Setelah pulang dari toko buku, Reane bergelut dengan alam pikirannya di kamar kesayangannya. Bagamaimana tidak? Ternyata Raska menyadari niatannya selama ini. Memang, Reane sudah menduga kalau cepat atau lambat ia akan ketahuan atau lebih parahnya mereka menjauh karena risih. Tetapi ia tak menyangka kalau akan secepat ini.
"Tentang mimpi kemarin saja belum tuntas, sekarang apa lagi?" Reane mengacak rambutnya frustasi, semuanya seakan saling bertumbuk dikepalanya. Karena bertemu Niel, ia sempat melupakan perihal mimpi buruknya tadi malam. Tetapi sekarang ia harus dihadapkan lagi dengan sebuah masalah, ah atau tepatnya pilihan.
Antara melanjutkan rencananya atau menghentikannya.
Sebenarnya, sejak awal rencana yang ia susun sudah hancur berantakan. Bahkan sekarang Roni menjadi dekat dengannya, Raska dan Adim.
"Ini menyusahkan.."
Tok tok.
"Nona, waktunya makan malam." Suara Lira terdengar dari luar kamar Reane, dengan tanpa semangat Reane bangun dari tidurnya. Ia memandang malas pintu didepannya.
"Aku sedang tidak mau makan! Aku akan langsung tidur." Ujar Reane dengan nada sedikit berteriak. Lalu kembali membenamkan wajahnya lada ceruk bantal miliknya. Setidaknya ia ingin menenangkan pikirannya sekarang.
.
.
.Reane --> Arin
Brak!
"Ukh!" Arin terlonjak kaget saat suara gebrakan yang begitu keras mengejutkannya. Ia menoleh kesumber suara dan menemukan Reane yang duduk dengan wajah lebam dan berdarah. Lengan, kaki dan bagian tubuh lainnya sama mirisnya.
"Mimpi lagi?" Beo Arin dengan gemetar, entah kenapa kejadian didepannya membuatnya takut berlebihan. Tak seperti dirinya biasanya.
"Kau sudah gila..!" Desis Reane menatap nyalang orang didepannya, orang sebagai pelaku mirisnya keadaan Reane hanya tersenyum. Senyuman yang mengerikan. Arin tak bisa melihat wajahnya, karena orang tersebut berada di tempat yang begitu gelap. Hanya terlihat siluet dirinya saja.
"Heem, bukankah kau sendiri yang menginginkan hal ini?" Tanya siluet tersebut, Arin diam mendengarkan. Ia merasa tak asing dengan suara tersebut.
Orang tersebut melangkahkan kakinya, membuat tubuhnya perlahan terlihat oleh mata. Sesaat setelah ia menunjukkan seluruh badannya dengan jelas, Arin terduduk lemas dengan tangan yang membungkam mulutnya erat. Walaupun sebenarnya jika ia berteriak, mereka tidak akan mendengarnya.
"Oh~ Reane ku sayang.. kau membuatku menjadi semakin tidak waras."
Arin tak tahu lagi harus mengatakan apa, bibirnya bungkam, suaranya tercekat tak mau keluar. Karena hal yang ia lihat sangatlah mengejutkannya.
Orang yang menyiksa Reane adalah, Roni.
"Semua ini bukan hanya kesalahanku!! Kau..! Kau juga--"
Plak!
"Beraninya kau membentakku!" Teriak Roni dengan wajah memerah, menampar Reane berulang kali. Arin melihat pemandangan tersebut dengan tubuh bergetar, dengan dirinya yang sekarang, ia jadi merasa bahwa yang sedang disiksa oleh Roni adalah dirinya.
Ia juga sangat tidak menyangka bahwa Roni sekejam ini.
Reane menatap lantai dengan pandangan kosong, hidupnya hancur, semuanya terampas darinya. Semua karena pemuda dihadapannya. Ia menghancurkan kebahagiaannya.
"Kau menyebalkan!" Roni menyeret Reane tanpa belas kasih, dan Reane hanya diam saat diperlakukan bak binatang seperti itu.
Adegan dewasa Arin saksikan, bruntal, mengerikan, dan menyiksa. Tak kuat menahan itu, Arin menangis. Roni sangat kejam, dia gila, dan ia membenci itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk Kedalam Komik BL [END]
FantasyKarena makan makanan beracun. Aku, Arin Alesta mati dan bereinkarnasi menjadi Reane. Si anak keluarga kaya yang dimanja. Kunikmati hidupku dengan penuh kenyamanan hingga, sebuah fakta mengejutkanku. "Yaah, kalau begitu siapa namamu?" "A-Adim.. Adim...