Tentang Rencana

79 13 0
                                    

***

Raka baru saja kembali dari meeting, saat menemukan sosok Andra di dalam ruangannya. Berdiri menghadap jendela, membelakangi Raka.

"Pa? Tumben datang kemari?"

Andra menatap kedatangan putranya dengan tatapan datar. Tanpa basa-basi, diserahkan sebuah map di hadapan Raka. "Apa ini?"

Raka mengambil map yang disodorkan papanya dengan alis berkerut. Ia buka perlahan dan membaca isi map itu sambil mencebik. "Ada masalah dengan ini?"

"Papa nggak habis pikir dengan kamu! Ada banyak perempuan lain yang ditawarkan mama kamu, kenapa pilihnya malah Tara? Lihat sekarang, semuanya malah rumit kan?"

Raka menghela nafas panjang. Ia tahu kedua orang tuanya kecewa karena Raka menyetujui penyerahan hak asuh Kaisar kepada Tara. "Kita sudah bicarakan ini, Pa."

"Ya, dan baru kemarin pengacara Risa menyodorkan surat perjanjian tertulis sialan itu! Sialan, kenapa kamu setuju hah?! Kaisar itu anak kamu, kamu berhak atas dia!"

Raka memilih diam. Menyahuti Andra hanya akan memperpanjang masalah. Andra marah karena nanti ia akan sulit menemui Kaisar, bahkan dalam surat perjanjian tertulis bahwa Keluarga Andra tidak diperbolehkan lagi ikut campur dengan masa depan Kaisar. Risa bukan orang sembarangan, jika keluarga Andra melanggar kesepakatan, wanita itu memberikan beberapa ancaman serius dan bisa Andra pastikan keluarganya akan dibuat repot nantinya.

"Bodoh kamu! Mempertahankan anak sendiri saja tidak pecus!"

'Raka tengah mempertahankan mereka Pa!''. "Raka hanya melakukan yang terbaik, Pa."

Andra mencibir sinis. "Terbaik untuk siapa? Untuk istri kamu itu?"

"Papa jangan khawatirkan Raka, Raka sudah memiliki rencana untuk Raka sendiri."

Andra menghela nafas panjang. Tidak menyangka putra sangat sombong dan terlalu percaya diri. "Papa memiliki firasat buruk."

***

"Apa rencana kamu kedepannya?" Tanya Tama serius. Saat ini, Tama, Tara dan Kala tengah terbaring diatas kasur bersama. Keduanya memutuskan untuk menginap dirumah Risa, karena permintaan wanita itu juga. Setelah mengetahui masalah diantara Tara dan keluarga Raka, Risa semakin protektif dengan rumah tangga Tara.

"Entahlah, aku belum kepikiran." Jawab Tara lesu. Ia sedikit kurang bersemangat beberapa hari ini. Kedatangan Nisa hari itu sukses membuat Tara kian merasa buruk.

"Mau berlibur?"

Tara menatap Tama tak yakin. "Liburan?"

"Mama Risa memberitaku, minggu besok kita bisa menjemput Kaisar."

"Kamu mau kita liburan berempat?"

"Ya, anggap saja menyambut kedatangan Kai kembali dikeluarga kita."

Tara mengerjap bingung. Ia belum mengerti maksud arah pembicaraan Tama.

Seolah mengerti ketidak pahaman Tara, Tama kembali berbicara. "Mama Risa bertidak lebih cepat dari rencana, MInggu ini kita bisa bawa Kaisar tanpa mengembalikannya lagi."

Seketika, Tara tersentak kaget. Ia bahkan terlonjak dari tidurnya hanya untuk menatap wajah Tama. "Minggu Besok? Kamu serius?"

"Yaah..!" Kekeh Tama geli. Wanita dihadapanya benar-benar terlihat lucu sekarang. Rambut panjangnya sedikit berantakan, dengan wajah polos tanpa make up yang baru Tama sadari setelah menikah ternyata Tara sangat cantik.

"T-Tapi kan... Nisa belum-,"

Tama meringis kecil. "The power of Mrs. Risa!" Cetusnya dramatis.

Tara kembali menganga tak percaya. Sungguh, malam ini ia banyak menganga seperti perempuan bodoh. "Semudah itu? Keluarga Raka-, setuju?"

Tama hanya mengedik kecil dengan senyum tertahan dibibirnya. "Mama Risa nggak pernah setengah-setengah sih kalau bertindak, keluarga Raka mungkin terpaksa atau di paksa setuju?"

Tara tertawa kecil mendengar pernyataan Tama itu. Rupanya Tama sudah tahu banyak hal tentang Mamanya. Mungkin karena sejak awal mamanya memang menaruh harap dan kasih kepada Tama, sehingga lelaki itu menjadi lebih peka. "Tunggu, kenapa Mama kasih tau kamu? Bukan aku?"

Tama membuang tatapannya dari Tara. Ia beralih mengamati wajah Kala dan sesekali mengusap kepala putri kesayangannya itu. "Biar suprize sih katanya, makanya minta suamimu yang tertampan ini yang menyampaikan."

"Mana bisa begitu?" Tara menganga tak percaya. Apa barusan Tama bilang? Suami? Sejak kapan Tama bisa menyebut dirinya suami dengan nada semanis itu?

Entah perasaan Tara atau bukan, malam terasa begitu hening. Hingga bisa ia rasakan deru nafas Tama yang semakin jelas terdengar di telinganya.

"Tarasha Athena?"

Rupanya bukan karena malam haning deru nafas Tama terasa, tetapi karena posisi wajah Tama begitu dekat dengan wajahnya saat ini.

Sekarang, bukan hanya deru nafas Tama yang terdengar jelas. Detak jantung Tara pun mungkin bisa Tama dengar juga saking keras degubnya. "Y-ya?"

Tara malu. Sungguh. Ia merasa seperti bocah perawan labil sekarang. Tidak biasanya ia sekaku ini saat bersama Tama.

"Mau mulai dari awal lagi? Bersamaku?"

"Hah?" Tara tidak salah dengar? Mabuk kah Tama? Tetapi tidak ada Tara cium aroma alkohol disana. Ada apa ini?

"Aku tahu hubungan kita sejak dulu tidak benar. Tapi, bisakah kita benahi lagi semuanya dari awal?"

"M-Maksud kamu?"

"Aku sangat menyayangi Kala. Aku tidak bisa berjauhan apa lagi hidup tanpa Kala. Sementara Mama Risa sangat sensitive sekali sekarang, ia bahkan memantau semua pergerakan kita. Kamu tahu itu kan?"

Getaran aneh yang tadi sempat terasa kini hilang kembali. Tara kira, Ia kembali jatuh cinta tadi. Sayangnya ia salah menebak. Lagi-lagi ia salah membaca. Tama tidak sedang merayunya, Tama hanya sedang mengajaknya berdiskusi. Hanya Tara saja terlalu terbawa suasana.

Tara menelan salivanya susah payah disertai helaan nafas panjang. "Apa yang kamu khawatirkan?" Ucapnya tenang. Ia juga tengah berusaha menaikkan kembali mood bicaranya.

"Ayo kita resmikan pernikahan ini, aku tidak ingin kehilangan Kala jika suatu hari nanti Mama Risa tahu kita hanya Pura-pura. Aku ingin bisa mempertahankannya tanpa berselisih dengan keluargamu, kamu paham kan?"

Demi tuhan, Tara merasa matanya panas sekali sekarang. Kenapa emosi sedih malah melandanya saat ini? Bukankah sudah baik niat Tama? Apapun alasannya, lelaki itu ingin membuat hubungannya dengan sang Mama tetap baik kan?

"Apakah aku boleh mengatakan, bahwa aku kecewa?"

Tama mengernyit bingung mendengar hal itu. "Kamu tidak ingin melanjutkan hubungan ini? Atau kamu memiliki kekasih diluar sana?"

"Memangnya kenapa kalau aku memiliki kekasih?"

"Ra, please! Jangan membuat masalah, kita selesaikan dulu permasalahan dengan keluarga Raka. Jangan membuat Mama mu bersedih lagi."

Tara terkekeh hambar sembari menatap lelaki itu. "Aku hanya bercanda, bodoh!"

"Syukurlah! Sudah malam, ayo tidur! Nanti kita bicarakan lagi tentang peresmian hubungan kita."

Tara tidak menjawab. Ia memilih menidurkan dirinya menghadap Kala, sama seperti hal yang dilakukan Tama.

Tama memang sempurna, Tara tahu itu. Tapi kesempurnaan itu ada bukan untuk Tara. Entah untuk siapa. Karena sampai saat ini pun, Tama masih bisa membuatnya jatuh saat status Tama sendiri adalah sebagai penolongnya.

***

Happy weekend.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang