***Langkah Tara terasa begitu berat memasuki bangunan megah tempat perempuan yang telah melahirkannya tinggal. Entah sejak kapan, Tara selalu merasa begitu berat tiap akan memasuki rumah ini. Atau mungkin karena diri Tara sendiri yang sebenarnya tidak yakin pernah siap menghadap ibunya?
Ya tuhan.. Berkali-kali Tara merapal dalam hati. Meneguhkan hati dan menguatkan tekat, kali ini ia harus jujur. Kali ini, apapun pendapat mamanya dan bagaimana reaksinya, Tara harus berkata jujur. Tara tidak ingin menghindar seperti pengecut lagi. Tara tidak ingin hidup dengan berbagai pertanyaan dan tatapan menyelidik dari Risa. Demi tuhan, andai hubungannya dengan Risa akan hancur pun ia tidak peduli.
Sayup-sayup suara percakapan beberapa orang diruang tamu Risa menggelitik telinga Tara. Siapa yang tengah bertamu dirumah Mamanya?
Dipelataran hanya ada mobil Risa dan satu mobil lain yang Tara tebak adalah milik Dana. Apakah adiknya tengah berkunjung?
"A-," Ucapan salam yang semula akan terlantun dari bibir Tara tertelan kembali dalam tenggorokannya kala netranya mengabsen siapa saja yang tengah duduk disana. "Raka? Tama?"
Ada apa gerangan Mereka kemari? Tanpa memberitahu dirinya? Bukankah Kaisar juga tengah menginap dirumah Raka? Lalu kenapa Tama juga ada disini? Bukankah mereka sudah selesai? Kenapa Tama masih-,
Sebuah pemikiran buruk tiba-tiba melintas begitu saja dalam kepala Tara. Ya tuhan, jangan bilang Raka tengah mengakui perbuatannya? Dan Tama..
"Hai, Tara." Sapa Raka garing. Tentu saja, tidak ada yang menganggap sapaan itu.
Dana dan Risa yang juga tengah duduk dihadapan Raka dan Tama, ikut mengalihkan atensi kepada Tara. Seolah tengah menjadikan wanita itu sebagai titik pusat berkumpulnya permasalahan ini berasal.
Aku terlambat lagi? Bisik Tara dalam hati. Kenapa orang-orang selalu lebih dulu melangkah didepannya?
"Duduk!" Santai tapi tegas. Titah Risa dengan dagu terangkat serta sebelah alisnya menukik ke atas. Persis tokoh pemeran antagonis di film-film.
Dalam hati Tara kembali mengumpat. Duduk dimana? Ibunya bersebelahan dengan Dana. Sementara dua sofa panjang di depannya di isi masing-masing satu orang, Tama dan Raka. Disamping siapa dia harus duduk?
Demi mencari keamanan, Tara hendak melangkah dikursi Tama. Tetapi itu hanya terjadi dalam angannya, sebab lengan Raka sudah lebih dulu menahan lengannya. Menariknya lembut untuk duduk disisi lelaki itu, seolah kembali menegaskan bahwa tempat Tara seharusnya memang bersamanya.
"It's oke." Bisik Raka lembut, tapi tentu selain Tara pun juga bisa mendengar bisikan itu.
Risa menghela nafas panjang entah untuk ke berapa kalinya. Sementara hanya menatap keduanya begitu pias.
Dana? Lelaki itu hanya menggeleng kecil, tak percaya kakaknya begitu menyukai drama. "Baru pulang dari butik mbak?" Tanyanya basa-basi.
"Enggak, mbak dari apartement." Jawab Tara kaku.
"Kaisar kenapa nggak diajak?"
"Kai-,"
"Kai dirumah saya, dengan ibu saya. Sengaja saya titipkan disana karena malam ini Papa dan Mamanya harus menyelesaikan beberapa hal." Potong Raka lugas.
Tama mengalihkan tatapannya dari Raka dan Tara. Mulai tak nyaman dengan situasi yang sejak tadi memang tak menyenangkan.
"Ma, saya pulang ya? Semua sudah jelas disini, dan mama bisa langsung tanyakan pada Tara jika masih ada yang mengganjal. Anak Tama pasti sudah menunggu Tama dirumah."
Tara menelan salivanya susah payah. Anaknya! Kalla juga anaknya! Putrinya yang sudah ia antarkan ke rumah Tama sore tadi. Dalam hati Tara terus merapalkan doa, agar keadaan segera berjalan baik. Ia tidak ingin berpisah dengan anak-anaknya lagi. Sudah cukup ia menjadi ibu yang buruk.
"Silahkan, hati-hati ya nak. Salamkan untuk Bundamu dan juga Kalla. Akhir pekan Mama akan berkunjung kesana." Ucap Risa lembut. Membuat Tara memekik iri. Tara tidak pernah diajak biacara selembut itu.
"Iya Ma, assalamualaikum."
"Walaikum salam."
Setelah kepergian Tama, suasana kembali hening. Jantung Tara bertalu hebat, menanti amarah seperti apa yang akan ia dapatkan dari Risa. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, tidak ada tamparan seperti beberapa bulan lalu. Tidak ada lagi teriakan dan tatapan kebencian dari Risa untuknya.
Tara mengernyit heran. Apakah sebenarnya Risa belum mengetahui apapun?
Apakah Tama kembali menyelamatkannya? Lagi? Atau-,"
"Apa rencanamu ke depannya?" Tanya Risa dengan sorot mata penuh pada Raka.
"Membawa Tara bersama saya, menjadikan Tara ibu dari anak-anak saya."
"Kamu sudah melakukannya. Kamu sudah mengambil dia dari Tama. Apalagi rencana kamu?" Tekan Risa tajam.
Raka tersenyum manis seolah tak memiliki masalah apapun dalam hidupnya. "Saya minta restu tante, untuk menikahi putri tante. Saya mencintai Tara sejak dulu dan hingga sekarang."
"Kalau saya tidak mengizinkan?" Tantang Risa.
"Akan saya lakukan apapun sampai tante mengizinkan."
"Apa jaminan kamu mau menikahi Tara? Apa yang akan dia dapat nantinya? Ibu rumah tangga? Mengurusi anak-anakmu dan anakmu dengan Nisa? Lalu mengurusi kamu juga? Begitu?"
"Saya tidak akan memaksakan apapun pada Tara, pengasuh akan membantu kami menjaga anak-anak. Sebisa mungkin, saya tidak akan membuat Tara merasa susah. Saya bersumpah, saya akan selalu bersamanya menemani Tara dalam keadaan apapun. Selamanya."
"Sumpahmu begitu manis, padahal istrimu baru saja meninggal satu bulan yang lalu kan?"
Raka tersenyum kecil. "Sebelum istri saya meninggal, rencana ini sudah saya jalankan tante. Tante tahu sebrengsek apa diri saya, dan saya mencintai Tara."
"Jadi, kalian benar-benar berselingkuh dibelakang Nisa dan Tama?"
Raka maupun Tara terdiam seribu bahasa. Tidak mengelak ataupun membenarkan, dan Risa mengambil kesimpulan bahwa jawabannya adalah ia.
"Darah Andra mengalir terlalu banyak padamu Raka, tetapi hanya keburukannya saja yang kau terima. Bagaimana bisa saya mempercayakan anak saya kepada kamu?" Ejek Risa sinis.
Tapi dihadapannya adalah Raka. Araka Chandra Dinata. Orang yang telah belasan tahun mengenal Risa. Itu sama sekali tidak membuatnya tersingsung.
"Jaminan warisan untuk cucu saya? Kaisar?"
"Dinata Corp, milik tetap Kaisar. Saya pastikan itu, saudaranya tidak akan mengusiknya sedikitpun."
Tara yang sejak tadi diam pun membulatkan matanya. Dinata Corp? Itu perusahaan kakek Raka, yang sekarang tengah dipegang Andra dan adik Andra. Dinata Corp bukan perusahaan sembarangan. Kenapa mamanya matre sekali?
"Surat menyurat sudah di uruskan? Saya akan bicarakan ini dengan Andra sebagai bayaran karena saya mengizinkan cucu saya bertemu lagi dengan keluarga kalian."
"Silahkan, Tante."
"Kaisar akan jadi penerus, dan jangan sampai keluarga yang lain mengganggunya."
Raka mengangguk paham. "Saya pastikan itu, tante."
"Baiklah. Jangan tampakkan wajah kalian dihadapan saya sampai kalian membawa hari bahagia untuk saya." Putus Risa final.
Tara terdiam tak mengerti. Apa maksud Mamanya?
"Hari bahagia akan datang satu bulan lagi, tante. Terimakasih, telah memberi restu atas penantian panjang saya. Papa akan datang segera untuk memperjelas semuanya."
Tara semakin tak mengerti. Ada apa sih ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021