Hal Berat

84 13 2
                                    

***

Terimakasih untuk semua readers, yang udah mampir dan baca cerita ini.  Aku tau tulisanku  masih jauh dari kata bagus, dan alurnya juga sedikit aneh. But, ini cerita pertama yang niat banget pengen aku tulis sampe ending.

Biasanya, baru sampe pertengahan dan kadang belum sampai di konfik, aku udah berubah pikiran lagi terus narik kembali cerita yang udah kubuat itu.

Awal mula nulis cerita ini, aku terinspirasi dengan cerita sahabatku. Dimana dia bareng sama pacarnya udah tahunan tapi..  hubungan mereka itu toxic banget! Disini, sebenarnya aku pengen ceitain tentang toxicnya hubungan Nisa sama Raka, tapi tentu saja nggak akan sama konsepnya karena disini aku buat mereka sudah menikah.

Well, akhirnya aku berubah pikiran lagi. Pertengkaran Raka dan Nisa nggak ku ceritakan detail, sebagai gantinya aku perjelas saja sosok masalah yang ada ditengah mereka.

Aku juga mau spiil, cerita ini sudah mendekati ending. Semoga aku bisa selesaikan sesuai rencana.

Enjoy guys!

***

"Raka stop!"

Tara mulai frustasi karena Raka tak kunjung melepaskannya, malahan lelaki itu hampir melepaskan blouse yang Tara kenakan saat ini.

"Please..!" Bujuk Tara.

Tara tahu jika ini dibiarkan berlanjut, dirinya pun pasti tidak akan bisa menolak. Tara tahu betul sentuhan Raka adalah kelemahannya. Maka dari itu sebelum Raka semakin jauh, Tara harus membuat lelaki itu berhenti.

"Aku mohon, jangan nggak adil begini.." Isakan mulai keluar dari bibir manis Tara. Tara ingin marah, tetapi tidak bisa meluapkannya. Ia bukanlah perempuan yang suka meledak-ledak saat kesal. Justru tangisnya lah yang meledak jika hatinya benar-benar terusik.

Raka sedikit mundur dan menatap Tara bingung. "Nggak adil gimana?"

"Kamu selalu buat aku merasa terlalu percaya diri, sampai nggak bisa nolak kamu! Kamu buat aku percaya seakan-akan kamu butuh aku, kamu sayang sama aku, padahal kenyataannya nggak kan? Bisa nggak sih kamu nggak usah pura-pura lagi? Stop bikin aku bingung, ini nggak adil buat aku! Aku juga mau bahagia, aku mau jadi perempuan satu-satunya dan kalau kamu nggak bisa kasih itu... Silahkan pergi!" Ungkap Tara pada akhirnya. Nafas kian Tara terangah bercampur tangis setelah mengeluarkan semua itu.

"Aku nggak butuh kamu lagi!"

"Aku nggak mau lihat kamu lagi!"

"Aku nggak mau ketemu kamu lagi!"

Raka terdiam sejenak menatap perempuan dalam pelukannya. "Tunggu! Apakah, selama ini kamu berharap saya mencintai kamu?"

Tangis Tara semakin menjadi. Raka memang sialan! Disaat seperti ini pun ia tidak bisa memilih kata yang tepat untuk disampaikan kepada perempuan yang sedang patah hati ini.

"Aku serius mau kita selesai.. hiks.. a-ak-ku, aku ingin memulai kembali bersama Tama!" Tara mengigit bibirnya sebal. Ia sangat menyesal telah membuat Raka berpikir demikian.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi! Jangan mengalihkan permbicaraan, Ra."

"Memangnya apa yang kamu mau sebenarnya hah?"

"Ra, kenapa harus emosi sih? Aku cuma mau kamu jawab, selama ini kamu berharap aku-hmmphh"

Tara menutup mulut Raka dengan telapak tangannya. Didorong tubuh Raka yang mulai melemah hingga hampir saja Raka terjengkang. Tara tidak peduli, secepat kilat ia bangkit dan membuka kunci pintu.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang