***Lorong rumah sakit begitu sepi ketika Tara melangkahkan kakinya ditengah malam. Tentu saja, siapa yang kurang kerjaan berkeliaran dirumah sakit di waktu rawan hantu begini kecuali Tara.
Tapi Tara tidak peduli. Ia hampir tidak mempedulikan apapun kecuali keinginannya untuk segera melihat Raka.
Langkah Tara sedikit memelan, mencari-cari nama ruangan tempat Raka berada. Satria bilang, Raka sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
Dahlia 1.
Dahlia 2.
Dahlia.. nah, ini dia!
Ceklek!
Pemandangan pertama yang Tara dapati saat membuka pintu adalah sosok Andra yang duduk termenung di sofa. Sendirian. Sepertinya keluarga Raka yang lain masih disibukkan dengan permasalahan dirumah Raka.
"Malam om." Sapa Tara lirih. Namun mampu mengganggu lamunan pria paruh baya itu.
"Malam." Andra melirik sejenak jam yang melingkar ditangannya. "Om Rasa, ini bukan jam operasional besuk."
Tara menunduk tanpa menjawab. Menyadari kemungkinan Andra memang tak senang dengan kehadirannya.
"Saya tidak bermaksud mengusir, tetapi ini sudah hampir tengah malam. Kenapa kamu datang kemari? Kamu perempuan, tidak baik berkeliaran malam-malam seorang diri."
"Maaf, tapi saya juga tidak ingin pulang om."
Andra menghela nafas panjang. Perempuan dihadapannya ini rupanya cukup keras kepala. "Kalau kamu menginap, biar saya pulang."
"Boleh, kalau om tidak keberatan." Justru ini yang Tara mau. Disini dengan Raka, hanya dengan Raka! Tanpa orang lain, agar Tara bisa mengeluarkan semua isi hatinya tanpa sungkan.
"Ya sudah, kalau membutuhkan sesuatu jangan ragu hubungi saya. Besok pukul tujuh Mama Raka akan datang."
"Iya, terimakasih om."
Andra mengangguk kecil. Lalu menepuk ringan bahu Tara sebelum memutuskan untuk keluar dari ruangan. Meninggalkan putranya bersama perempuan yang telah ikut andil membangun permasalahan ini.
Tetapi Andra tidak akan egois. Ia tahu Tara bukanlah perempuan yang jahat. Tara adalah perempuan pintar dan terhormat, bukan pula dari keluarga sembarangan. Hanya nasibnya saja yang kurang beruntung hingga berurusan dengan rumah tangga putranya.
***
Setelah Andra benar-benar telah meninggalkan ruangan, Tara mendudukkan dirinya dikursi yang berada disisi ranjang tempat Raka berbaring. Tara genggam lembut jemari lelaki itu yang tidak digunakan untuk infus.
"Hey.. bangun dong. Kita cuma berdua nih." Tara pejamkan matanya pedih. "Bangun Raka, aku butuh kamu."
"Raka.. " Tara tidak tahu harus melakukan apa lagi. Otaknya penuh, masalah begitu suka menghadangnya. Bagaimana pula nanti ia menjelaskan pada mamanya? Menghadapi kemarahan dan kekecewaan wanita itu pada putri yang selalu mengacaukan segalanya.
"Kenapa kamu ikut aku kesini?" Tanya gadis berseragam putih biru dengan ketus. Ia langsung saja kesal setiap kali lelaki dengan mata sipit itu mengikutinya.
"Bantu kamu, bu Ela yang suruh."
"Aku bisa bawa buku-buku ini sendiri, sana pergi!"
"Jutek banget deh, mau dicium?"
Gadis itu membulatkan matanya. Menatap jijik teman sekelas yang menurutnya sedikit gila itu."Raka! Jangan sembarangan kalau ngomong! Ini di depan kantor guru!"
"Aku nggak sembarangan, kalau kamu beneran mau dicium ya sudah ayoo! Ke rooftop aja deh, jangan disini."
"Sinting kamu ya! Minggir sana, orang gila!"
"Tara! Kok marah sih? Kamu tambah seksi tau, kalau marah."
"Aku nggak marah, Raka! Aku nggak mau dekat-dekat kamu!"
"Kamu mau dekat aku! Lihat, kita sudah berjarak kurang dari satu meter. Kamu bawa setengah bukunya ya, biar sisanya aku yang bawa." Raka menunjuk tumpukan buku tulis milik teman-teman sekelasnya. Tidak ada yang memintanya membantu Tara, ini hanyalah salah satu triknya untuk bisa menggoda gadis itu.
"Nggak mau, kamu bawa sendiri aja kalau gitu!"
"Eh, nggak bisa gitu. Kamu kan yang disuruh, kamu juga harus bawa. Kita ke kelas bareng."
Tara dengan segera mengambil semua buku latihan kelasnya. Tidak berniat menyisakan Raka satupun, lalu berbalik dan berlari menuju kelasnya. Mengabaikan tawa Raka yang pecah melihatnya berlarian seperti dikejar hantu.
Tidak! Bagi Tara yang otaknya masih murni, Raka lebih menyeramkan dari pada hantu.
Sialan! Disaat seperti ini, kenangan masa-masa kecil merekan kembali berputar di ingatan Tara. Mengundang rindu nan sesak kian menjadi. Bahkan ia harus mendongak demi menghalau air mata yang hendak keluar.
"Kapan bangun sih? Mendingan kamu jadi hantu yang terus gangguin aku deh, dari pada tidur lemah kayak gini." Gerutunya masih dengan kepala mendongak ke atas.
Tidak peduli Raka mendengarnya atau tidak, Tara hanya ingin mengungkapkan seluruh isi hatinya. "Aku kangen banget, sama kamu. Nggak ada yang kalahin mesumnya kamu deh kayaknya. Semua cowok yang aku temui diluar sana malu-malu, nggak berani terus terang kayak kamu."
"Kalau nanti anak kita sudah besar, kamu harus jagain dia sama spesies yang sama seperti kamu. Kala pasti malu sih, kalau tahu Papanya super mesum sama Mamanya."
"Kalau kaisar besar, semoga dia seperti kamu juga. Pintar, rajin belajar, dan setia. Kamu setia kan? Buktinya, dari jaman bocil sampai sekarang sukanya cuma sama aku!" Aku Tara sombong. Namun matanya berkaca-kaca mengingat selama ini dirinya tidak pernah menyadari perasaan Raka untuknya.
"Terus kalau dedek udah gede, dia.. dia.." Tara tidak mampu melanjutkan ucapannya. Dia harus liat kamu! Dia harus liat bahwa salah satu rencana besar kamu telah berhasil.
"Raka.. ayo kita menikah lagi.."
"Ayo..!"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomansaRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021