19. Pergi [Revisi]

175 14 0
                                    

19. PERGI

***

Sembari mencari langkah terbaik untuk dijalankan, Tara memutuskan untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Mungkin setelah bertemu mereka, ia akan menemukan jalan yang terbaik yang harus ia ambil kali ini.

Dari dalam mobil, Tara termenung. Menatap lurus pada rumah orang tuanya yang jarang ia kunjungi akhir-akhir ini. Dan mungkin akan semakin jarang untuk satu tahun kedepan.

Tara merasa lelah dengan semua keadaan ini, dan ia telah memutuskan akan berangkat ke Paris beberapa Hari lagi. Ya,  Paris adalah tempat tujuannya untuk bersembunyi.

Merasa terlalu lama merenung, Tara menyeret paksa kakinya turun dari mobil. Mengayunkan kesana kemari sebelum menginjak tanah.

Belum juga menginjak tanah rumah mamanya, Tara sudah memikirkan banyak ide saja. Ia harus mencari cara untuk berpamitan dengan orang tuanya tanpa dicurigai.

Tetapi segala keraguan seolah membelenggu. Tara sebenarnya bukanlah anak yang penurut, tapi dia juga tidak pernah berbohong kepada orang tuanya selama ini. Sehingga kali ini ia merasa sangat bersalah sekali.

Saat Tara baru saja keluar dari mobil dan hendak memasuki rumah orang tuanya, Ayu dan Dana keluar bersama Rafa di gendongan Dana. Mereka bertiga terlihat seperti keluarga bahagia yang sempurna.

Tara tentu pernah membayangkan hal itu terjadi pada dirinya juga, ia bersama Tama tentunya. Tapi semua angan yang pernah ia impikan kini telah hancur tak tersisa.

Apalagi setelah ia tahu Tama telah menikah dengan perempuan lain.
Sekarang, Tara tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia hanya ingin pergi, menyembunyikan diri dan menghindar dari entah apapun itu.

Ia tahu orang tuanya pasti tidak suka dengan keputusannya, beasiswa keluar negeri bukanlah hal bagus ketika mendekati waktu pernikahan. Pasti itu yang mereka pikirkan.

Kali ini Tara sudah memutuskan,  ia akan berkata jujur kepada ibunya tentang dia dan Tama telah berakhir. Tidak enak menyimpan rasa sakit itu sendirian, ia tidak peduli jika nanti keluarga Tama pasti akan bertanya banyak hal padanya.

Yang terpenting, ia akan menjadikan ini sebagai alasannya pergi.  Hubungannya dengan Tama yang berakhir dan ia perlu menenangkan diri, itu adalah ide terbagus yang Tara miliki.

Ayu dan Dana menyapanya. Bisa Tara rasakan tatapan mendalam yang mereka berikan. Tara paham mungkin mereka sedang was was tetapi inilah keputusan Tara.

"Kalian sudah mau pulang? Padahal mbak baru datang.." Ucap Tara begitu keduanya salam dan  mencium punggung tangannya.

"Mbak kemalaman datangnya, apa mau nginap?" Tanya Dana.

"Mungkin enggak, mbak cuma mau ngomong sebentar sama Mama kok."

Dana terlihat menghela nafas panjang. "Yasudah, kita pulang duluan ya mbak."

"Iya, hati-hati kalian.." Ayu dan Dana mengangguk bersamaan.

"Mmm.. Mas ke mobil dulu aja, aku mau bicara sebentar sama Mbak.." Pinta Ayu pada suaminya. Dana menurut, ia membenarkan Rafa agar kembali nyaman dalam gendongannya lalu melangkah menuju mobil.

"Mbak? Mau bilang ke Mama sekarang?"

Tara mengangguk. Ayu memang sudah tahu rencananya pergi ke Paris. "Iya, Yu."

"Mbak sudah yakin mau pindah ke Paris? Nggak di Indo aja? Biar nanti Ayu bisa bantu kalau ada apa-apa mbak.." Mohon Ayu.

Tara menggeleng dengan senyuman. Ia tahu Ayu sangat mengkhawatirkan dirinya, wanita itu sampai menahan air matanya sekarang.

"Yu, mbak baik-baik saja. Mbak wanita kuat! Tolong  jangan nangis, atau nanti Dana akan curiga." Bisik Tara setelah menarik Ayu dalam pelukannya.

Bukannya berhenti, Ayu malah semakin tersedu. Sekarang Tara pasrah, ia yakin Dana pasti akan mengintrogasi Ayu macam-macam lalu Ayu pasti tidak bisa berbohong dengan suaminya.

"Sudah, jangan menangis lagi. Mbak dan si kembar akan baik-baik saja. Di sana mbak juga punya teman yang akan membantu. Kamu harus percaya sama mbak, dan tetap  rahasiakan semua ini. Oke?"

Ayu mengangguk dengan nafasnya yang sedikit tersengal akibat menangis. "Pulanglah, hati-hati."

"I-ya mbak.."

Seperginya Ayu, Tara kembali melangkah dan memasuki rumah orang tuanya. Ini keputusannya, ia harus tegar dan berani.

****

Di dalam kamar, Tara kembali merenung. Memandangi foto hasil USG nya. Ia langsung pulang begitu mendapat izin dari mamanya.

Ini luar biasa sangat di luar dugaan, ternyata apa yang diinginkannya selama ini terkabulkan. Ia memiliki bayi kembar. Sungguh rasa bahagia sedang menyeruak di hatinya, meski ia dan Tama tak jadi menikah, setidaknya satu angannya terwujud. Ia memiliki anak kembar.

Nisa dan Raka belum mengetahui hal ini. Tara hanya memberi tahu mereka bahwa Tara telah mengandung.

Tara juga menolak ketika mereka menawarkan untuk diantar cek ke dokter. Tara beralasan bahwa ia telah memeriksakannya, tentu saja itu benar. Dan ia juga telah mengetahui jika anaknya kembar, Tara mau ini menjadi rahasia.

Dan sekarang, tiba-tiba hatinya kembali meragu. Rasa tidak ingin memberikan anaknya tiba-tiba menyeruak. Tara tahu ini jahat, tetapi Tara tidak siap jika harus  membayangkan untuk berpisah dengan anaknya. Ia tidak bisa untuk tidak  menangis jika memikirkan hal itu.

Tadi, Mamanya sempat melarangnya untuk pergi. Tapi benar dugaannya, alasan kandasnya hubungan dirinya dan Tama membuat mereka seolah memaklumi. Tara tidak tahu harus bersedih atau bersyukur sekarang. Semuanya terasa menakutkan sekaligus membuatnya penasaran.

Paris..

"Apa aku harus kasih tahu Raka dan Nisa kalau aku akan ke Paris?" Gumam Tara bingung. "Tapi kalau aku kasih tahu, mereka pasti akan sering berkunjung. Kayaknya.. lebih baik nggak usah deh."

Ya, Tara rasa tidak perlu memberi tahu mereka. Cukup dirinya, mamanya, Ayu dan mungkin Dana yang Tahu. Ia sudah mengatakan pada mamanya untuk merahasiakan ini.

Perlahan, Tara membuka laptopnya. Ia menulis email yang akan ia tujukan pada Raka.

Ini keputusanku. Sampaikan pada Nisa, aku akan pergi sampai anak kita lahir. Jaga diri kalian baik-baik, semoga rencana kita akan membawa hal baik untuk kita semua.
Aku menulis ini karena tidak yakin bisa menemui kalian untuk berpamitan, aku memiliki beberapa proyek yang harus kuselesaikan sebelum pergi.

Aku mencintai kalian.
Tara


Biasanya, Raka sangat jarang membuka email. Inilah alasannya mengirim email pada Raka, ia berharap Raka akan membaca emailnya setelah ia pergi.

"Maafkan aku, tapi akhir-akhir aku merasa tidak baik-baik saja saat bertemu kalian."

***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang