6. Sah [Revisi]

208 19 0
                                    

6. SAH

Selama 27 tahun Dana menjadi adik Tara, baru kali ini ia merasa kakaknya itu TIDAK WARAS! Mentang-mentang ayah kandung mereka sudah meninggal, seenaknya saja Tara memintanya menjadi wali nikah secara siri, diam-diam pula!

"Udah sih mbak, jangan bikin masalah! Kasihan Mama kenapa sih?"

"Ini nggak main-main Dana, mbak beneran minta tolong sama kamu! Kali ini aja, Dan. Please?"

"Nggak. Dana nggak mau, kalo mbak nggak cerita ada apa sebenarnya!" Dana berkeras. Ini bukan hal sepele, ini menyangkut masa depan Kakaknya.

"Atau jangan-jangan, mbak hamil ya?"

Tara benar-benar ingin membungkam mulut Dana dengan sepatunya. "Sembarangan mulut kamu itu! Mbak nggak segila itu!" Ketus Tara sebal. Bahkan posisinya yang tadi duduk disebelah Dana dan menggoyang tangan lelaki itu, berganti membelakangi dengan tangan terlibat didepan Dada.

Dana semakin berkeras, ia bahkan mengancam akan mengatakan hal ini pada Mamanya jika Tara tetap tidak mau bercerita.

"Mbak, aku paham hubungan Mbak sama Mas Tama emang seaneh itu. Tapi jangan Frustasi juga lah mbak, mbak sendiri yang bilang mbak cantik dan punya segalanya."

Ini jelas bukan akhir segalanya untuk Tara, tapi Tara sudah terlanjur berjanji. Janji yang ia buat juga bukan untuk main-main, ia khawatir Nisa semakin nekat berbuat hal gila.

Tara mulai menimbang, apakah ia harus menceritakan masalah Nisa kepada Dana? Tapi kemungkinan besar Dana tidak akan mengizinkannya kalaupun ia bercerita.

Lama termenung, tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalanya.

Dana mengernyit bingung melihat Tara malah terisak. "Loh? Mbak? Kok malah nangis sih? Jangan gini mbak, ayo cerita sama aku ada apa?"

"Hiks.. hiks.."

"Tenang mbak, ayo cerita siapa tahu Dana bisa bantu."

"Kamu jahat kalau ga mau bantuin mbak-, hikss.. hiks.."

"Astofirulloh mbak, ada apa sih sebenarnya? Jangan buat Dana bingung.." Pinta Dana serius. Demi tuhan, Dana panik sekali. Beberapa kali Dana melirik istrinya mengenai keadaan Tara, namun Ayu hanya bisa menggeleng bingung.

Tara berakting sesedih mungkin. "Hiks.. Mbak nggak tahu lagi harus gimana Dan. Mbak merasa hidup mbak sangat hampa, mbak butuh teman.."

Dana setia mendengarkan tiap-tiap kata yang keluar dari bibir Tara. Mulai dari Tama yang terus menolaknya, menikah di belakang dirinya, terakhir memutuskannya tapi tidak pernah menjelaskan kepada orang tua. Tara benar-benar sedih saat membahas soal Tama, tapi ia menambahkan sedikit akting saat ceritanya telah sampai pada rumah tangga Nisa dan Raka.

Ayu menghela nafas berat mendengar penjelasan kakak iparnya. Nasib mbak Tara kurang beruntung, pikirnya.

"Makanya itu Dan, mbak pengen punya anak. Mbak nggak mau nanti anak mbak masih kecil embak udah tua, mbak butuh teman hidup Dan."

"Dan, nggak ada laki-laki lain yang mbak percaya selain Raka, lagi pula cuma dia yang bisa bantu mbak. Dia belum punya anak sampai sekarang, dia pasti akan sayang sama anak mbak nantinya. Mbak nggak akan khawatir tentang apapun lagi."

Dana menatap ragu kakaknya. "Kenapa nggak sama Mas Satria aja mbak? Mas Satria kan belum nikah?"

Bukannya Dana tidak menyukai Raka, tapi Satria lebih bisa dijadikan kandidat karena lelaki itu masih lajang.

"Satria udah punya calon, Dan. Dia udah lamaran, mbak nggak mau ngambil kebahagiaan orang lain." Bantah Tara.

"Memangnya mbak nggak akan ambil kebahagiaan mbak Nisa? Kalau mbak jadi madunya?" Tuntut Dana.

Tara tersenyum lembut. "Mbak nggak akan ambil kebahagiaan mereka karena mbak nggak akan jatuh cinta sama Raka." Aku justru kasih mereka kebahagiaan berupa anak, Dan!

"Yakin? Permasalahan disini cuma mbak mau anak dari Mas Raka? Supaya mbak nggak sendirian?"

Tara mengangguk meyakinkan. "Iya Dan." Enggak Dan!

Ayu mengusap lembut bahu Dana. "Bantu mbak Tara ya mas? Aku nggak tega lihat mbak sedih terus. Mama pasti marah kalau tahu rencana mbak Tara, atau mungkin malah maksain mbak Tara nikah sama laki-laki pilihannya. Tapi, Mas.. Mbak Tara berhak menentukan pilihan hidupnya Mas.." Bujuk Ayu. Ia sangat menyayangi Tara, baginya Tara sama seperti kakak kandungnya sendiri. Tara sangat bijak dalam mengahadapi apapun, Ia percaya kakak iparnya pasti memiliki alasan dengan rencana anehnya ini.

Setelah berbagai bujukan dari Tara juga istrinya, akhirnya Dana luluh juga. Ia juga tidak menyangka Raka juga datang pada malam harinya, namun Tara sudah pulang.

Lelaki itu datang bersama isterinya, dan kembali meyakinkan Dana jika Tara akan bahagia setelah ini. Mereka berjanji akan selalu bersama Tara.

Dana yang tahu kalau Nisa adalah sahabat Kakaknya mulai percaya. Ia mengikuti rencana gila mereka. Menjadi wali nikah Tara dua bulan kemudian.

***

Semuanya berjalan tanpa sepengetahuan Risa ataupun orang tua Raka. Pernikahan itu hanya dihadiri oleh Dana dan Ayu, Bian dan isterinya, Dinda,  Nisa, dan beberapa sahabat Raka yang tidak Dana kenali.

Tara begitu cantik dengan kebaya putih sederhana dan rambutnya digelung ke atas. Dasarnya cantik, mau seperti apapun tetaplah cantik. Raka sendiri juga terlihat gagah dan tampan dengan kemeja putih dan tuxedo hitamnya. Peci dan dasi miliknya berwarna senada dengan tuxedo.

Raka dan Tara, keduanya terlihat serasi dan sempurna. Andai saja tidak ada wanita bernama Nisa yang sejak tadi tersenyum hampa menatap keduanya.

Dana sudah merasa bersalah karena dulu  melangkahi Tara, menikah duluan. Maka kali ini ia berharap, Tara benar-benar menemukan kebahagiaannya. Ia tentu tidak rela jika kakaknya terus disakiti oleh Tama, biarlah Tara memutuskan apa yang terbaik untuknya sendiri.

Raka menjabat erat tangan Dana. Bisa Dana rasakan kegugupan lelaki itu di samping raut tenang kakaknya. Tara memang pandai mengatur ekspresi.

"Saya terima nikah dan kawinnya Tarasha Athena binti Irfan Malik dengan mas kawin tersebut dibayar TUNAI!"

"Bagaimana saksi? Sah?" Tanya Pak penghulu, menoleh ke kanan dan kiri yaitu para saksi.

"SAH..."

"Alhamdulillah...."

***

Sebenarnya Tara gugup bukan main. Ini pernikahannya, pertama kali dalam hidupnya. Dengan keadaan seperti ini pula.

Tapi melihat sorot tegas di mata sedikit menenangkan hati Tara. Lelaki itu juga mengucapkan ijab kabul dengan tepat sekali dalam satu tarikan nafas. Seolah Raka sudah benar-benar menyiapkan segalanya.

Seusai acara, Nisa tak henti memeluknya dan membisikan kalimat-kalimat terimakasih serta sayang. Tak melepaskannya barang sedikit pun sehingga Raka turut menjaga jarak darinya.

"Kamu pulang sama aku ya? Atau kita tidur dirumah kita aja? Pasti seru tidur berti-,"

Tara membekap mulut Nisa yang bicaranya tak masuk akal itu. "Tunggu aku siap, nanti aku akan bilang. Tapi untuk sekarang aku ingin sendiri, tolong beri aku waktu ya Nis. Malam ini, biarkan aku menginap di hotel ini. Besok aku akan kembali bersama Dana dan Ayu. Aku janji, setelah ini, kita akan sama-sama ke dokter untuk memulai program."

Mata Nisa berkaca-kaca mendengar ucapan  Tara. "Iya.. Aku mengerti, Ra. Terimakasih sekali lagi.."

***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang