***
"Kita sudah pernah bicarakan ini kan? Aku sudah menawarkannya, dan kamu menolak. Jadi, kenapa masih ada kejadian seperti ini?Kenapa kamu masih melanggarnya? Bertemu Raka diam-diam dibelakangku? Kamu mau mengkhianatiku? Mau menuskku dari belakang?""Aku nggak berniat seperti itu! Raka datang kembali saat aku memutuskan untuk pergi! Aku hanya ingin lari darinya agar kalian tenang!"
"Tapi larimu malah membawa celaka! Ini nggak akan kejadian kalau dari awal kamu tepati janji. Kamu pasti melanggar perjanjian kita!"
"Ini nggak akan kejadian kalau kamu jujur dari awal sama aku!" Balas Tara tak terima.
Kedua pasang mata itu saling tatap, namun tak ada pembicaraan sama sekali diantara keduanya. Padahal, Tara sudah membayangkan perdebatan rumit dan adu otot jika saat ini Nisa ikut memberinya murka.
Tapi Nisa seolah tengah pasrah, begitu baik hati sehingga tidak menodong Tara dengan rentetan pertanyaan seperti yang lain. Namun dari kediaman itulah, Tara malah ingin sekali menyupahinya. Seolah tengah menunjukkan betapa berhati malaikatnya ia, dan betapa iblisnya Tara.
Tara tidak tahu apa yang tengah ia rasakan. Sakit, sesal, takut, semua bercampur dengan kekecewaan hingga hatinya terasa hampa.
Semua terasa bagai terlambat sekarang. Andai saja, Tara tahu semuanya akan serumit ini, maka sejak dulu ia pasti tidak akan ikut campur dengan rumah tangga Nisa. Atau, andai ia lebih cepat menyadari perasaan Raka, mungkin.. mungkin.. Tara tidak akan semenyesal ini.
Beberapa orang duduk disekitar mereka, sama-sama menunggu ruang operasi yang kini tengah tertutup. Raka berada didalam sana, tengah berjuang bersama pera tenaga medis yang menanganinya.
Beberapa saat kemudian, lampu ruang operasi berubah hijau. Semua yang berada disana tengah harap-harap cemas menanti keluarnya dokter.
Ceklek..
“Keluarga bapak Raka?”
Andra, yang berdiri paling dekat dengan pintu langsung mendekati dokter laki-laki itu. “Iya Pak..”
“Bapak Raka telah selesai menjalani operasi, namun karena kondisinya yang cukup... Pak Raka masih koma.”
“K-koma dok? Kira-kira sampai berapa lama dok?”
“Saya sendiri belum bisa memastikan, kita doakan saja ya pak, bu.”
Setitik cairan bening mengalir dipipi Nisa. Kepalanya mendongak menahan sakit yang melanda perutnya. Perlahan-lahan dan terus menerus hingga Nisa sendiri tidak mampu menahannya. “Akkhhhh...”
“Nisa? Nisa kamu kenapa sayang?”
“Sakit ma.. perut Nis-, akkh..”
Andra, Ira, Lava dan orang-orang disana bergegas menolong Nisa. Mengikuti arahan dokter untuk membawanya keruang... persalinan.
Kini, hanya tinggal Tara, Dinda, Andre dan Satria yang baru datang beberapa saat lalu. Ketiganya mengikuti Raka yang dipindahkan ke ruang ICU.
“Kamu hutang banyak cerita sama aku, Ra.”
Tara diam saja. Tidak berniat menjawab ucapan serius Satria. Terserah, Tara tidak peduli apapun saat ini. Matanya masih setia mengamati Raka dari pintu kaca.
‘Cepatlah bangun.. Kamu nggak khawatir sama aku? Aku sakit lihat kamu begini. Nisa juga sebentar lagi melahirkan.. Apa kamu nggak mau melihat anak kalian?’
‘Anak kita juga membutuhkan kamu.. aku harus jawab apa kalau mereka nanyain kamu?’
**
“Mama, are you oke?”
Tara meringis pedih mendengar pertanyaan sederhana itu. Sederhana namun sangat menyentuh hatinya. Setelah kecelakaan yang menimpa Raka, belum ada yang menanyakan keadaannya. Atau mungkin, tidak ada yang ingi tahu keadaannya. Semua hanya ingin tahu keadaan Raka, lalu perasaan Nisa. Hanya Raka dan Nisa.
“Mama baik-baik saja, sayang.” Dusta Tara.
“But, dont cry Ma. Please smile if you are oke!”
Bukannya tersenyum seperti permintaan putranya, Tara malah menangis hebat. Membawa tubuh mungil itu dalam pelukannya, berharap replika mini Raka ini dapat mengurangi sedikit saja sakit dan sedih yang Tara rasakan.
Sedikit saja.. Karena susah sekali rasanya untuk tetap bernafas dengan baik.
Takdir ini kejam sekali. Betapa bodoh ia, hingga membuat Raka celaka. Betapa ceroboh dirinya, hingga hampir saja menghilangkan nyawa ayah dari anak-anaknya.
Dulu, Tara pernah membayangkan. Ia dan anak-anaknya akan hidup tanpa Raka disisi mereka untuk selamanya. Tapi saat semua itu hampir saja menjadi nyata, toba-tiba Tara merasa tidak sanggup.
Tara malah memohon kepada tuhan, untuk diberikan kesempatan untuk laki-laki itu tetap hidup. Tara memohon kepada tuhan, agar Raka terus diberi kesempatan untuk mengejar perempuan yang selama ini sangat dicintainya.
Sebab dulu, sejauh apapun Tara berlari, Raka pasti akan mengejarnya. Selama masih bernafas dan hidup dibumi, Raka pasti akan tetap mengganggunya. Karena itulah yang membuat Tara berani bertindak.
Namun jika tuhan yang mengambil Raka pergi, sejauh apapun Tara berlari, tidak akan bisa menjangkau Raka kan? Bahkan Tara ragu mereka bisa bertemu disurga. Mereka bukan siapa-siapa lagi, bagaimana caranya bisa menemui Raka, untuk sekedar jujur akan perasaannya. Untuk sekedar mengatakan.. bahwa Tara juga mencintainya.
Ya tuhan.. Raka selama ini mencintainya. Lelaki menyebalkan itu sangat mencintainya, bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri untuk Tara. Lalu setega itu Tara padanya.. Bahkan dengan egois menyembunyikan satu anak mereka yang lain.
“Kai.. Papa Kai..” Rengek Tara dengan nafas terputus-putus. Tara sangat ingin mengutuk dirinya sendiri sekarang. Tara ketakutan sekarang.
Kaisar ikut menangis bersamanya. Mungkin karena sedih melihat mamanya menangis, atau karena bingung tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan mamanya.
“Maaf Kai.. Maafkan Mama..”
“Mama..”
“Mama sayang Kai.. Mama sayang adik Kalla.. Mama sayang Papa Raka..”
“Ma..ma..”
Sementara diujung tangga, Tama berdiri menyaksikan tangis keduanya. Sosok kecil yang berada dalam gendongannya menggeliat turun.
Tama lepaskan Kala tanpa suara. Gadis kecil itu berlari ikut menerjang Kai dan Tara dengan pelukan. “Mom.. mom..”
Tara semakin menangis hebat. Menarik kedua bocah itu dalam pangkuannya. Mengeluarkan segala hal yang menyesakkan didada, ditemani kedua buah hatinya.
‘Berjuanglah dan segera bangun.. Raka.. Anak-anak kita ada disini.. anak-anakmu masih butuh ayahnya.. Raka.”
***

KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomansaRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021