***
3 Tahun kemudian..
---
Pagi ini, halaman rumah Raka dipenuhi hiasan bunga dan balon warna-warni. Balon bertuliskan angka tiga terpampang besar disertai ucapan selamat ulang Tahun Aurelina Dinata.
"Kok cemberut?" Tanya Raka pada putri kecilnya. Hari ini gadis kecil itu tampil begitu cantik dengan gaun putih indah layaknya peri. Make up tipis begitu cantik menghiasi wajahnya, tak lupa mahkota yang bertahta di rambut pirangnya, sempurna sudah penampilan Aurel.
"Abang nakal!" Ketus Aurel dengan wajah menahan tangis.
"Abang? Abang kenapa sayang?"
"Abang nakal! Main sama dia! Gabole, abang punya Au!" Rengek Aurel. Tatapannya begitu bengis mengarah pada Kaisar yang tengah berlarian mengejar Kalla. Kedua bocah itu memang tidak bisa terpisahkan jika sudah bertemu.
"Sayang, itu kan Kakak Kalla. Au bisa main sama-sama dengan abang dan Kakak." Bujuk Raka. "Ayo, Papa gendong ke abang. Masa Princess yang sedang berulang tahun menangis sih?"
"Au? Kenapa sayang?" Tara datang menghampiri keduanya dengan bayi laki-laki dalam gendongan. Anak terakhirnya dengan Raka, Keanu Andra Dinata.
"Ngambek Ra, gara-gara dicuekin Abangnya." Jawab Raka geli.
Tara ikut tersenyum menatap Aurel. "Ehh, cemburu nih abangnya main sama Kakak Kalla?" Godanya.
Aurel merengek kesal karena semakin di goda. "Abangggg!" Pekik Aurel keras. Berharap Kaisar mendengar suaranya dan mau berhenti bermain dengan Kalla untuk menghampirinya. "Abang!!" Panggilnya lagi.
Dari kejauhan, Kaisar menoleh sekilas ke arah Aurel. Namun kembali mengalihkan pandangannya saat Kalla berlari ke arah lain. "Kalla, tunggu!"
Aurel semakin kesal. Lagi-lagi Kaisar mengabaikannya. "Abang!"
"Sayang, hei.. Kita ke nenek yuk? Nenek sudah datang loh?" Bujuk Tara. "Nenek bawa kado besar buat Au. Sama abangnya kan bisa nanti lagi, nenek nunggu Au didalam sayang."
"Iya, benar kata Mama Tara. Ayo kita ke nenek dulu?" Raka ikut membujuk.
Sebenarnya Aurel masih kesal, tetapi tidak memberontak ketika Raka menggendongnya masuk ke dalam rumah. Aurel pasrah dengan wajah bersimbah air mata.
Sesampainya didalam, mereka disambut dengan suasana riuh tawa para orang tua.
"Kenapa Aurel, Ka?" Tanya Ira.
"Ngambek, Ma. Ditinggal main abangnya." Jawab Raka.
Meski tahu sang nenek tengah memperhatikannya, bocah digendongan Raka tetap acuh. Ia bahkan memeluk leher ayahnya.
"Sayang? Sama nenek yuk? Lihat ini nenek bawa apa?" Ira membujuk Aurel, berdiri di belakang Raka agar Aurel melihat kotak bawaannya.
Bukannya merespon, Aurel malah melepas belitannya di leher sang ayah dan menggeliat turun. Matanya tertuju pada satu orang yang begitu menarik untuk dijadikan misi pembalasan dendam.
"Mau kemana sayang?" Raka hendak berlari mengejar putrinya namun Tara lebih dulu menahannya.
"Nggak papa, biarin aja. Kamu akan melihat seberapa cerdik putrimu." Ujar Tara.
Raka mengerjap tak paham. Mereka semua terus mengawasi langkah mungil Aurel yang tengah berlari menuju seseorang yang tengah sibuk dengan sambungan telepon di telinganya.
Orang itu tengah membelakangi mereka, sehingga langsung terkejut ketika bocah mungil menubruk kedua kakinya.
"Hai?"
Aurel menatap serius sosok tinggi nan gagah itu. Lalu matanya beralih kesamping dimana Kaisar dan Kalla tengah tertawa bersama sambil mencicipi aneka kue.
Senyum miring terbit dibibirnya. Dengan kesungguhan penuh, ia julurkan kedua lengannya pada sosok gagah itu. "Mau gendong."
"Gendong?" Beo lelaki itu.
"Gendong!"
Seketika senyum ceria Aurel terbit cerah bak sinar matahari. Bahkan saking terangnya, terlihat silau kalau menatapnya. Aurel tersenyum puas, dengan sengaja ia merangkul leher lelaki itu. "Hmm.. Mangii.."
"NO!! HE IS MINE!!!"
Dari kejauhan, sosok yang tadi tengah asik menikmati kue berlari kencang menuju Aurel. "Daddy! Lepas! Lepas! Lepaas!" Bentaknya sebelum bisa menjangkau kedua manusia itu.
Tama berkedip tak mengerti dengan situasi yang tengah terjadi. Gadis kecil dalam gendongannya tenang-tenang saja merangkulnya, tetapi balita kesangannya sebentar lagi tiba dengan aura kemarahan tak terelakan.
Ada apa sih?
Tama terbelalak ngeri ketika Kalla semakin dekat dan siap menerkam. Baru Tama sadari putrinya tengah cemburu karena ia menggendong anak lain.
"Ka-kalla-," Mampuslah kau Tama. Tama menghitung mundur dalam hati.
Satu..
Dua..
Ti-,
Sreettt...
Kalla tidak sampai pada Tama setelah hitungan ketiga. Gadis kecil itu malah berakhir dalam gendongan Raka. Diciuminya gadis kecil itu habis-habisan. Tidak peduli meski sang empu menjerit heboh tidak suka.
Diam-diam, Tara menatap Tama. Tatapan yang sarat akan banyak makna. Begitu banyak kata yang ingin Tara ucapkan dengan laki-laki itu, yang tidak pernah terealisasi hingga sekarang.
"Turun ya?" Tanya Tama pada Aurel.
"Iya." Cicit Aurel. Tiba-tiba ia merasa ngeri melihat sorot tegas mata Tama.
Setelah menurunkan Aurel di sofa, Tama menghampiri Kala digendongan Tama. "Maaf sayang, ayo sama Daddy."
Raka menyerahkan Kalla yang wajah sudah memerah, Raka tertawa geli. "Gemes banget deh kalo marah." Ungkapnya. Jujur saja, setiap kali Kalla merajuk, itu selalu mengingatkan Raka akan Lava. Sangat mirip sekali.
"Hei.. hei.." Tama menggendong Kala ala koala dan membawanya keluar. Mencari tempat lebih sepi, Tama duduk di samping rumah. Meletakkan Kala dalam pangkuannya dan sesekali memberikan kecupan ringan di rambut hitam legam Kalla.
"Baby.." Bisiknya lembut.
"Dad.." Kalla menjawab dengan rengekan manjanya. "Jangan gendong dia lagi! I don't like, Dad. I don't!."
"Iya Baby, iya.. Sorry.."
Kalla menyandar manja dalam dekapan hangat Tama. Menenangkan diri setelah tadi menghabiskan tenaga dan emosinya, memberontak dari gendongan Raka.
Aurel memang menyebalkan. Ingin sekali Kalla memukul bocah kecil itu, berani sekali minta gendong Daddynya. Daddy hanya miliknya seorang, tidak boleh dibagi dengan siapapun.
"Dad.."
"Ya, sayang?"
"I love you."
Tama tersenyum manis mendengar itu. Ia eratkan pelukannya pada tubuh mungil Kalla. "Love you more, baby."
Tama tidak berdusta. Inilah adanya. Ia mencintai gadis kecil ini sepenuh jiwa raganya. Tidak peduli dengan nuraninya yang sering bergejolak saat melihat interaksi Kalla dan Raka. Tidak peduli jika mungkin suatu hari nanti, Raka akan menghabisinya karena telah tega membawa putrinya.
Tama akan terus mempertahankan Kalla. Disisinya. Selama mungkin. Dan andai suatu hari nanti Kalla mengetahui kebenarannya, ia akan melakukan seribu satu cara agar gadis itu memilihnya. Akan Tama buat Kalla tidak bisa tanpa Tama. Akan Tama buat Kalla merasa tidak genap tanpa dirinya. Itulah janji Tama.
"I love you and always, baby."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021