7. Lembur...? [Revisi]

173 16 0
                                    

7. LEMBUR

***

Pagi telah datang.

Tara membuka matanya perlahan. Pelan tapi pasti kesadarannya kembali dari alam mimpi. Ingatan tentang status barunya menyeruak begitu saja, menghempaskan semangat untuk memulai hari yang bahkan belum lama ini ia usahakan.

Menghela nafas lega, Tara bersyukur dirinya masih utuh. Hanya statusnya saja yang berganti.

Tidak ada Raka disisinya. Tara sangat tidak siap memulai apapun dengan lelaki itu, mrmbayangkan berbaring bersisian dengan Raka di kasur saja ia sudah bergidik geli. Maka dari itu, Tara langsung kabur setelah acara pernikahan rahasia mereka usai.

Ia yakin Nisa pasti memaklumi dirinya. Mungkin alasan Nisa memilih dirinya pun karena Nisa tahu, sejak dulu Tara sudah anti dengan Raka. Membayangkan apapun yang berbau romansa dengan Raka bisa langsung membuat Tara mual. Aneh, Tara juga tidak tahu. Padahal Raka lelaki normal, tampan, pintar dan bersih. Bukan lelaki jorok atau urakan.

Mulai dari mengirup nafas dalam-dalam, lalu di hembuskan perlahan. Akhrinya Tara siap kembali memulai hari. Ia bangkit dan langsung membersihkan diri.

Teh hangat dan sehelai roti dengan selai cokelat menjadi menu sarapan paginya didalam kamar. Pemandangan indah yang terpampang melalui kaca dihotel membuat Tara bersyukur ia masih diberikan nikmat menyaksikan indahnya dunia.

Bak wanita karir yang sibuk, Tara menyesap teh perlahan sembari membaca beberapa email yang masuk melalui ponselnya.

Lalu membalas beberapa pesan dari pelanggan yang sedang memiliki project di butiknya.

Sebenarnya Tara merasa hidupnya sudah sangat baik, ia hanya perlu menjadikan Tama sebagai suaminya dan mereka memiliki satu anak dan semuanya sempurna.

Sayang sekali, keinginan simple itu pun sudah kandas sekarang. Lelaki impiannya telah jauh dari jangkauan, mungkin saatnya Tara melakukan sesuatu yang berguna untuk orang lain.

Sekali-kali, main drama dengan tema pengorbanan. Pikir Tara.

Waktu santai selesai, tepat pukul 7 45. Bersamaan dengan masuknya pesan Dinda, yang mengabarkan kehadiran klien di butik. Menunggunya.

***

Tara terkekeh geli melihat Dinda buru-buru membuka menu sarapannya. Sudah pukul 11 pagi, dan gadis itu baru bisa mengisi perutnya yang lapar.

"Mbak kan udah bilang, kamu tinggal disini aja Din. Selain hemat ongkos, kamu bisa mengatur waktu untuk sarapan pagi. Kita nggak tahu kapan ada tamu kepagian kayak tadi." Nasihat Tara serius.

Dinda mencebik. "Nggak berani lah mbak. Serem kali, butik segede ini kutinggalin sendiri."

"Dasar penakut!"

"Yee, kenapa nggak mbak aja yang tinggal disini? Sayang loh duitnya buat bolak-balik ke apartement."

"Kalo saya jelas butuh suasana baru lah!"

Ya saya juga butuh mbak! Batin Dinda. Tapi tentu saja tidak berani menyampaikan.

Sembari mengunyah nasi padangnya, Dinda mengamati wajah Tara yang serius. Wanita itu tengah mendesain gaun pesanan ibu pejabat yang tadi datang.

Mbak Tara cantik banget sih, pinter lagi. Tapi kenapa baik banget coba? Mau banget jadi bini keduanya Mas Raka. Gerutunya dalam hati.

"Mbak.."

"Apa..?" Jawab Tara tanpa menoleh. Fokusnya masih pada kertas di mejanya.

"Padahal waktu saya bilang yang kayak Mas Raka cocok buat mbak, saya berharapnya Mas Raka yang lain. Tapi kenapa mbak nikahnya beneran sama Mas Raka sih mbak?"

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang