27. Permintaan Tara [Revisi]

131 13 0
                                    


"Ya, itu saya."

Dinda tersentak kaget hingga bangkit dari duduknya. Diliriknya Tara yang masih tetap terlelap, tidak terganggu dengan kejadian ini. "M-Mas Raka, ada apa ke kamar saya?"

Dinda deg-deg-an bukan main. Takut karena sudah ketahuan membuka Ponsel Tara tanpa izin. Takut juga kalau Raka ternyata benar si Peneror itu.

Raka tersenyum miring melihat gadis itu tertunduk ketakutan. Itulah tujuannya. "Saya mau ambil isteri saya." Ucapnya santai lalu melangkah mendekati ranjang.

"Saya serius dengan ancaman saya, harusnya kamu bisa langsung mengadukan itu pada Tara supaya dia tahu dan paham apa yang tidak saya sukai. Tapi tidak masalah, kamu bisa sampaikan itu pada Tara nanti." Bisiknya pelan namun penuh tekanan, membuat Dinda semakin bergidik ngeri.

Raka mengangkat tubuh berisi isterinya dengan mudah, seolah ia sudah biasa melakukannya. "Saya bawa Tara, Dinda. Terimakasih sudah memberi izin Tara tidur disini."

Dinda mengangguk Kaku. Raka yang dikenalnya pendiam, pemalu dan ramah. Kenapa Raka yang sekarang sangat menakutkan? 'Apa Dinda salah orang?' Batinnya bingung.

Dengan sedikit linglung, Dinda menutup dan mengunci pintu kamarnya. Dibukanya kembali pesan yang beberapa hari lalu ia terima di ponselnya.

Ini terakhir kalinya laki-laki itu menemui Tara. Hentikan mereka atau saya yang akan bertidak. Ingat ini, Saya yakin kamu tidak akan menyukai cara saya, jika saya yang menghentikan mereka.
Terimakasih sudah menjaga Tara hingga sejauh ini.

Pesan diterima 3 hari lalu.

Dinda menutup mulutnya gemetar. "Mas Raka serem ihhh..."

***

Tara membuka matanya perlahan begitu merasakan semilir angin menerpa tubuhnya. 'Kenapa dingin sekali?' Bahkan ia bisa merasakan bulu kuduknya merinding karena hembusan itu seolah menyentuh kulit lengannya, kakinya, perutnya, hingga dadanya-,

'Tunggu!'

Tara refles melirik kebawah. Gunung kembarnya mencuat tanpa bra. Lalu.. perutnya yang buncit begitu polos terekspos tanpa busana.

"Ya tuhan? Aku telanjang?" Tara baru saja hendak bangkit namun sebuah lengan kekar menahan dan malah menariknya dalam pelukan.

"Nggak usah pakai baju, pakai selimut aja." Bisik Raka serak, khas dengan suara bangun tidur.

"Kenapa pindahin aku kesini? Kayaknya semalem kamu yang sengaja nggak mau bagi kasur buat aku deh." Cetus Tara cemberut. Ekspresi yang paling sering Raka lihat ketika gadis itu berbicara dengannya.

"Perasaan kamu aja, buktinya sekarang kamu disini."

Tara memiringkan kepalanya untuk bertatapan dengan Raka. "Really?"

"Hemm.. aku kangen banget.." Bisik Raka sensual di telinga Tara.

"Raka, apaan sih!"

Tara berusaha mengelak meski percuma. Tangan Raka sudah kemana-mana, ditambah reaksi tubuhnya seolah berbalik dengan keinginannya.

"Rakah-ahh.."

"Kita harus sering-sering melakukannya menjelang waktu kelahiran." Tara sedang melayang, namun otaknya masih berjalan.

"Emhh, maksud kamu.. supaya-ahh, pelan-pelan dong! Sakit!"

Raka tidak bisa menahan kekehan gelinya. Ia memang cukup keras tadi menggigit ujung dada Tara saking gemasnya. "Supaya apa?" Ucapnya mengulang pertanyaan Tara tadi.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang