mengapa ia meminta sesuatu yang begitu memberatkan ego mereka?

Adim menggaruk rambutnya gusar, ia menatap Raska. Adim menyerah. Dan bisa dipastikan bahwa Raska juga dalam keadaan yang sama.

Mereka bersitatap lama lalu masing-masing menghela nafas pasrah. Mereka benar-benar terpaksa. Dan juga tidak ingin memperpanjang ini.

"Baiklah."

Reane tersenyum cerah, ia memandang mereka berdua penuh harap.

Ia menatap berbinar pemandangan didepannya. Adim memasukan satu buah baso kedalam mulut Raska. Dengan menahan tangannya agar tidak memasukkan garpunya sekalian.

Setelah selesai ia menatap Reane, gadis itu terlihat bahagia. Ia tersenyum kecil tanpa sadar. Raska terkaget-kaget melihatnya, pikirannya terbang kemana-mana.

'Dia.. tersenyum karena apa?'

Raska merinding, ia menepis pikirannya jauh-jauh. Tetapi ia kembali dibuat terkejut.

"Sekarang gantian!" Reane tersenyum sumringah saat mengatakannya.

'Tidakkk!!'

TBC.

Masuk Kedalam Komik BL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang