32. Papa [Revisi]

131 13 0
                                        

32. Papa

***

Benar kata Tama. Asal bersama Tama, maka tidak akan ada masalah dengan Mamanya. Semudah itu menghadapi semuanya.

Tidak ada pertanyaan sulit, tidak ada tatapan mencurigakan, atau gerutuan pedas karena Tara telah begitu tega meninggalkan sang Mama hampir tiga tahun lamanya. Tama sangat pengertian didepan Mamanya, satu hal yang baru Tara pahami sekarang. Lelaki itu bisa membaca situasi dan perasaan Mamanya, sehingga tahu apa yang perlu dan tidak perlu ia jelaskan. Tama juga paham betul memberikan apa yang Mamanya mau, pantas saja Tama menjadi menantu idamannya.

Sayang sekali, saat ini Tara malah tidak lagi sejalan dengan itu. Perasaannya pada Tama telah hilang.

Ia dan Tama bertahan hanya untuk satu misi yang sama, yang baru Tara sadari akhir-akhir ini bahwa itulah yang membuat Tama kembali bangkit.

"Kamu serius mau bawa Kala? Nggak akan bikin repot dikantor?" Entah itu pertanyaan ke berapa kalinya dari Tara pagi ini. Ia tidak begitu yakin meski tahu Tama selalu bisa mengatasi putrinya dengan baik.

"Kamu tenang aja pokoknya, Kala aman sama aku. Kita berangkat duluan ya, kamu nanti hati-hati dijalan. Salam untuk Nisa." Pamit Tama dengan Kala dalam gendongannya.

Tara tersenyum hangat. Melambaikan tangan pada keduanya, lalu membalas kiss bye yang di lakukan putrinya sebelum mereka memasuki mobil. Tama membawa mobil sendiri, karena Pak Handi supir pribadinya harus mengantar Tara. Sejak Aini kecelakaan, Tama benar-benar tidak membiarkan Tara apalagi bersama Kala membawa kendaraan sendirian. Ia juga selalu menanyakan  apakah Pak Handi dalam keadaan Vit atau tidak sebelum bekerja.

Ponsel Tara berdering.

Nama Nisa muncul di layar, membuat senyum indah terukir di bibir Tara. "Ya, Hallo Beb?"

"Kita sudah siap loh, apa kamu sudah jalan?"

"Tunggu 10 menit paling lambat, aku tiba disana."

"Baiklah, hati-hati dijalan sayangku."

Tara memekik gembira. Kemarin Raka dan Nisa menginap dirumah mertuanya, dan besok pagi berencana untuk pulang. Tapi Tara meminta mereka untuk bertemu sebelum mereka pulang, tentu saja bukan dirumah Keluarga Pak Andra.

Tara ingin meminjam Kaisar hari ini. Setelah pertemuan dua hari lalu, Kaisar telah mengenalnya. Mungkin karena ikatan batin antara ibu dan anak, bocah itu cepat sekali merasa nyaman dengan Tara. Tentu Tara senang bukan main, ia akan menghabiskan seharian ini dengan puteranya lalu akan ia kembalikan ke bogor nanti malam. Atau bila perlu, besok pagi! Batin Tara senang.

***

"Nah, itu kafenya Pak. Bapak tunggu di mobil saja ya, saya nggak lama. Cuma ambil Kai aja Kok." Ujar Tara pada Pak Handi.

"Siap mbak." Jawab Pak Handi mengerti.

Tara keluar dari mobil dan melenggang anggun memasuki kafe tempat yang ia dan Nisa pilih untuk bertemu.

Begitu pintu terbuka, disapunya seluruh pemandangan didalam kafe. "Itu dia!"  Tunjuknya semangat dalam hati.

Beberapa pengunjung bahkan terus melihat kearahnya sejak tadi. Entah dimana anehnya, Tara hanya menggunakan gaun warna biru muda dengan model payung yang panjangnya sebatas lutut, bertali spaghetti. Tara memang selalu berpenampilan fresh, seperti gadis remaja meski usianya sudah menginjak kepala tiga. Tama bilang, melihat diri kita sendiri indah dipandang bisa berpengaruh baik untuk kepercayaan diri.

"Morning sayang, morning Raka.. and.. Morning my baby boy??.." Kaisar tersenyum malu-malu dalam pelukan Raka. Namun matanya terus mengintip Tara. Sedikit salah tingkah menerima sapaan Wanita itu.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang