MASALAH UTAMA
***Sepasang suami istri itu tak bisa menyembunyikan kekalutannya. Sejujurnya mereka lelah, sedih dan ingin menyerah saja memikirkan masalah anak yang tak kunjung mereka miliki. Tetapi lagi-lagi desakan orang tuanya kembali membuat isteri tercintanya terpukul.
Raka tidak tahu dimana kesalahan dirinya maupun Nissa, isterinya. Sudah lebih lima tahun mereka menikah, dan sampai hari ini belum juga dikaruniai seorang anak.
"Sayang, sudahlah. Kita sudah berusaha, jangan terus merasa bersalah seperti ini." Hibur Raka. Sungguh, ia ikut sesak melihat Nissa terus menangis melihat belasan alat tes kehamilan itu hanya menunjukkan garis satu."Aku tidak punya muka lagi untuk bertemu orang tuamu, Mas. bagaimana lagi aku menghadapi mereka, hiks.. hiks.." Nisa benar-benar merasa sesak didadanya. Sudah banyak tekanan hidupnya selama ini, ia tidak tahu kenapa tuhan suka sekali memberikan cobaan seberat ini padanya.
'Ya tuhan.. Setelah aku menggapai bahagia dengan Raka, kini apa lagi yang harus ku lalui?.. Tolong.. Tolong berikan aku jawaban.. Bantulah aku tuhan, rasanya aku tidak sanggup lagi.' Lirih Nisa dalam hati. 'Tolong berikan aku pertolongan, agar Orang tua Mas Raka tidak mengambil Mas Raka dariku. Aku sungguh tidak rela jika Mas Raka dijodohkan dengan perempuan lain.'
Hiks.. Hiks..
Melihat isterinya masih tetap bergelut dengan kesedihan, Raka memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia merasa perlu memberikan waktu untuk isterinya, sekaligus untuk dirinya sendiri.
Ia juga sama sedihnya dengan Nisa, tapi ia tetap waras. Anak memang penting, tapi bukan berarti itu adalah segalanya. Orang tuanya boleh keras, berkeras ingin segera memiliki cucu sebagai penerus usaha milik keluarganya. Tapi Raka adalah Raka, hatinya bahkan bisa lebih keras dari batu. Ia tidak akan memaafkan siapapun jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada Nisa nantinya.
Nisa telah selesai dengan doa dan semua permohonannya. Ia berdiri lalu melangkah tertatih hendak menyusul suaminya, tetapi tiba-tiba tatapan terpaku pada pigura yang terpajang di atas nakas. Tepat disamping foto pernikahannya, ada foto dua gadis dengan seragam putih abu-abu tengah tersenyum lebar menatap kamera.
Disana, hanya ada dua sosok yang matanya memancarkan kebahagiaan, senyum tulus penuh kehangatan.
Tiba-tiba sesuatu bergejolak di dadanya di antara rasa sedih, ia baru mengingat sesuatu sekarang. "Hiks.. Aku masih punya kamu. Ya, kamu adalah malaikat yang akan menolongku."
Air mata Nisa kembali mengalir, namun beda dari sebelumnya. Sekarang bukan air mata kesedihan lagi, tapi rasa penuh syukur.
***
Sementara di tempat lain, seorang gadis cantik dengan tubuh sempurna berdiri di pinggir rooftop sebuah gedung perkantoran.
Dress hitam selutut tanpa lengan membalut indah tubuh proposionalnya. Rambut hitamnya yang lebat berkibar acak diterpa angin, ia sangat menawan jika saja ada sedikit senyum di wajahnya. Sayang sekali sang empu malah sedang memberengut sebal.
"TAMA!! Gue sumpahin lo bakal cinta mati sama gue!" Pekiknya nyaring. Tidak peduli jika pita suaranya akan putus, kekesalannya sudah tidak tertahan lagi. Lelaki pujaannya masih saja tidak mau melirik dirinya yang sempurna ini. Dan malah memilih perempuan biasa saja bernama Aini, yang tak lain juga teman SMA Tama dulu.
"Apa sih kurangnya gue, Hah? Apa? Cewe kampungan lo itu nggak ada apa-apa disbanding gue! Tama Sialan!" Nafas Tara semakin memburu, emosinya benar-benar meledak tapi ia masih memiliki harga diri. Sebucin-nucinnya dia, jangan sampai ia memperlihatkan kelemahannya.
Ya, gadis itu adalah Tara. Tarasha Athena. Nama yang luar biasa, dimiliki oleh perempuan yang luar biasa pula. Sayang sekali tunangan bodohnya tetap buta.
Tapi Tara tidak buta, dia adalah gadis terlogis yang sangat mencintai diri sendiri. Maka dari itu, setelah puas dengan teriakannya Tara berbalik dan melangkah turun dengan dagu terangkat memamerkan wajah cantiknya.
Tidak ada yang bisa menolak Tara!
Lihat saja kau Tama!
Satu tahun? Dua tahun? Lima tahun pun Tara tidak akan menyerah! Tekatnya dalam hati.
Tara sudah pandai mengusai diri saat pintu lift terbuka dan ia masuk, membiarkan lift membawanya ke bawah menuju lobby. Kantor ini adalah milik Tama, jika kalian bertanya kenapa Tara bisa masuk jawabannya karena ia adalah tunangannya. Orang tua mereka telah menjodohkan mereka sejak satu tahun lalu. Sayang sekali, Tama kelewat menyebalkan. Lelaki itu malah memilih mempertahankan kekasihnya dari pada Tara.
Ting..
Begitu lift terbuka, Tara melangkah anggun dengan dagu terangkat. Rambut panjang lurusnya sengaja ia biarkan berkibar-kibar lembut diterpa AC. 'Lihat! Para kaum adam yang ada disekitar lobby menatapnya penuh kagum. Siapa Tama berani menolaknya? Huh?!'
Baru saja keluar dari pintu lobby, ponsel Tara berbunyi nyaring.
Ia mengernyit melihat nama sahabatnya muncul dilayar. "Hallo baby.. ada ap-, Nisa? What happened? Kenapa kamu nangis?"
Merasa ia berbicara terlalu keras, Tara melirik kanan kiri.
Benar saja, orang-orang menatapnya penasaran. Sembari menggapit ponsel dengan pundaknya, Tara kembali melangkah elegan meminta petugas valet memanggilkan taksi untuknya.
"Ya.. ya, aku dengar kok. Kamu santai, cerita sama aku ada apa?" Tara berterimakasih kepada petugas valet saat taksi sudah ada dihadapannya.
"Terus-terus?"
Gana, si petugas valet menatap Tara dengan senyum tipis saat gadis itu memasuki taksi sambil berbicara pada telepon.
Tadinya ia ingin sedikit berbincang, namun gadis itu terlihat sangat sibuk hingga Gana mengurungkan niatnya.
Sudah lama ia mengagumi tunangan bosnya itu, andai ia menjadi Tama pastilah ia akan sangat beruntung karena dicintai gadis sesempurna Tara. Hanya saja ia sadar diri apa posisinya. Ia juga sudah memiliki isteri dan anak yang lucu sekarang. Mimpi saja kalau mau bersama Tara, mimpi pun itu jika ia beruntung.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021