Tak Bisa Kehilangan

100 8 0
                                    

***

Lorong rumah sakit begitu sepi saat ini, lagi pula siapa yang mau berkeliaran di rumah sakit tengah malam?

Tapi sejak tadi, Tara masih betah duduk meringkuk dengan pandangan hampa. Gadis muda dan Lelaki dewasa yang tadi bersamanya juga masih disana, menunggu keadaan Raka yang belum bisa dipastikan sama sekali. Atau lebih tepatnya, Tara tidak ingin memastikan sama sekali.

"Mbak Tara?"

Tara sedikit mendongak mendengar suara yang cukup ia kenal memanggil namanya. Dinda. Gadis itu berlari menuju dirinya. "Mbak..?" Panggil Dinda lagi, namun Tara tetap tidak berniat menyahut sama sekali. Tara seperti kehilangan minat untuk melakukan apapun.

Segera Dinda tarik wanita itu dalam dekapannya. Tubuh Tara terasa dingin, sebab wanita itu hanya mengenakan blouse pendek tanpa lengan dan celana bahan selutut, padahal udara begitu dingin sekali. Dinda juga bisa melihat goresam luka kecil di lutut dan siku Tara.

Tadi, ia sempat menghubungi Tara untuk melaporkan rencana belanja tambahan untuk besok, tetapi siapa sangka yang menjawab panggilannya malah orang lain dan meminta dirinya untuk datang rumah sakit. Hampir saja Dinda mengira Tara yang mengalami kecelakaan, jika Leta tidak langsung menjelaskan bahwa laki-laki yang bersama Tara lah yang menjadi korban.

Leta, perempuan muda yang juga berada didalam mobil penabrak itu mengatakan korbannya bernama Raka.

"Mbak, saya boleh pamit dulu? Ini Ktp saya, mbak boleh bawa sebagai jaminan. Ini nomor hp saya, saya juga meninggalkan asisten saya  disini. Sebenarnya saya juga ingin menunggu pihak keluarga, tetapi saya masih memiliki urusan yang tidak bisa saya tinggal. Nanti, saya akan kesini lagi begitu urusan saya selesai." Pamit seorang lelaki dewasa yang Dinda kira sebagai pelaku tertabraknya Raka.

Dinda mengangguk pelan, lalu menerima KTP lelaki itu. "Iya pak."

Lalu wanita muda yang sejak tadi berada disana juga menghampiri Dinda. "Mbak, saya Leta. Asisten Pak Tristan. Tadi saya juga yang menjawab panggilan mbak di ponsel bu.. Tara." Ucap Leta.

Lagi-lagi Dinda hanya mengangguk. Ia masih bingung dengan keadaan ini. "Em, maaf? Apa keluarga Mas Raka sudah dihubungi?" Tanya Dinda, begitu menyadari hanya ada mereka disana.

"Belum mbak, tadinya saya mau pinjam ponsel mbak Tara. Tetapi mbak Tara nggak bicara sama sekali, saya bingung harus menghubungi siapa. Maka dari itu saya minta mbak kemari." Jelas Leta lagi.

Mendengar itu, Dinda segera mengambil ponsel Tara yang disodorkan Leta.Ia mencari nomor Nisa disana dan segera menghubunginya menggunakan ponselnya sendiri.

"Halo,?" Sapa Nisa dari seberang sana, dengan suara serak khas bangun tidur.

"Hallo, mbak Nisa? Ini Dinda."

"Dinda? Ada apa Din?" Dinda bisa merasakan suara NIsa berubah was-was. Tentu saja, siapa yang tidak was-was jika ditelpon tengah malam begini.

"Mbak Nisa bisa tolong kerumah sakit ******* sekarang? Kalau bisa jangan sendiri ya mbak, sama orang tua Mas Raka juga. Atau kalau ada saudara Mas Raka di Jakarta, boleh minta segera kemari?" Minta Dinda dengan nada pelan. Meskipun ia tahu, Nisa akan tetap shock bagaimanapun nada penyampaiannya.

"Kenapa Dinda? Ada apa disana?"

"Mas Raka kecelakaan Mbak."

***

Lava tidak bisa menutupi Rasa cemasnya. Langkahnya memburu diantara khawatir, takut dan juga bingung.

Abang...

Abang..

Abangnya kecelakaan!

Kata-kata itu terus menghantui kepalanya. Ia bahkan meninggalkan Andre yang tadi mengantarkannya kemari.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang